Mumpung belum diberlakukan pembatasan pembelian BBM, maka mulailah dari sekarang untuk mencari solusinya. Karena itu seperti ibarat yang menyebutkan banyak jalan menuju Roma, demikian juga banyak cara untuk berhemat pemakaian Bahan Bakar Minyak.
Menurut Deputi Kepala BPPT Bidang Tek.lnformasi Energi dan Material (TIEM-BPPT) Dr.lr. Unggul Priyanto, M.Sc, pengendalian BBM secara sederhana dapat dilakukan dengan pengaturan penggunaan bahan bakar sesuai dengan kegunaan. Misalkan premium dan solar untuk bahan bakar bersubsidi, sedangkan pertamax dan solar dex sebagai bahan bakar komersial yang tidak bersubsidi.
Selain itu bisa juga digunakan BBM bersubsidi dengan jumlah subsidi yang lebih rendah, misalkan premix (campuran premium dengan perta max), bio-premium (campuran premium dengan 5% bioetanol), atau Bio-solar (campuran solar dengan 10% biodiesel). Semua itu dapat menjadi opsi cerdas pengurangan jumlah subsidi BBM tanpa menaikkan harga BBM.
Jika opsi penggunaan bio-premium dan bio-solar ini dipilih menurut Unggul, tentu menjadi batu loncatan peningkatan pemakaian biofuel yang dapat mengurangi ketergantungan BBM fosil. Hal ini juga mendorong pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Unggul mengatakan pada awal pelaksanaan akan terdapat kendala seperti produksi bioetanol di Indonesia yang masih minimal, namun ke depan dapat diatasi dengan melakukan impor dan menumbuhkan industri bioetanol di Indonesia. Sedangkan untuk biodiesel kapasitas produksi dalam negeri sudah cukup memadai hanya saja masalah transportasi pendistribusiannya yang harus dipikirkan.
Selain melakukan pengendalian subsidi BBM, upaya diversifikasi energi yang lebih sistemik penting dilakukan. Penggunaan CNG, LGV, dan biofuel sebagai bahan bakar untuk transportasi layak menjadi pilihan.
Di satu isi ada kendala dimana harga untuk CNG dan LGV belum mampu bersaing dengan harga BBM yang seakan “murah”. Untuk CNG juga perlu membangun infrastruktur untuk transportasi dan stasiun pengisian.
Suplai gas Indonesia juga terkendala dimana sebagian besar gas kita sudah terikat kontrak ekspor dengan negara lain. Sedangkan untuk biofuel atau bahan bakar nabati, masalah harga menjadi serius karena harga bahan baku biofuel hampir selalu lebih mahal dari BBM.
Oleh karena itu, diperlukan suatu DMO bahan baku nabati seperti CPO dan tetes tebu agar biofuel bisa bersaing dengan BBM. Cara lain yang bisa dilakukan adalah membuat kebun energy untuk bahan baku langsung Biofuel sehingga harga biofuel bisa jauh lebih rendah dari BBM.*