Serpong, Technology-Indonesia.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mengembangkan produk inovasi teknologi terkait valuasi ekonomi lahan gambut untuk menghitung potensi kerugian jika terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di lahan gambut. Potensi kerugian ini, bisa menjadi bahan bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan pengelolaan lahan gambut supaya menguntungkan secara ekonomi dan memperkuat pencegahan karhutla.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah (PTPSW) BPPT, Tri Handoko Seto, mengatakan BPPT saat ini baru menghitung potensi kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan di Riau yang ditaksir mencapai Rp 49 triliun. Perhitungan ini menggunakan 22 komponen mulai dari ketebalan gambut, pendidikan, pariwisata, ekonomi, transportasi, kesehatan dan lain-lain.
“Valuasi ekonomi lahan gambut sudah kita lakukan di Provinsi Riau, kedepan harapannya seluruh Indonesia akan lakukan valuasi ekonomi lahan gambut, kira-kira kerugian kalau terjadi kebakaran hutan berapa dan apa langkah-langkah pencegahannya,” kata Seto di sela acara Temu Bisnis dan Bedah Produk Inovasi Tekologi Pengembangan Sumber Daya Wilayah di Serpong, Selasa (10/12/2019).
Valuasi ekonomi lahan gambut ini, menurut Seto, tidak hanya bermanfaat bagi pemerintah tapi juga swasta. Sebab pihak swasta juga butuh kejelasan, sebenarnya di lahan konsensinya tahun ini berapa luas yang terbakar, kerugiannya, dan valuasi ekonominya. Dengan adanya data yang baik, pihak swasta bisa membuktikan bahwa pengelolaan hutan di wilayah konsensinya sudah dilakukan dengan baik dan tidak menimbulkan emisi karbon.
Selanjutnya, berdasarkan rapat koordinasi para menteri terkait yang dikomandoi Menkopolhukam, pada 2020 semua sepakat untuk fokus pada upaya pencegahan karhutla. Untuk itu BPPT akan terus berkolaborasi dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan lain-lain untuk menjaga bagaimana agar lahan lambut di wilayah Indonesia selalu dalam keadaan aman atau basah.
“Begitu terjadi penurunan maka lahan gambut harus segara dibasahi. Kita sudah bekerjasama dengan PUPR agar sekat-sekat kanal diperbanyak supaya air tidak terbuang. Lahan-lahan gambut yang dekat dengan sungai akan coba kita siapkan pompa-pompa raksasa. Sementara yang lokasinya jauh dari sungai akan kita siapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC),” tutur Seto yang juga menjabat sebagai Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT.
Untuk pencegahan Karhutla, BPPT telah mengembangkan sistem InaFDRS (Indonesia Fire Danger Rating System) untuk pemeringkatan bahaya kebakaran hutan dan lahan secara near-real time berbasis web. Empat unit InaFDRS ini telah dipasang di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan.
Menurut Seto, sebelumnya sistem InaFDRS hanya melihat dari sisi adanya ancaman dan cuaca. Sistem baru sudah memasukkan faktor-faktor lain seperti ketebalan gambut, faktor manusia, kondisi lingkungan sekitar, potensi kerugian, dan lain-lain.
Saat ini, BPPT sudah menyiapkan rencana pengembangan program kecerdasan buatan untuk melakukan monitoring, controlling, early warning dan lain-lain untuk pencegahan karhutla.
“Kita sedang menyiapkan SDM dan merancang desainnya seperti apa. Dalam skala prototipe tim mengatakan pertengahan tahun depan mulai kelihatan bentuknya. Semua teknologi akan kita gabungkan kemudian kita perkuat akurasinya, kerjasama kita tingkatkan, sehingga harapannya ke depan makin akurat,” tutup Seto.
Dalam acara temu bisnis dan bedah produk tersebut, juga diselenggarakan apresiasi pada metode estimasi luas panen padi dengan kerangka sampel area (KSA) berupa penyematan tanda jasa Satya Lencana Karya Satya Pembangunan dari Presiden Republik Indonesia tahun 2019 kepada para inovatornya yaitu Heri Sadmono, Swasetyo Yulianto, Lena Sumargana dan Fauziah Alhasanah.
Kegiatan ini dikemas dalam bentuk paparan saintifik dan ditanggapi oleh pakar eksternal dengan memberikan komentar, pendapat dan saran. Pakar yang berpartisipasi terdiri dari praktisi, akademisi dan lembaga pemerintah. Acara juga dihadiri oleh Indroyono Soesilo sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Asep Karsidi dan Idwan Soehardi.
Selain teknologi valuasi ekonomi lahan gambut, produk inovasi PTPSW-BPPT yang dibedah adalah teknologi karakterisasi berbasis penginderaan jauh dan geofisika serta teknologi akustik tomografi untuk wilayah perairan.
Dari beberapa pernyataan bersama di acara ini disimpulkan bahwa riset seharusnya tidak hanya untuk perpustakaan tetapi harus dapat diimplementasikan. Untuk itu keterbukaan, berbagipakai data dan kerjasama mutlak diperlukan serta kolaborasi antara akademisi, komunitas, bisnis dan pemerintah diperlukan untuk hilirisasi produk riset agar mempunyai dampak untuk umat manusia.