Jakarta, technology-indonesia.com – Kondisi Indonesia secara geologi dan geografi rentan terhadap bencana alam dan manmade. Jumlah penduduk yang terekspose (terpapar) dan beresiko menghadapi bencana sangat besar, termasuk penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2014 menyebutkan, berbagai jenis bencana sering terjadi dan frekuensinya semakin meningkat di hampir seluruh wilayah negeri ini, rata-rata 10 persen dalam 10 tahun terakhir. Bencana ini mengakibatkan banyak sekali korban jiwa, terutama kelompok rentan, seperti anak-anak, lansia, penyandang disabilitas dan perempuan.
Hal ini menjadi perhatian Komite Nasional MOST Indonesia di Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui penyelenggaraan Workshop “Applying Analytical Framework for Inclusive Policy Design” di Jakarta, Senin (28/8/2017). Bekerja sama dengan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), workshop membahas pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial secara terpadu.
Deputi Bidang IPSK LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan Indonesia baik secara geologis, hidrologis, klimatologis, maupun ekologis sangat rentan terhadap bencana, sehingga sebagian besar penduduknya terpapar resiko terkena bencana. “Bencana terjadi karena akumulasi faktor yang didominasi oleh faktor antropogenik dan dipicu oleh faktor alam, seperti cuaca ekstrim perubahan lingkungan dan perubahan iklim,” ujar Tri Nuke.
Sejalan dengan Agenda 2030 – Sustainable Development Goals/SDGs 2030, yang diadopsi oleh UN General Assembly pada September 2015, MOST (Management of Social Transformation) Indonesia mendukung pentingnya mengelola transformasi sosial melalui strategi dan komunikasi yang jelas dan efektif dalam bentuk koordinasi dan kerjasama berbagai stakeholders.
“Pencapaian target tersebut dilakukan melalui kegiatan strategis, yaitu Enchancing Social Inclusion through Public Policy on Disaster Risk Reduction and Social Protection within DRR In The Context of Social Inclusion In Coastal Community,” ungkapnya.
Sri Sunarti Purwaningsih, Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI mengatakan workshop bertujuan mengoptimalkan hasil-hasil riset terkait pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial agar dapat digunakan sebagai landasan penyusunan kebijakan publik secara inklusif, termasuk kelompok rentan, penyandang disabilitas dan masyarakat miskin.
”Selama ini ada kebijakan yang belum memperhatikan mereka yang marjinal, kurang beruntung atau rentan. Ke depan kami akan membuat semacam proposal kegiatan pengurangan resiko bencana yang dipadukan dengan perangkat untuk meng-assess kebijakan yang dikembangkan oleh UNESCO,” ungkapnya.
Sri Sunarti berharap kegiatan-kegiatan yang ada bisa diintegrasikan dan memperhitungkan mereka yang kurang beruntung. “Bagaimana perlindungan sosial dan pengurangan resiko bencana terintegrasi baik di tingkat lokal maupun nasional,” lanjutnya.
Workshop ini membahas beberapa hal diantaranya integrasi antara perlindungan sosial dan pengurangan risiko bencana di wilayah pesisir Indonesia. Serta pembahasan framework untuk menganalisis kebijakan publik secara inklusif menggunakan Analytical Framework for Policy Design yang dikembangkan UNESCO Office.
Framework ini digunakan untuk pengembangan kebijakan inklusif pengurangan resiko bencana dan perlindungan sosial di Indonesia. Tool tersebut diharapkan dapat menjawab permasalahan bencana yang kompleks, seperti dampak perubahan iklim dan upaya mengurangi resiko fenomena alam dengan mengintegrasikan faktor alam dan sosial ekonomi dengan pendekatan sustainability science.
Workshop juga membahas Disaster Risk Reduction (DRR), sebuah konsep dan praktek pengurangan resiko bencana melalui upaya-upaya sistematik untuk mengurangi faktor-faktor penyebab terjadinya bencana yang kompleks, melibatkan faktor alam dan manusia. DRR merupakan upaya persiapan/kesiapsiagaan yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah dan stakeholders sebelum terjadi bencana.
Pengurangan resiko bencana juga dilakukan melalui perlindungan sosial oleh pemerintah dengan berbagai kebijakan dan program yang telah dikeluarkan untuk kelompok rentan dan miskin yang mempunyai kapasitas adaptasi yang rendah.
Tampil sebagai narasumber pada workshop tersebut adalah Arief Rachman (Ketua Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO/KNIU), Shahbaz Khan (Direktur dan Representative UNESCO Office Jakarta), Irakli Khodeli (UNESCO Office Jakarta), Alexander Hauschild, serta Deny Hidayati (Pusat Penelitian Kependudukan LIPI).