TechnologyIndonesia.id – Tata kelola, pembiayaan, dan kepemimpinan lokal menjadi pilar utama dalam upaya memperkuat resiliensi berkelanjutan di kawasan Asia dan Pasifik. Hal ini menjadi fokus pembahasan pada sesi dialog regional yang diselenggarakan pada Asia Disaster Management and Civil Protection Expo and Conference (ADEXCO) 2025, di Jakarta International Expo (Jiexpo), Kemayoran, pada Kamis (11/9/2025).
Diskusi yang mengusung tema “Operationalizing Sustainable Resilience in Asia and the Pacific: Governance, Finance, and Local Leadership” ini menghadirkan sejumlah pembicara yang berasal dari para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, sektor swasta, lembaga internasional, hingga komunitas lokal untuk memperkuat agenda resiliensi berkelanjutan (sustainable resilience) di kawasan.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Dr. Raditya Jati mengatakan, resiliensi berkelanjutan membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan lintas negara. Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat tiga pilar utama yang tidak bisa berdiri sendiri, melainkan saling bergantung.
“Resiliensi berkelanjutan, tata kelola inklusif, dan kepemimpinan lokal yang berdaya tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling bergantung. Mari kita wujudkan wawasan hari ini sebagai komitmen regional untuk membangun masa depan yang lebih aman, lebih hijau, dan lebih tangguh bagi semua,” ungkap Raditya Jati.
Pada sesi dialog ini juga tercermin bahwa resiliensi berkelanjutan bukan hanya agenda Indonesia, melainkan komitmen bersama Asia dan Pasifik. Dengan berbagi pengalaman, memperkuat tata kelola, memperluas akses pembiayaan, serta mengangkat kepemimpinan lokal, kawasan ini diharapkan semakin siap menghadapi risiko bencana di masa depan.
Sesi diskusi terdiri dari tiga panel, yang mana fokus pembahasan setiap panel diarahkan pada tiga pilar utama tersebut. Seperti pilar tata kelola yang inklusif misalnya. Executive Director Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) Aslam Perwaiz mengatakan, bahwa tata kelola menjadi pondasi penting dalam membangun resiliensi di kawasan.
Sejak dikenalkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2022 silam, Aslam mengatakan resiliensi berkelanjutan telah menjadi salah satu komponen utama program ADPC, yang menargetkan kapasitas nasional.
“Kita harus belajar dari wilayah lain dan memastikan tata kelola tetap menjadi tulang punggung resiliensi bencana”, ujarnya.
Diskusi panel pada pilar ini menyoroti berbagai praktik tata kelola di tingkat ASEAN, termasuk ASEAN Leaders’ Declaration on Sustainable Resilience dan pengalaman negara-negara anggota dalam mengintegrasikan kerangka hukum, kelembagaan, serta koordinasi lintas sektor.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, Dr. Raditya Jati mengungkapkan bahwa mobilisasi sumber daya saat ini harus mulai bergeser dari reaktif menuju inovatif. Ia juga mendorong pentingnya instrumen pembiayaan inovatif, seperti pooling fund dan insentif bagi sektor swasta, agar pendanaan tidak hanya terpusat pada pemulihan pasca bencana, tetapi juga diarahkan pada pencegahan atau pengurangan risiko bencana.
“Tidak ada yang lebih merusak keberlanjutan daripada bencana. Kita tidak dapat mencapai pembangunan jika bencana sedang terjadi. Tantangannya adalah bagaimana kita dapat beralih dari menghabiskan triliunan dolar untuk pembangunan kembali menjadi berinvestasi dalam pencegahan dan resiliensi,” ungkap Raditya Jati.
Kemudian untuk panel tentang kepemimpinan lokal, diskusi ini menyoroti peran komunitas sebagai garda terdepan dalam membangun ketangguhan. Pengalaman dari Indonesia, Filipina, Kamboja, dan Myanmar menunjukkan bahwa lokalisasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Aktor lokal dinilai memiliki pemahaman kontekstual yang lebih kuat dan mampu menghubungkan kebijakan dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Dalam sesi tambahan yakni upfront dengan mengangkat topik Inovasi Lokal dan Solusi Berbasis Alam, peserta disuguhkan inovasi berbasis komunitas seperti sistem peringatan dini SMS di Semarang hingga climate catalytic fund dari IOM.
Sementara itu, sesi tentang Nature-Based Solutions (NbS) menegaskan pentingnya memanfaatkan fungsi ekosistem untuk mengurangi risiko bencana, dengan contoh keberhasilan restorasi ekosistem di Thailand yang melibatkan tokoh masyarakat dan sektor swasta.
Para moderator, pembicara panel, dan presenter berasal dari beragam lembaga nasional, regional, dan internasional, antara lain Kementerian PPN/Bappenas, Civil Protection Authority (Timor-Leste), National Committee for Disaster Management (Kamboja), Philippine Disaster Resilience Foundation (Filipina), ASEAN Secretariat, Federation of Bangladesh Chambers of Commerce and Industry (FBCCI), The Pujiono Centre, International Organization for Migration (IOM) Indonesia, Asia Pacific Lead UNEP, YAKKUM Emergency Unit (YEU), Resilience Development Initiative (RDI), Global Green Growth Institute (GGGI), Muhammadiyah Disaster Management Centre (MDMC), Capacity Building Initiative (Myanmar), Sustainable Environment Research Institute Chulalongkorn University (Thailand), serta Wetlands International Indonesia.
ADEXCO 2025 kembali hadir sebagai bagian dari Indonesia Energy & Engineering Series 2025 (IEE Series 2025), bersama dengan Construction Indonesia, Concrete Show South-east Asia – Indonesia, dan Water Indonesia.
Inilah Tiga Pilar Utama Perkuat Resiliensi Berkelanjutan di Kawasan Asia dan Pasifik
