BNPB Perkuat Kolaborasi Internasional dalam Sistem Kesehatan dan Kesiapsiagaan Respon Pandemi

TechnologyIndonesia.id – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mewakili Pemerintah Indonesia dalam kegiatan Communities in Pandemic Preparedness and Response (COPPER) melalui Community Engagement (CE) dan Community-led Monitoring (CLM) yang digelar pada 27–29 Oktober 2025 di Nairobi, Kenya.

Pertemuan ini mengusung tema From Crisis to Collaboration: Lessons from Community Engagement and CLM in Shaping Pandemic Preparedness and Response (PPR) in Resilient and Sustainable Systems for Health (RSSH) for Grant Cycle 8 and National RSSH and PPR processes.

Kegiatan ini diselenggarakan bersama oleh Global Fund dan EANNASO dengan tujuan memperkuat pembelajaran, kolaborasi, dan strategi komunitas dalam memperkuat sistem kesehatan yang tangguh dan berkelanjutan di berbagai negara.

Pada kesempatan tersebut, BNPB diwakili oleh Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pencegahan, Drs. Pangarso Suryotomo, M.MB., didampingi oleh Wahyu Khresna, mitra kerja dari Jaringan Indonesia Positif (JIP).

Kehadiran delegasi Indonesia menunjukkan komitmen untuk memperkuat integrasi antara kesehatan masyarakat dan manajemen risiko bencana, serta memperkuat jejaring kerja sama internasional dalam menghadapi krisis kesehatan di masa depan.

Pandemi Covid-19 memberikan pelajaran berharga bahwa krisis kesehatan berskala global tidak dapat ditangani oleh sektor kesehatan semata, melainkan memerlukan pendekatan kebencanaan yang komprehensif dan kolaboratif.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pandemi termasuk dalam kategori bencana non-alam, sehingga penanganannya dipimpin oleh BNPB melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia.

Menurut Pangarso, pendekatan kebencanaan memungkinkan respons yang lebih menyeluruh, mulai dari pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan darurat, hingga pemulihan pascabencana, dengan melibatkan seluruh unsur pemerintah dan masyarakat.

Keberhasilan Indonesia dalam mengelola pandemi juga menjadi referensi pembelajaran bagi berbagai negara. Melalui pengalaman ini, Indonesia menegaskan pentingnya menjadikan kesiapsiagaan pandemi (PPR) sebagai bagian integral dari sistem penanggulangan bencana nasional dan agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs).

BNPB juga menyoroti bahwa saat ini dunia tengah menghadapi krisis iklim yang berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat dan meningkatkan risiko bencana. Perubahan iklim global yang ditandai dengan peningkatan suhu bumi, pergeseran pola cuaca, dan meningkatnya intensitas bencana seperti banjir, kekeringan, serta gelombang panas, turut memperluas penyebaran penyakit berbasis vektor seperti dengue, malaria, dan zoonosis.

Karena itu, kesiapsiagaan pandemi harus mempertimbangkan konteks krisis iklim. Pendekatan Resilient and Sustainable Systems for Health (RSSH) menjadi selaras dengan Adaptasi Perubahan Iklim (API), karena sistem kesehatan yang tangguh terhadap pandemi juga harus mampu menghadapi dampak perubahan iklim terhadap rantai pasok obat, ketahanan pangan, dan stabilitas sosial-ekonomi.

Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) perlu dikonvergensikan sebagai pendekatan terpadu untuk membangun ketangguhan masyarakat. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan yang sama: melindungi kehidupan, lingkungan, dan aset ekonomi dari berbagai ancaman dengan cara yang saling melengkapi.

Melalui partisipasi dalam kegiatan COPPER, BNPB menegaskan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dalam membangun sistem kesehatan dan kebencanaan yang tangguh, berkeadilan, dan berkelanjutan. Pangarso menekankan, ketangguhan tidak dibangun oleh satu institusi atau satu negara, tetapi oleh solidaritas, sinergi, dan kepedulian antarbangsa.

BNPB percaya bahwa resiliensi berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui integrasi antara sistem kesehatan, tata kelola risiko bencana, dan adaptasi perubahan iklim, dengan menempatkan komunitas sebagai pusat penggerak ketangguhan.

Rekomendasi Strategis BNPB

Sebagai hasil pembelajaran dari forum internasional ini, BNPB mengusulkan tiga rekomendasi utama untuk memperkuat sistem ketahanan nasional dan global terhadap pandemi serta krisis iklim:

1. Integrasi Pandemi dan Perubahan Iklim ke dalam Sistem Penanggulangan Bencana Nasional. Pendekatan ini mencakup seluruh fase mulai dari kesiapsiagaan dan peringatan dini sebelum bencana, hingga tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana dengan koordinasi di tingkat nasional, subnasional, dan lokal.

2.Membangun Platform Terpadu Antar Lembaga.
BNPB merekomendasikan pembentukan platform koordinasi nasional yang menghubungkan BNPB, Kementerian Kesehatan, dan jejaring komunitas. Platform ini berfungsi sebagai pusat koordinasi dan berbagi informasi real-time, memperkuat kolaborasi lintas sektor, serta memastikan masyarakat menjadi mitra aktif dalam sistem kesiapsiagaan nasional.

3. Penyusunan Panduan Evakuasi dan Rantai Pasok Logistik Kesehatan.
Panduan ini diperlukan untuk menjamin akses cepat dan adil bagi masyarakat terhadap layanan kesehatan darurat dan bantuan penting selama krisis. Langkah ini juga akan memperkuat kapasitas daerah dalam menjaga kontinuitas layanan kesehatan dasar selama bencana.

Melalui keikutsertaan dalam forum COPPER, BNPB menegaskan komitmennya untuk memperkuat kolaborasi lintas negara dan lintas sektor dalam membangun sistem kesehatan dan kebencanaan yang tangguh, inklusif, dan berkeadilan.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author