Peristiwa banjir di Indonesia tidak lepas dari fenomena alam ekstrim dan aktivitas manusia yang mengenyampingkan karakter dan daya dukung alam lingkungan.
Terkait itu International Hydrological Programme (IHP) dan UNESCO bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mendorong pengurangan risiko bencana hidrologi ekstrem dengan menggunakan pendekatan ilmiah melalui peningkatkan kebijakan manajemen sumber daya air.
Prof. Dr. Hery Harjono, Direktur Eksekutif Asia Pacific Centre for Ecohydology (APCE – UNESCO) – LIPI mengatakan perlu upaya khusus melalui kebijakan pengelolaan sumber daya air dan tata kelola yang baik untuk menyelesaikan segala permasalahan terkait dengan bencana hidrologi ekstrem tersebut.
“Hal tersebut harus dilakukan melalui beberapa upaya spesifik, seperti meningkatkan edukasi dan capacity building di segala lapisan masyarakat, serta mendukung upaya baik di tingkat nasional dan regional dalam mengembangkan dan mengintegrasikan seluruh kapasitas yang ada untuk mengurangi risiko bencana hidrologi,” jelas Hery.
Untuk itu Indonesia, perlu upaya-upaya nasional maupun daerah dalam mengembangkan, mengintegrasikan, melengkapi dan memperkuat kapasitas teknis.
Sementara Dr. Ignasius Dwi Atmana Sutapa, MSc., Sekretaris Eksekutif APCE – UNESCO sekaligus Peneliti Utama Pusat Penelitian Limnologi – LIPI menyampaikan bahwa salah satu upaya untuk memperkuat kapasitas teknis tersebut adalah melalui studi tentang Flood Forecasting and Warning System (FFWS) atau Perkiraan Banjir dan Sistem Peringatannya. Studi tersebut telah dilakukan di 10 negara, yakni Australia, Kamboja, China, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, Thailand dan Vietnam.
“Berangkat dari latar belakang tersebut, LIPI bersama Komite Nasional IHP UNESCO, APCE – UNESCO, dan International Centre for Water Hazard Risk (ICHARM) – UNESCO mendorong agar instansi pemerintah aktif mengimplementasikan data FFWS dalam Integrated Flood Analysis System (IFAS) untuk peramalan banjir dan sistem peringatan dininya,” ucap Dwi.