BNPB : Potensi Nasional Masih Mampu Atasi Bencana Lombok

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bencana gempa Lombok, bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Tanpa ada status bencana nasional, penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional.

“Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Perkuatan itu adalah bantuan anggaran, pengerahan personil, bantuan logistik dan peralatan, manajerial dan tertib administrasi,” kata Sutopo dalam keterangan tertulisnya pada Senin (20/8/2018).

Menurut Sutopo, dana cadangan penanggulangan bencana sebesar Rp 4 trilyun di Kementerian Keuangan dengan pengguna BNPB siap dikucurkan sesuai kebutuhan. Jika kurang, pemerintah siap menambahkan dengan dibahas bersama DPR RI. Kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa Lombok diperkirakan lebih dari Rp 7 trilyun juga akan dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.

“Bahkan Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden tentang percepatan penanganan dampak gempa Lombok. Pemerintah pusat total memberikan dukungan penuh bantuan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan kota serta tentu saja yang paling penting kepada masyarakat,” ujarnya.

Dampak gempa Lombok dan sekitarnya sejak gempa pertama 6,4 SR pada 29/7/2018 disusul gempa 7 SR (5/8/2018), 6,5 SR (19/8/2019 siang) dan 6,9 SR (19/8/2018 malam) menyebabkan 506 orang meninggal dunia, 431.416 orang mengungsi, 74.361 unit rumah rusak dan kerusakan lainnya. Diperkirakan kerusakan dan kerugian mencapai Rp 7,7 trilyun.

Melihat dampak gempa Lombok tersebut, banyak pihak mengusulkan agar dinyatakan sebagai bencana nasional. Sutopo mengatakan, wewenang penetapan status bencana ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa penentuan status keadaan darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan tingkatan bencana. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh presiden, tingkat provinsi oleh gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh bupati/wali kota.

Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah didasarkan pada lima variabel utama yakni jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

“Namun indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian pemerintah daerah apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak,” terangnya.

Sutopo mencontohkan, Tsunami Aceh 2004 ditetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota termasuk unsur pusat di Aceh seperti Kodam dan Polda tak berdaya. Luluh lantak dan tidak berdaya sehingga menyerahkan ke pemerintah pusat. Pemerintah kemudian menyatakan sebagai bencana nasional. Risikonya, semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja.

Sebagai konsekuensi Konvensi Geneva, adanya status bencana nasional, terbuka pintu seluas-luasnya bagi bantuan internasional oleh negara-negara lain dan masyarakat internasional membantu penanganan kemanusiaan. “Namun, seringkali timbul permasalahan baru terkait bantuan internasional ini karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional,” terangnya.

Sutopo mengungkapkan, sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesua banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh 2004.

“Banyak pihak yang tidak paham mengenai manajemen bencana secara utuh, termasuk penetapan status dan tingkatan bencana. Banyak pihak beranggapan dengan status bencana nasional akan ada kemudahan akses terhadap sumber daya nasional. Tanpa ada status itu pun saat ini, sudah mengerahkan sumber daya nasional,” papar Sutopo.

Dalam penanganan bencana, lanjutnya, apalagi urusan bencana sudah menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Kepala daerah adalah penanggung jawab utama penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerahnya. Pemerintah pusat hadir memberikan pendampingan atau perkuatan secara penuh.

“Memang, ada kecenderungan setiap terjadi bencana dengan korban cukup banyak selalu ada wacana agar pemerintah pusat menetapkan sebagai bencana nasional. Ini disampaikan banyak pihak tanpa memahami aturan main dan konsekuensinya,” pungkas Sutopo.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author