Jakarta, Technology-Indonesia.com – Nanoteknologi secara umum disebut sebagai teknologi untuk mengontrol atau mensintesis atau memproduksi material pada dimensi 1-100 nanometer. Pada ukuran tersebut, suatu material dapat memberikan sifat maupun fenomena baru yang unik jika dibandingkan dengan material serupa yang berukuran besar.
Dengan berkembangnya metode sintesis dengan berbagai macam aplikasi, seperti untuk medis, energi dan lain sebagainya, saat ini berkembang bidang nanotoksikologi yang mengkaji toksinitas akut dan kronis dari berbagai jenis level. Dosis dan toksinitas dari nanomaterial tersebut harus tetap diperhatikan.
“Jika digambarkan, sebenarnya nanoteknologi ini seperti pisau bermata dua, dimana satu sisi pisaunya secara tajam memberikan manfaat yang luar biasa, satu sisi mata pisaunya lagi bisa menjadi bumerang bagi manusia jika tidak digunakan secara bijaksana,” ungkap Harits Atika Aryanta dari Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk – BRIN dalam acara seminar ilmiah bertopik ‘Rekayasa Nanostruktur Menggunakan Ekstrak Tumbuhan: Sintesis, Morfologi dan Aplikasi’ pada Rabu (24/5/2023).
Harits juga mengungkapkan, seiring meningkatnya awareness terhadap nanoteknologi, metode sintesis maupun modifikasi nanomaterial telah banyak dikembangkan. Salah satunya terkait metode green synthesis atau biosintesis, yaitu penggunaan material yang kompatibel dan ramah lingkungan seperti bakteri, fungi dan bagian-bagian tanaman dalam sintesis nanopartikel.
Dalam metode penelitian yang dikembangkannya, Harits menggunakan istilah fito-sintesis, yaitu rekayasa sintesis maupun modifikasi nanomaterial dengan menggunakan tanaman. Menurutnya, dalam tumbuhan secara umum terdapat metabolit primer dan juga metabolit sekunder.
Metabolit primer terdiri dari karbohidrat, lipid dan protein. Sedangkan metabolit sekunder terdiri alkaloid, flavonoid, fenol dan lain sebagainya. Dalam penelitian yang dilakukannya, Harits mereaksikan metabolit-metabolit tersebut terhadap suatu suatu prekursor untuk menghasilkan suatu nanomaterial.
Sedangkan untuk sintesis logam, terutama nanopartikel logam, dipilihnya tanaman dengan kadar flavonoid yang cukup tinggi, yang akan digunakannya sebagai reduktor untuk mereduksi prekursor. Selanjutnya material-material yang dihasilkan akan diaplikasikan sebagai katalis ataupun fotokatalis.
Sementara itu, Kepala Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk – BRIN Akbar Hanif Dawam mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan biodiversitas yang luar biasa. Kekayaan biodiversitas tersebut yang perlu di eksplorasi untuk mendapatkan hal-hal yang baru dari alam Indonesia.
Hal ini bisa menjadi pendorong bagi kita untuk bisa menghasilkan material nanostruktur dari ekstrak tumbuhan untuk bisa diidentifikasi untuk mendapatkan property karakteristiknya dan potensial aplikasinya.