SNI 7925:2019, Standar Pemetaan Lahan Gambut

Bogor, Technology-Indonesia.com – Penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7925:2019 tentang Pemetaan Lahan Gambut Skala 1:50.000 membawa angin segar bagi upaya melestarikan dan menjaga keberlanjutan lahan gambut. Melalui media informasi geospasial berbentuk peta diharapkan karakteristik lahan gambut semakin terdata dan terinformasikan secara luas kepada publik.

Penerbitan SNI 7925:2019 ini merupakan salah satu dukungan dari Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai walidata peta lahan gambut, dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk pelestarian keberlanjutan lahan gambut.

Kepala BIG, Hasanuddin Zainal Abidin mengatakan lahan gambut mempunyai fungsi penting dan strategis. Di satu sisi, lahan gambut harus dikonservasi karena terkait lingkungan global. Namun, saat ini pengelolaan lahan gambut sebagian masuk ke sektor investasi industri.

“Di dunia ini selalu ada tarik-menarik antara konservasi lingkungan dengan pengembangan ekonomi. Tentunya ini perlu ada pengelolaan yang smart sehingga ada win-win solution. Karena itu standar ini jadi perlu, karena tanpa standar itu nanti di lapangan repot kita,” kata Kepala BIG saat membuka Forum Standardisasi Informasi Geospasial: Implementasi dan Manfaat SNI 7925:2019 di Bogor pada Kamis (5/2/2020).

Salah satu fungsi BIG dalam Undang-Undang Informasi Geospasial adalah masalah standar dan perundangan terkait informasi geospasial. “BIG merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat standar terkait pemetaan dan IG. Namun walidata untuk gambut itu Kementan,” terangnya.

Menurut Hasanuddin, salah satu keuntungan dengan adanya SNI 7925:2019, pemerintah tidak perlu melakukan sendiri pemetaan lahan gambut. Mitra-mitra pemerintah bisa menggunakan standar ini untuk memetakan lahan gambut dan hasilnya akan sama. Begitu juga dengan participatory mapping oleh masyarakat.

Hasanuddin mencontohkan, pemerintah daerah yang menggerakkan mahasiswa untuk memetakan kawasan gambut di wilayahnya dengan menggunakan SNI ini harusnya diterima oleh pemerintah. “Ini pentingnya standar, begitu ada standar sama maka sharing resources berjalan. Memang harus ada kepercayaan pemerintah terhadap non pemerintah yang melakukan pemetaan berdasarkan standar ini,” tuturnya.

Pada forum tersebut, Deputi Bidang Infrastruktur Informasi Geospasial BIG Adi Rusmanto mengatakan penyusunan SNI 7925:2019 membutuhkan waktu sekitar 18 bulan. Menurutnya, SNI ini lebih terkait untuk digunakan oleh industri.

“Industri harus memakai standar nasional Indonesia ini supaya diakui dan supaya semua hasilnya akan baik. Jadi tidak akan ada lagi istilah tumpang tindih karena standarnya sama,” terangnya.

Forum Standardisasi Informasi Geospasial ini menghadirkan pembicara yaitu Sofyan Ritung, peneliti dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Litbang Pertanian, Kementan; Indroyono Soesilo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia ( APHI) Indroyono Soesilo; dan pembicara dari Direktorat Pengendalian Kerusakan Gambut, KLHK.

Pemetaan Lahan Gambut

Indonesia menjadi tempat penting bentang sumberdaya lahan gambut. Tercatat areal lahan gambut Indonesia terluas keempat di dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika Serikat. Total lahan gambut di Indonesia tercatat seluas 14,8 juta hektare (Ha) yang tersebar di Sumatera seluas 6,4 juta Ha, Kalimantan 4,8 juta Ha, Papua 3,7 juta Ha, serta di Sulawesi seluas 24.783 Ha.

Lahan gambut terbentuk dari endapan bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan. Lahan gambut dan biodiversitas yang berada di dalam dan di atas permukaannya sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan alam dan mendukung kesejahteraan penduduk disekitarnya.

Nilai penting lahan gambut antara lain sebagai sumber makanan, penghasil obat-obatan, penyedia air, pencegah kekeringan dan banjir, serta menjadi habitat penting berbagai jenis ikan dan fauna yang dilindungi seperti orangutan dan harimau. Dalam konteks jasa lingkungan, lahan gambut dan ekosistemnya mampu mengatur tata air dan penyimpan karbon yang berfungsi penting sebagai penyeimbang iklim.

Lahan gambut dan lahan-lahan disekitarnya merupakan satu kesatuan ekosistem yang utuh, saling berpengaruh satu sama lain. Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup mencatat ada 865 Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang berada pada ekosistem gambut. KHG mempunyai luas 24.667.804 Ha, terbagi menjadi Indikatif Fungsi Lindung Ekosistem Gambut seluas 12.398.482 Ha dan Indikatif Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut seluas 12.268.321 Ha.

Adanya fungsi lindung dan budidaya ini membuktikan bahwa ekosistem gambut merupakan bagian strategis dalam konstelasi tata ruang dan kehidupan alam serta makhluk hidup. Di sisi lain, lahan gambut dan ekosistemnya merupakan lahan marginal yang rentan terhadap gangguan dan mudah terdegradasi. Gangguan terutama dari manusia seperti pembakaran lahan, pembabatan vegetasi, dan perusakan lahan yang mengakibatkan degradasi lahan gambut.

Berbagai upaya perlindungan dan pengelolaan lahan gambut dan kesatuan hidrologis gambut terus menerus dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung. Salah satunya melalui penerbitan SNI 7925:2019 Pemetaan Lahan Gambut Skala 1:50.000.

Standar ini menetapkan proses pemetaan lahan gambut skala 1:50.000 yang meliputi penyiapan data (pengumpulan dan kompilasi), interpretasi lahan gambut, survei lapangan, pengolahan data dan penyusunan basis data, serta penyajian peta lahan gambut. Output dari SNI ini adalah peta lahan gambut skala 1:50.000.

Melalui Peta Lahan Gambut skala 1:50.000 diharapkan karakteristik lahan gambut semakin terdata dan terinformasikan secara luas kepada publik. Pada akhirnya upaya perlindungan terhadap lahan gambut semakin nyata dan berkelanjutan.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author