Produktivitas Peneliti Terganjal Mekanisme Pendanaan

Mekanisme pendanaan riset di Indonesia masih jadi kendala peningkatan produktivitas penelitian.

Menurut Sekretaris Jenderal, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Budi M.Suyitno, mekanisme melalui APBN selama ini banyak hambatannya. Salah satunya adalah mengenai performa riset yang benar.

“Seringkali dana riset diberikan dalam jangka waktu yang relatif pendek sehingga beberapa peneliti harus berbohong untuk memberikan laporan finalnya,” katanya.

Oleh karena itu lanjut Budi pada masa datang yang seperti itu harus dihindarkan. Sehingga Indonesia ke depannya memiliki mekanisme pendaana riset yang benar yang bisa menjamin adanya dana riset yang berkesinambungan.

Sementara Bambang Permadi S. Brojonegoro dari Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, menegaskan bahwa yang harus diperbaiki adalah mengenai jumlah dan kesempatan meneliti.

“Harus ada kontrak anggaran pendanaan untuk memperbaiki mekanisme pendanaan riset. Dan harus diakui bahwa kegiatan penelitian tidak sama dengan membangun gedung yang bisa dilihat pengerjaannya dalam kurun waktu tertentu. Sementara untuk penelitian yang harus dilihat adalah performance base,” kata Bambang.

Untuk meningkatkan produktivitas penelitian menurut Bambang harus dilaksanakan pula oleh pihak swasta. Namun sayangnya, pihak industri atau usahawannya belum menjadikan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai bagian penting dan hanya fokus pada penjualan atau produksi semata.

“Kita ini masih bersifat tukang, hanya senang membeli teknologi dari luar daripada mengembangkan teknologi,” ucap Bambang.   

Di sisi lain, Deputi Menristek Bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek, Teguh Raharjo, mengakui jumlah publikasi peneliti Indonesia masih rendah. Tetapi menurutnya sitasi di Indonesia lebih baik dari negara seperti Malaysia khususnya keanekaragaman hayati dan ilmu medis.

“Yang juga dipahami bahwa perkembangan penelitian di Indonesia harus dilihat dari dua sisi yakni perkembangan penelitian secara pengatahuan dan penelitian terkait keekonomian. Untuk penelitian pengetahuan, bisa dilihat dari perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia. Tesis S3 sepuluh tahun lalu, saat ini sudah menjadi tesis S1,” jelas Teguh.   

Sementara itu menurut data 2010, dana riset nasional hanya 0,08 persen dari produk domestic bruto (PDB) nasional yang tersebar di berbagai kementerian serta lembaga penelitian pemerintah. Dengan dana yang terbatas tersebut mestinya ada efektivitas dan efisiensi penggunaannya. Pengelolaan dana riset yang ideal adalah yang memiliki flesibilitas, akuntabilitas dan kredibelitas tinggi.

Yang harus diketahui juga adalah, kegiatan riset mempunyai sifat yang berbebda dengan kegiatan proyek APBN lainnya sehingga membutuhkan fleksibilitas agar dana riset dapat dicairkan tanpa mengikuti jadwal fiskal yang berlaku dengan besaran yang juga fleksibel serta dapat berlaku lebih dari setahun.

Selain itu pengelolaan dana riset nasional selayaknya juga mempunyai akuntabilitas tinggi dengan luaran yang jelas dan terukur serta pengeluaran dana yang dapat dipertanggungjawabkan.

Oleh karena itu kredibelitas yang tinggi adalah prasyarat bagi terciptanya iklim riset yang kompetitif dan kondusif. AIPI berharap seyogyanya lembaga pengkordinasi dan pembuat kebijakan riset merupakan entitas yang berbeda dari pengelola program riset.

Sebagai contoh kebutuhan untuk menjadikan AS sebagai negara terdepan dalam inovasi menyebabkan pemerintah AS mendirikan National Science Foundation (NSF) pada 1950. Beberapa dekade kemudian terbukti banyak lahir inovasi-inovasi revolusioner dari penelitian-penelitian yang didanai lembaga ini termasuk 180 peneliti penerima Nobel Prize.

Di Korea Selatan National Research Foundation didirikan pada 2008 dengan menggabungkan tiga lembaga pendanaan yang mempunyai fokus riset berbeda-beda.

Di Indonesia pendirian lembaga serupa atau pengaktifan lembaga yang sudah ada untuk melakukan funsgi serupa di Indonesia membutuhkan kajian yang mendalam dan seksama karena latar belakang sistem hukum, sistem pemerintahan, keadaan sosio ekonomi dan kebutuhan yang berbeda.

Tetapi Sumantri Brojonegoro dari AIPI menegaskan hendaknya Indonesia jangan terjebak untuk mendirikan lembaga baru pendanaan riset. Sebab banyak peneliti yang juga tersebar di sektor swasta.

“Yang penting idealnya mencari peluang yang ada untuk mendapatkan mekanisme yang baik dari pendanaan riset di Indonesia,” kata Satrio.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author