Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pengukuran dan penetapan tingkat kesiapan inovasi (Katsinov) diperlukan untuk mendorong kesiapan inovasi ke tahap komersialisasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam pemanfaatan produk inovasi. Hal tersebut mendasari terbitnya Permenristekdikti No. 29 Tahun 2019 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovasi.
Karena itu, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menggelar Sosialisasi Permenristekdikti No. 29 Tahun 2019 dan tata cara pengisian Katsinov-meter. Sosialisasi tersebut merupakan tindaklanjut rekomendasi Workshop Tindaklanjut Hasil Rakernas Kemenristekdikti Bidang Penguatan Inovasi pada 29 Januari 2019 di Jakarta.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe mengatakan Katsinov merupakan alat bantu (tools) untuk mengukur, menilai dan menetapkan produk inovasi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan proses inovasi atau manajemen inovasi di perguruan tinggi maupun lembaga penelitian dan pengembangan (litbang).
“Ketika bicara tentang penelitian dan pengembangan, kita sudah memiliki tingkat kesiapan teknologi atau technology readiness level untuk mengukur bagaimana perkembangan penelitian bisa menghasilkan suatu produk teknologi, bukan untuk mengukur bagaimana produk teknologi itu sampai ke pasar,” terang Jumain pada Sosialisasi Permenristekdikti No. 29 Tahun 2019 pada Selasa (23/7/2019) di Jakarta.
Jumain mengungkapkan bahwa produk inovasi mencakup tiga hal yaitu suatu kebaharuan yang menyebabakan adanya perubahan yang signifikan, inovasi harus bisa dimanfaatkan atau digunakan oleh pengguna, dan inovasi harus bisa memberi nilai komersial.
“Kalau kita ingin melihat ketiga ini perlu ada satu ukuran bahwa apa yang kita lakukan sudah bisa disebut sebagai produk inovasi. Karena itu, kita perlu pengukuran tambahan dari tingkat kesiapan teknologi tersebut. Misalnya perlu ada pengukuran tentang pasar, karena percuma jika satu teknologi sudah selesai produknya tidak laku di pasaran,” terangnya.
Katsinov disusun dalam enam tingkat dan tujuh aspek kunci yang meliputi teknologi, pasar, organisasi, kemitraan, risiko, manufaktur, dan investasi. Sementara pengukurannya menggunakan Katsinov-Meter, sebuah perangkat lunak yang menghimpun beberapa pernyataan standar untuk setiap tingkatan dan menampilkan Katsinov yang dicapai secara grafis.
Menurut Jumain, hasil-hasil litbang harus didorong agar tidak hanya menjadi jurnal atau paten, tetapi harus bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan tinggi juga harus menghasilkan skill yang sesuai kebutuhan industri atau masyarakat, tidak sekedar meluluskan mahasiswa menjadi sarjana tetapi tidak siap bekerja atau tidak bisa menghasilkan sesuatu pekerjaan.
“Untuk itu diperlukan langkah-langkah awal agar penelitian bisa sampai pada inovasi. Karena itu harus ada standar yang kita kembangkan supaya visi atau mindset penelitian berubah dari sekedar hanya input – proses kemudian output tetapi juga menjadi outcome atau impact. Kedepan tidak cukup output berupa publikasi atau paten, harus ada nilai tambah atau nilai ekonomi untuk meningkatkan daya saing,” terangnya.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Sistem Inovasi Kemenristekdikti, Ophirtus Sumule mengatakan bahwa Katsinov dan tingkat kesiapan teknologi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Katsinov mulai diukur saat tingkat kesiapan teknologi ada di level 7.
“Permenristekdikti ini lahir sebagai salah satu strategi untuk mengakselesarasi proses hilirisasi dan komersialisasi produk hasil riset. Melalui Permenristek ini kita berharap bisa mengidentifikasi berapa sebenarnya produk inovasi yang dihasilkan secara nasional baik dari perguruan tinggi maupun lembaga litbang. Sehingga kita bisa melihat kebijakan-kebijakan apa yang diperlukan untuk mendorong hilirisasi,” kata Ophirtus.
Menurutnya, produk litbang dengan tingkat kesiapan teknologi yang tinggi belum menjadi jaminan bisa masuk ke pasar. Tingkat kesiapan teknologi ini menunjukkan bahwa produk tersebut sisi teknologi sudah mapan. “Selanjutnya, kita mulai menganalisis bagaimana prospek pasar, suplai bahan baku, kesiapan jaminan pasar, regulasi dan standar-standarnya,” lanjut Ophirtus.
Katsinov disusun dalam enam tingkat yaitu Katsinov 1 adalah konsep yaitu prinsip-prinsip ilmiah dasar dari inovasi telah diamati dan dilaporkan dan fungsi kritikal dan/atau karakteristik telah dikonfirmasi melalui eksperimen.
Katsinov 2 adalah komponen yang telah dikembangkan dan divalidasi serta prototipe telah dikembangkan untuk mendemonstrasikan teknologi. Katsinov 3 adalah penyelesaian yaitu pengembangan teknologi telah diselesaikan dan seluruh fungsi sistem telah terbukti di lapangan.
Katsinov 4 adalah chasm. Pada tingkat ini telah dilakukan tahap awal introduksi hasil inovasi ke pasar. Ophirtus mencontohkan produk inovasi di tingkat ini contohnya adalah sepeda motor listrik Gesits, Kapal Pelat Datar, dan Katalis Merah Putih.
Katsinov 5 adalah kompetisi yang merupakan fase kematangan pasar, yaitu ketika tercapai suatu kesetimbangan (equillibrium) pasar. Terakhir adalah Katsinov 6 yaitu pindah (changeover) atau berhenti (closedown). Pada tahap ini ada penurunan pasar dan penetapan dua pilihan yaitu pindah dengan inovasi teknologi ulang, atau berhenti karena melihat inovasi telah usang atau memutuskan untuk keluar.
Pada acara sosialisasi ini, para peserta yang merupakan perwakilan dari Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIkti) akan menerima materi tentang organisasi dan tatalaksana pengukuran dan penetapan Katsinov, konsep dan design thinking Katsinov, pemahaman Bussiness Model Canvas (BMC), alat ukur Katsinov, pemahaman indikator dan cara pengukuran, serta praktek pengukuran Katsinov pada produk inovasi.