Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Riset dan Inovasi nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) menawarkan hidrogen berbasis nuklir sebagai energi alternatif pengganti energi fosil. Hal itu merupakan upaya Indonesia mencapai target Net-Zero Emission (NZE) pada 2060.
Kepala ORTN – BRIN, Rohadi Awaludin dalam forum dialog bertajuk “Energy Economy towards Carbon Neutrality-The Role of Nuclear Power” pada Selasa (13/6/2023) mengatakan produksi hidrogen menggunakan nuklir memiliki beberapa keunggulan, diantaranya mengurangi emisi gas rumah kaca untuk tujuan netralitas karbon.
“Hidrogen menjadi sumber energi baru yang sedang naik daun dan cukup menjanjikan. Hidrogen memiliki kepadatan energi yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk menghasilkan energi listrik dan panas tanpa adanya emisi karbon. High Temperature Gas-cooled Reactor atau HTGR memiliki potensi yang tinggi dalam produksi hidrogen karena keamanan, efisiensi dan stabilitas yang dimilikinya,” tutur Rohadi.
“Sumber energi berbasis nuklir memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat diandalkan, rendah karbon, dapat menghasilkan energi yang tahan lama serta emisi gas rumah kaca yang kecil. Sehingga mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim,” lanjutnya.
Rohadi juga menyampaikan bahwa teknologi nuklir diharapkan dapat berkontribusi dalam penyediaan energi listrik di Indonesia sebesar 5 hingga 7 GW di tahun 2049, dan 35 GW di tahun 2060.
Ia berharap dengan adanya forum dialog yang dilaksanakan oleh ORTN-BRIN bersama INET – Tsinghua University of China pada 13 hingga 16 Juni 2023 ini dapat meningkatkan kapasitas dan pengetahuan terkait teknolgi HTGR.
“Permintaan akan sumber energi yang bersih terus meningkat. Keterlibatan secara global atau kerja sama internasional perlu dilakukan. Indonesia dengan Tiongkok memiliki visi dan komitmen yang sama dalam menghadapi krisis iklim global dimana dunia terus memberikan perhatiannya. Kerja sama ini diperlukan agar bisa memenuhi target energi yang dicanangkan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,” tuturnya.
Perwakilan Kedutaan Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, Yi Fan Ping menuturkan bahwa Tiongkok siap membantu Indonesia dalam pengembangan teknologi nuklir. Indonesia dan Tiongkok telah melakukan kerja sama dalam hal teknologi ramah lingkungan, digital, pengembangan fasilitas, dan maritim.
“Kedua negara saat ini memiliki hubungan yang baik termasuk dalam teknologi maupun. komunitas peneliti. Hubungan bilateral kedua negara telah dibangun sejak lama, termasuk di masa presiden saat ini,” ujarnya.
Ping menyebutkan bahwa saat ini kedua negara terus mengembangkan kerja sama, salah satunya dalam hal sains dan teknologi.
“Indonesia-Tiongkok Joint laboratory dalam pengembangan HTGR semakin memantapkan hubungan. Kedubes Tiongkok juga akan selalu memfasilitasi dan membantu dalam hal implementasi, termasuk mengadakan seminar, workshop dan pertemuan kedua negara,” katanya.
Kebijakan dan Teknologi Produksi Hidrogen
Dalam forum dialog ini, Zhou Sheng selaku narasumber dari Institute of Energy Environment and Economy (3E) – Tsinghua University menyampaikan bahwa pemerintah Cina menyusun kebijakan transisi energi dalam rangka mencapai carbon neutrality pada tahun 2060. Pemerintah China memilih nuklir untuk mengatasi berbagai permasalahan energi domestiknya.
Sementara itu Direktur Energi Konservasi Kementerian – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gigih Udi Atmo menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia juga menyusun kebijakan transisi energi dalam rangka mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) akan masuk ke sistem pada tahun 2039 untuk menjaga kehandalan sistem, kemudian pada tahun 2060 direncanakan hingga 31 Gigawatt elektrik dari PLTN akan diproduksi.
Direktur Operasi pembangkit Gas dari PT PLN Nusantara Power, M. Yossi Noval A. menuturkan bahwa teknologi produksi hidrogen memiliki keunggulan yaitu bersih dan ramah lingkungan. Jika hidrogen diubah menjadi listrik hanya akan mengeluarkan air dan panas, sehingga tidak memancarkan gas rumah kaca dan tidak menimbulkan polusi di udara akibat debu.
Dalam kesempatan yang sama, narasumber dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Zaki Su’ud menuturkan bahwa produksi gas rumah kaca harus dikurangi secara signifikan, dalam hal ini PLTN generasi canggih dapat mengambil peran penting.
HTGR yang merupakan PLTN canggih generasi IV memiliki beberapa keunggulan, yaitu kemampuan keselamatan inheren untuk menghindari kecelakaan nuklir tipe Three Mile Island, Chernobyl, dan Fukushima, lebih ekonomis, kemampuan kogenerasi yang fleksibel, serta mendukung non-proliferasi.
Narasumber dari Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi (PRKKE) – BRIN, Abdul Hamid Budiman mengungkapkan bahwa riset dan pengembangan teknologi produksi hidrogen juga telah dilakukan di PRKEE – BRIN.
Beberapa riset hidrogen yang dilakukan diantaranya manufaktur teknologi fuel cell skala 100 watt hingga 1 kilowatt yang dibuat di lokal, produksi biohidrogen dari limbah kelapa sawit, pembuatan kendaraan hidrogen skala 1 kilowatt dan 2,5 kilowatt fuel cell dengan kontrol sistem lokal. (Sumber brin.go.id)