TechnologyIndonesia.id – Banjir yang melanda Demak dan Kudus, Jawa Tengah, belum lama ini menyebabkan adanya isu kemunculan Selat Muria yang telah hilang ratusan tahun lalu. Dulunya, Selat Muria memisahkan daratan utara Pulau Jawa dengan Pulau Muria.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Kebencanaan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eko Soebowo menegaskan bahwa secara proses geologi munculnya kembali Selat Muria membutuhkan waktu jutaan tahun.
“Apakah Selat Muria bisa terjadi lagi? secara proses geologi akan sangat lama, membutuhkan waktu jutaan tahun,” terang Eko dalam Media Lounge Discussion (Melodi) bertema “Fenomena Selat Muria, Mungkinkah Muncul Kembali?” di Media Lounge BRIN, Jakarta pada Kamis (28/03/2024).
Eko mengungkapkan bahwa eksploitasi besar-besaran di era kolonial Belanda telah menyebabkan terjadinya erosi yang membawa sedimentasi sehingga Selat Muria berubah menjadi daratan. Lambat laun, Pulau Jawa menyatu dengan Pulau Muria.
“Pada zaman kolonial Belanda, wilayah tersebut memiliki kualitas kayu yang sangat bagus, dieksploitasi besar-besaran. Akhirnya terjadi erosi yang membawa sedimentasi, sehingga Selat Muria tertutup karena proses sedimentasinya sangat tinggi,” ungkapnya.
Menurutnya, umur daratan yang tergolong baru akibat sedimentasi membuat tanah belum mengalami pemadatan yang sempurna sehingga menyebabkan bangunan menjadi mudah ambles.
Karena itu, ia mengingatkan agar masyarakat bijaksana dalam pengambilan air tanah. Jika dilakukan secara berlebihan, pengambilan air tanah bisa mempercepat penurunan muka tanah di kawasan Demak dan Kudus.
Eko berharap pemerintah daerah membuat regulasi yang tidak memperbolehkan pengambilan air tanah. Namun, pemerintah harus mengimbangi regulasi ini dengan menyediakan suplai air bersih ke rumah-rumah penduduk.
Selain itu, banjir di Demak beberapa waktu lalu yang terjadi karena cuaca ekstrem perlu upaya mitigasi. “Pemerintah bisa menanggulangi dengan membuat bendungan yang baik sehingga proses pendangkalan bisa diatasi,” ujar Eko.
Mitigasi Bencana Secara Efektif
Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, menyoroti pentingnya penelitian terkait isu munculnya kembali Selat Muria, yang dihubungkan dengan ancaman bencana alam seperti banjir besar di wilayah pesisir Demak.
Dalam penjelasannya, Adrin menegaskan bahwa perlu adanya pemahaman yang komprehensif terkait karakteristik sumber bahaya geologi untuk melakukan mitigasi bencana secara efektif.
“Isu munculnya Selat Muria ini perlu dilihat dari kejadian bencana banjir besar yang terjadi di wilayah pesisir Demak akibat faktor cuaca ekstrem dan juga kontribusi penurunan tanah. Untuk itu riset terkait aspek cuaca ekstrem, dan penurunan tanah sangat penting dilakukan di wilayah pesisir Demak,” ungkap Adrin.
Menurut Adrin, riset terkait aspek cuaca ekstrem dan penurunan tanah di wilayah pesisir Demak merupakan langkah penting untuk memahami dan mengurangi risiko bencana.
Tim periset dari LIPI sebelumnya telah melakukan riset pada tahun 2017-2019 yang mengungkapkan bahwa laju penurunan tanah di wilayah Kota Demak mencapai 2,4 – 2,5 cm/tahun, disebabkan oleh proses pemadatan alami dan penurunan muka air tanah.
Di sisi lain, Adrin menjelaskan bahwa fokus riset di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN terkait dengan empat jenis bencana geologi utama: gempa bumi, tsunami, gunungapi, dan gerakan tanah.
Ada lima fokus riset yang dijalankan, meliputi riset dan inovasi terkait bahaya gempa bumi, tsunami, gunung api, gerakan tanah, serta kajian risiko dan resiliensi bencana geologi.
Kegiatan riset dan inovasi yang dilakukan mencakup pemetaan dan pemodelan sumber bahaya geologi, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang komprehensif terkait karakter sumber bahaya geologi dan periode ulang kejadian.
Selain itu, fokus juga diberikan pada pengembangan teknologi pemantauan dan peringatan bahaya geologi, yang telah diimplementasikan di beberapa daerah risiko bencana geologi, seperti zona Sesar Lembang dan wilayah Selat Sunda.
Adrin menegaskan bahwa riset dan inovasi di bidang kebencanaan geologi merupakan langkah krusial dalam memitigasi risiko bencana secara efektif.
Dengan pemahaman yang mendalam terhadap karakteristik sumber bahaya geologi dan penerapan teknologi pemantauan yang tepat, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi ancaman bencana alam, termasuk potensi risiko di sekitar Selat Muria.
Menurutnya, mitigasi bencana itu memerlukan pengetahuan yang komprehensif mengenai karakteristik sumber bahaya geologi.
“Riset kebencanaan geologi yang dilakukan harus dapat menghasilkan informasi ilmiah terkait karakteristik sumber bahaya geologi dan kerentanan suatu wilayah terhadap risiko bencana dan juga teknologi pemantauan sumber bahaya yang murah untuk dapat mendukung upaya mitigasi bencana geologi secara efektif,” bebernya.
Penelitian dan inovasi yang terus dilakukan di Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat dari ancaman bencana alam di seluruh Indonesia.
Peneliti BRIN: Munculnya Kembali Selat Muria Butuh Proses Geologi Jutaan Tahun
