Peneliti BRIN dan Minpaku Jepang Ungkap Jejak Migrasi Manusia Purba di Wallacea

TechnologyIndonesia.id – Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan National Museum of Ethnology (Minpaku) Jepang mendiseminasikan temuan terbaru hasil riset bersama terkait migrasi manusia dan adaptasi maritim dari akhir zaman Pleistosen hingga awal zaman Holosen di Wallacea Barat.

Wallacea merupakan kawasan kepulauan di Indonesia bagian tengah yang dibatasi oleh selat-selat dalam. Kawasan ini meliputi Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor, Halmahera, Buru, Seram, dan banyak pulau-pulau kecil lainnya.

Peneliti dari Minpaku Jepang, Rintaro Ono mengungkapkan bahwa penelitian arkeologi yang ia lakukan di Sulawesi telah memberikan bukti penting mengenai perpindahan manusia dan pola eksploitasi sumber daya laut sejak puluhan ribu tahun lalu.

Dalam presentasinya, ia membahas migrasi manusia ke Sulawesi dan wilayah barat Wallacea pada masa Pleistosen Akhir. Penelitian yang dilakukan di Gua Topogaro, Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa manusia pertama tiba di wilayah tersebut sekitar 42.000 tahun lalu.

“Ekskavasi yang dimulai sejak 2016 sempat terhenti akibat pandemi Covid-19, tetapi dilanjutkan kembali pada tahun 2023,” jelasnya dalam webinar Sharing Session Human Migration and Maritime Adaptation from the Late Pleistocene to the Early Holocene in Western Wallacea di Jakarta, Kamis (20/02/2025).

“Penemuan artefak batu, tulang hewan, serta sisa-sisa makanan laut menjadi bukti penting tentang kehidupan awal manusia di wilayah ini,” imbuhnya.

Rintaro Ono juga mengungkapkan adaptasi maritim manusia pada masa Holosen. Perubahan lingkungan akibat kenaikan permukaan laut sekitar 10.000 tahun lalu mendorong manusia untuk beradaptasi dengan eksploitasi sumber daya laut yang lebih intensif.

Dalam ekskavasi yang dilakukan di beberapa lokasi, termasuk Gua Topogaro, ia menyebutkan telah ditemukan bukti peningkatan penggunaan teknologi alat batu serta peningkatan konsumsi makanan laut seperti ikan dan kerang.

“Hal ini menunjukkan bahwa manusia pada masa itu telah memiliki strategi bertahan hidup yang berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan,” tuturnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan jalur migrasi manusia ke Wallacea yang terbagi menjadi dua rute utama. Rute tersebut yaitu rute utara melalui Kalimantan, Sulawesi, hingga Maluku, serta rute selatan melalui Jawa, Bali, Flores, dan Timor menuju Australia.

Rintaro Ono kemudian menyampaikan ekskavasi di situs Liang Sarru, Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara yang dilakukan sejak 2004. Temuan ini mengindikasikan bahwa manusia telah melakukan pelayaran jarak jauh sejauh 100 kilometer dari Pulau Mindanao di Filipina ke Sulawesi sejak 30.000 tahun lalu.

“Ini menjadi bukti bahwa teknologi pelayaran dan navigasi telah berkembang lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya,” ujarnya.

Temuan terbaru dari penelitian ini masih dalam tahap analisis lebih lanjut dan belum dipublikasikan secara resmi. Ia berharap ekskavasi yang akan dilakukan selanjutnya dapat mengungkap lebih banyak bukti mengenai migrasi awal Homo Sapiens ke Sulawesi serta perkembangan teknologi maritim di Wallacea.

Guna memperdalam pemahaman tentang sejarah migrasi manusia di kawasan tersebut, ia juga mengajak peneliti lain untuk berkolaborasi dalam studi lebih lanjut.

Peneliti PR ALMBB BRIN, Syahruddin Mansyur mengungkapkan bahwa situs gua Topogaro di pesisir timur Sulawesi menyimpan jejak penting periode modern awal. Berdasarkan hasil penelitian, lapisan tanah bagian atas situs tersebut menunjukkan hasil sekitar abad ke-16 hingga ke-17, yang sesuai dengan periode modern awal dalam kajian Asia Tenggara.

“Salah satu temuan menarik dari situs ini adalah soronga atau wadah kubur, yang juga ditemukan di situs lain seperti Tokan Dindi dan sepanjang pesisir timur Sulawesi, termasuk Kolaka,” ungkapnya.

Namun, Syahruddin menyoroti ancaman yang dihadapi situs Gua Topogaro akibat aktivitas tambang yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi penelitian.

“Selain tambang besar seperti nikel, penambangan batuan di sekitar situs semakin mengancam kelestariannya. Upaya pelestarian telah dilakukan, termasuk penetapan Topogaro sebagai situs cagar budaya tingkat Kabupaten pada 2022 serta perencanaan pendirian museum oleh pemerintah setempat,” rincinya.

Disampaikannya pula hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pemahaman tentang migrasi manusia dan adaptasi maritim di kawasan Wallacea, sekaligus memperkuat upaya perlindungan terhadap situs bersejarah ini. (Sumber brin.go.id).

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author