Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Undang-Undang Nomer 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah disetuji DPR. Hak-hak nelayan tradisional mendapat perlindungan. Sementara dominasi investasi asing menjadi perhatian.
Persetujuan RUU ini dilakukan dalam Sidang Paripurna DPR, Rabu (18/12) seperti dilansir Kompas, pimpinan siding Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Dalam UU baru ini hak masyarakat adat terlindungi dalam memanfaatkan perairan dan pulau-pulau kecil.
Meski demikian, UU itu masih menyisakan pasal-pasal bermasalah yang terkait izin pemanfaatan dan upaya memfasilitasi investasi asing untuk mengusahakan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di Tanah Air. Revisi UU No. 27/2007 merupakan kelanjutan dari dibatalkannya ketentuan tentang hak pengusahaan perairan pesisir (HP3) dalam UU tersebut oleh Mahkama Konstitusi (MK) pada Juni 2011.
Pembatalan itu karena aturan hak tersebut, yang memberikan peluang bagi privatisasi sumber daya pesisir, dinilai MK mengakibatkan pengaplingan wilayah perairan dan hilangnya hak-hak masyarakat adat/tradisional yang bersifat turun-temurun.
Kepala Riset Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Suhana mengapresiasikan pengakuan negara terhadap eksistensi masyarakat adat dan nelayan tradisional dalam pemanfaatan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil. Meski demikian, ia menyoroti keberpihakan negara pada asing yang semakin kuat. Ini terlihat dengan munculnya pasal khusus terkait investasi asing. Ia mengigatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam membuka akses bagi asing agar tidak menguasai pulau-pulau kecil, khususnya di wilayah perbatasan. Albar/TI