Jakarta, Technology-Indonesia.com – Meteor atau biasa disebut bintang jatuh merupakan fenomena kenampakan dari lintasan saat benda antariksa melintas menuju atmosfer bumi.
Meteor disebabkan oleh orbit bumi yang beririsan dengan orbit benda antariksa lainnya seperti komet ataupun asteroid. Pada saat bumi melewati orbit benda langit, maka akan menghasilkan batuan yang jatuh ke atmosfer bumi. Meteor terjadi sewaktu-waktu dengan durasi dan intensitas serta jumlah yang tidak teratur.
“Hujan meteor merupakan fenomena yang bisa diprediksi dengan jumlah yang selalu teratur dan terjadi di bulan tertentu,” jelas Andi Pangerang Hasanuddin, Peneliti Pusat Riset Antariksa BRIN dikutip Technology-Indonesia.com dari laman brin.go.id pada Jumat (24/2/2023).
Andi menjelaskan bahwa hujan meteor tidak memiliki dampak negatif bagi masyarakat dan tidak mengakibatkan lapisan ozon menipis. Hal ini dikarenakan beberapa meteor akan habis terbakar oleh atmosfer bumi. Masyarakat dapat melihat fenomena indah ini tanpa khawatir dan cemas, karena hujan meteor cenderung aman dan tidak berbahaya.
Hujan meteor memiliki karakteristik, intensitas, waktu pengamatan dan konstelasi yang berbeda-beda, contohnya geminid dengan intensitas sekitar 100 meteor/jam diperkirakan akan terjadi pada Desember 2023.
“Yang paling dekat adalah meteor Lyrid yang diperkirakan akan terjadi pada 23 April 2023, dengan intensitas 25 meteor/jam dan dapat dilihat mulai pukul 10 malam di arah timur Indonesia,” terang Andi.
Agar dapat mengamati hujan meteor atau fenomena antariksa lainnya secara efektif, diperlukan cuaca yang cerah dan mendukung serta bebas dari tutupan awan. Bebas dari polusi cahaya atau gangguan cahaya buatan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
“Medan pandang bebas dari penghalang. Apabila ingin mengabadikan hujan meteor dibutuhkan kamera all sky yang diletakkan di arah zenith (arah atas) sehingga kamera akan merekam sampai malam selesai, baru bisa melihat meteor melintas,” ungkapnya.
Andi menjelaskan bahwa meteor yang dianggap berpotensi berbahaya, yaitu meteor yang memiliki ukuran lebih dari 140 meter dengan jarak perpotongan orbit minimal sekitar 5 juta kilometer.
“Hal ini perlu diwaspadai karena jika melintas dekat bumi dengan jarak kurang dari batas roche atau batas ketika benda langit berinteraksi dengan gravitasi bumi, jika jaraknya sama dengan batas roche, benda langit bisa hancur berkeping-keping dan membentuk cincin di bumi. Namun, jika jaraknya kurang dari batas roche, maka akan memungkinkan jatuh ke bumi,” ujar Andi.
Untuk memantau benda jatuh antariksa, masyarakat dapat mengakses laman orbit.brin.go.id. Melalui laman ini masyarakat dapat memperoleh informasi lengkap mengenai benda jatuh antariksa.
Misalnya, pemantauan benda jatuh secara realtime, yang akan diperbarui setiap 5 menit sekali dan untuk hasil pemantauannya diarsipkan setiap 1 jam sekali. Hasil analisis, hingga arsip mengenai benda jatuh antariksa di masa lampau.
Pada bagian pemantauan realtime, masyarakat dapat melihat detail benda jatuh antariksa, mulai dari nama, pemilik benda jatuhnya jika merupakan benda antariksa buatan, ketinggian, prediksi kapan jatuhnya, juga lintasan benda jatuh tersebut, dari peta dunia juga Indonesia.
Bagi astronom amatir juga dapat melihat data inklinasi juga jarak terjauh dan terdekat benda jatuh tersebut. (Ilustrasi pixabay.com/OpenClipart-Vectors)