TechnologyIndonesia.id – Teknologi satelit yang terus berkembang membawa manfaat besar bagi kehidupan manusia. Namun, teknologi satelit juga meningkatkan jumlah sampah luar angkasa yang berpotensi membahayakan keamanan antariksa.
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito menyampaikan, kebijakan nasional terkait antariksa harus disusun secara komprehensif dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, dan masyarakat.
“Adanya kebijakan dan peraturan yang jelas akan memberikan perlindungan, keamanan, dan keselamatan, serta mendukung perkembangan antariksa,” kata Mego, dalam Focus Group Discussion (FGD) secara hybrid, di Universitas Atmajaya, Rabu (14/8/2024).
Dia mengungkapkan satelit sangat bermanfaat bagi manusia, terutama dalam teknologi antariksa, meteorologi, penginderaan jauh, telekomunikasi, penyiaran, dan navigasi.
“Di BRIN, kami melakukan riset terkait penginderaan jauh untuk pemetaan, mitigasi bencana, pertanian, pengawasan laut, hingga pertahanan dan keamanan,” jelas Mego.
Shaanti Shamdani dari ASEAN International Advocacy and Consultancy (SAIAC) menjelaskan pentingnya FGD yang membahas kebijakan dan regulasi mitigasi sampah luar angkasa dari perspektif global dan nasional.
“Melalui FGD ini, kita akan membahas terkait kebijakan dan pembuatan peraturan mitigasi antariksa. Sampah luar angkasa merupakan isu yang sangat penting, tidak hanya bagi Indonesia tetapi seluruh dunia, karena tren peluncuran satelit yang semakin banyak di orbit bumi, serta adanya lalu lintas orbital yang bisa berdampak negatif jika tidak dimitigasi dengan benar,” ujar Shaanti.
Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging Mumpuni mengungkapkan, peningkatan jumlah sampah luar angkasa harus dihadapi dengan riset yang cepat dan kolaboratif.
“Indonesia harus meningkatkan kecepatannya dalam memahami antariksa, karena jika tidak, kita akan tertinggal. Saat ini, BRIN tengah mengembangkan Observatorium Timau yang dilengkapi dengan teleskop 3,8 meter untuk meningkatkan kewaspadaan dan kapasitas riset sampah antariksa,” ungkapnya.
Sungging menambahkan, observasi sampah antariksa sudah dimulai di Observatorium Timau, termasuk riset pengukuran fotometri untuk pemahaman yang lebih baik tentang kondisi sampah antariksa.
Dia juga berharap ini dapat menjadi pusat riset astronomi di masa depan dan memberikan manfaat besar bagi generasi penerus bangsa.
“Kolaborasi dan jaringan riset dengan berbagai pihak sangat diperlukan untuk mengatasi masalah dan tantangan antariksa di masa depan,” katanya.
Sementara Rektor Universitas Atmajaya Yuda Turana, juga menyoroti manfaat perkembangan teknologi satelit.
“Perkembangan satelit bermanfaat bagi komunikasi, perkiraan cuaca, riset ilmiah, dan banyak lagi. Namun, peningkatan misi luar angkasa juga menimbulkan tantangan baru. Kami berharap FGD ini bisa menciptakan kerja sama yang kuat dengan berbagai institusi untuk menjaga keamanan antariksa jangka panjang,” ujar Yuda. (Sumber brin.go.id)