TechnologyIndonesia.id – Observatorium Nasional Timau di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) akan selesai dibangun. Observatorium Timau kemungkinan dapat mulai beroperasi pada 2024. Banyak riset yang bisa dilakukan dengan teleskop yang akan terpasang di observatorium tersebut.
Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Emanuel Sungging Mumpuni menuturkan, tujuan awal observatorium ini adalah ingin membangun fasilitas yang bisa dirasakan anak bangsa terkait sains antariksa.
“Melalui observatorium ini, kita bisa mengurai dan memahami misteri cahaya yang datang dari langit,” katanya, pada Seminar Online ITERA, bertajuk ‘Observatorium Nasional Timau: Peluang dan Tantangan,’ Kamis (30/11/2023).
Setelah melalui kajian tertentu, Kupang terpilih untuk menempatkan teleskop 3,8 meter. Studi astronomi tidak akan lepas dari iklim, cuaca, dan lainnya.
Fungsi teropong adalah mengumpulkan cahaya dalam fokusnya dan membentuk citra. Jadi, 18 cermin yang dikumpulkan ini akan menghasilkan citra yang lebih baik.
“Program yang akan diusung diantaranya studi pada astrofisika, minat pada dinamika lingkungan antariksa pada sampah-sampah antariksa, cuaca antariksa, studi pada sistem kalender, penentuan waktu ibadah, dan antardisiplin yang lainnya,” urainya.
Teleskop Multipurpose
Teleskop yang dipasang di Observatorium Timau merupakan teropong multipurpose, bisa digunakan untuk banyak riset. Walau akan mengarah untuk astrofisika, tetapi juga dapat membuka studi-studi lainnya, serta berkontribusi pada upaya-upaya global terkait astronomi.
Disebutkannya, ada dua fasilitas instrumen utama yang disiapkan, yaitu dua fokus nasmyth, yang digunakan pada kamera citra optik, dan inframerah dekat, yaitu 3OPTIKA dan NIRKA.
Riset-riset yang dapat dikerjakan, yaitu terkait karakterisasi teleskop 380 cm. Diantaranya, bagaimana cermin segmented ini apakah fokus seragam memberi pembentukan citra terbaik, kontrol teleskop apakah sudah dikendalikan oleh komputer atau masih manual, bagaimana pergerakan, respon getaran, dan stabilitasnya.
“Selain itu, bagaimana peluang penelitian kendali mekatronika dan sistem teleskopnya, apakah robotik atau modern digital. Kemudian bagaimana pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data hasil pengamatannya, apakah sudah sesuai standar internasional, dan peluang penelitian manajemen data virtual observatory,” papar Emanuel.
Peluang pengamatan di daerah Timau, yaitu waktu ideal pada April hingga Oktober 2023, untuk mengamati arah pusat galaksi. Analisis data SQM dan Himawari 8 pada 2020-2021 dan 66 persen malam pengamatan setahun, 8 jam lebih per malam saat musim pengamatan. Pertanyaan risetnya adalah terkait evolusi bintang, bintang, dan fenomena ledakannya.
Emanuel menyampaikan, peluang dan tantangannya adalah bagaimana membangun wilayah yang lestari berkelanjutan (tata kelola ruang dan wilayah, perkembangan daerah urban, polusi cahaya dan radio), mempersiapkan generasi sekarang dan masa depan, dan berkontribusi pada riset global.
“Juga bagaimana membangun pusat kolaborasi riset sebagai inkubator riset terdepan multidisiplin, pengembangan fasilitas generasi kedua dimulai dari manusianya, riset studi pada arah pusat galaksi pada jendela optik dan NIR, membuka peluang multipanjang gelombang, dan riset instrumentasi dan inkubasi ide perkecambahan ilmu pengetahuan dan studi astronomi,” bebernya.
Lebih lanjut dijelaskannya terkait skema yang diberikan oleh BRIN untuk kolaborasi riset, pembiayaan untuk riset, postdoctoral, kolaborasi dengan perguruan tinggi atau Degree by Research (DBR), dan pelatihan yang bisa dilakukan bersama.
Ia berharap, pada 2024 BRIN dapat membangun kolaborasi dengan perguruan tinggi di Indonesia. Salah satunya dengan Institut Teknologi Sumatera (ITERA), program studi Sains Atmosfer dan Keplanetan. (Sumber brin.go.id)