Jakarta, Technology-Indonesia.com – Gerhana Bulan Penumbra terjadi ketika piringan purnama memasuki bayangan penumbra bumi. Fenomena Gerhana Bulan Penumbra bisa dilihat di wilayah Indonesia sekitar tengah malam pada 5-6 Mei 2023.
Rhorom Priyatikanto, peneliti Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan, bayangan Penumbra sendiri terbentuk ketika hanya sebagian cahaya Matahari terhalang Bumi.
Peristiwa ini merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan posisi Matahari, Bumi, dan Bulan. Fenomena ini hanya terjadi pada saat fase purnama dan dapat diprediksi sebelumnya. Penyebabnya adalah posisi Bulan, Bumi, dan Matahari yang hampir segaris. Tapi ketiganya tidak cukup segaris untuk menghasilkan Gerhana Bulan total.
“Semua wilayah Indonesia kebagian, fenomena Gerhana Bulan Penumbra ini bisa dilihat di wilayah Indonesia sekitar tengah malam, yang terjadi pada tanggal 5-6 Mei 2023. Gerhana mulai tanggal 5 Mei 2023 dari pukul 21.15 WIB dan selesai pukul 01.30 WIB keesokan harinya dan puncaknya pada 23.24 WIB,” jelasnya lebih lanjut.
Gerhana Bulan Penumbra terjadi ketika ada sebagian cahaya Matahari yang terhalang oleh Bumi, dengan kata lain Bulan masuk di bayangan penumbra Bumi. Saat Bulan memasuki penumbra, terangnya berkurang secara gradual.
Proses Gerhana Bulan Penumbra ini adalah posisi Bulan, Matahari, Bumi sejajar di mana Bulan hanya masuk ke bayangan penumbra Bumi. Akibatnya saat puncak gerhana terjadi Bulan akan terlihat lebih redup dari saat purnama.
“Perbedaan umbra dan penumbra pada gerhana Bulan yaitu bila ada bagian Bulan yang memasuki umbra, maka bagian tersebut tidak menerima cahaya Matahari, kecuali sebagian kecil yang terbiaskan oleh atmosfer Bumi dan sebaliknya, bagian yang masuk penumbra masih menerima cahaya Matahari,” tuturnya.
Selain fenomena Gerhana Bulan Penumbra tersebut, jika beruntung di saat yang bersamaan masyarakat juga dapat mengamati terjadinya Hujan Meteor Eta Aquariid yang biasa terjadi antara 19 April hingga 28 Mei.
“Hujan Meteor Eta Aquariid biasa terjadi ketika Bumi memasuki aliran meteoroid/debu sisa komet Halley yang melintas puluhan tahun silam. Meskipun terjadi bersamaan, kedua fenomena ini tidak saling berkaitan,” ujar Rhorom.
Mungkin banyak masyarakat yang bertanya apa keistimewaan Gerhana Bulan Penumbra ini di Indonesia. Fenomena ini tidak terlalu istimewa, tapi ini menjadi momen untuk validasi metode hisab.
“Masyarakat akan cukup sulit menyaksikan gerhana ini untuk dilihat tanpa bantuan kamera karena hanya berupa peredupan purnama. Maka gerhana ini tidak seperti gerhana sebagian atau total yang membuat Bulan tampak kemerahan,” jelasnya.
Untuk menyaksikan fenomena ini, masyarakat dapat mengecek kondisi cuaca lokal dan sempatkan memantau langit esok malam. Bagi masyarakat yang ingin mengabadikan fenomena ini, kamera digital akan memudahkan untuk melakukan dokumentasi, tutup Rhorom. (sumber: Brin.go.id, Ilustrasi : stellarium-web.org)