Jakarta, Technology-Indonesia.com – Produksi jagung nasional dalam periode 2014-2018 meningkat dari 19 juta ton menjadi 30,1 juta ton. Peningkatan tersebut terutama disebabkan peningkatan luas tanam dari 3,8 juta hektare (ha) menjadi 5,7 juta ha atau meningkat 50% dengan rata-rata 12,5% per tahun. Sementara, pada 2019 pemerintah menargetkan produksi jagung mencapai 33 juta ton dengan target ekspor 500 ribu ton.
Untuk menjamin tercapainya target tersebut secara berkesinambungan, pemanfaatan sumber daya lahan harus dilakukan secara optimal. Hal ini karena titik tumpu peningkatan produksi secara signifikan masih berada pada peningkatan luas tanam.
Salah satu lahan yang potensial untuk pengembangan jagung adalah lahan sela di antara tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, kelapa, dan karet. Di Indonesia, luas ketiga lahan perkebunan tersebut mencapai 19,5 juta ha. Dari luasan tersebut yang berpotensi untuk dapat di tanami jagung seluas 3, 2 juta ha yang merupakan lahan perkebunan dengan status tanam belum menghasilkan (TBM), dan tanaman tidak menghasikan/rusak atau lewat umur produktif (TTM). Lahan potensial tersebut diperkirakan baru sekitar 20% yang dimanfaatkan, karena itu masih ada peluang untuk memperluas areal tanam jagung di lahan itu.
Tanaman jagung tergolong tanaman C4 yang sensitif terhadap naungan. Namun hal ini dapat diatasi dengan menanam jagung toleran naungan yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) yaitu varietas jagung hibrida Jhana 1. Varietas jagung yang dilepas pada Maret 2019 ini berpotensi dapat menghasilkan 7,85 ton/ha pipilan kering, kadar air 15% dengan kondisi tanaman ternaungi kurang dari 50%.
Sistem tanam yang digunakan sebaiknya adalah sistem tanam ganda/doubel row pada lahan perkebunan yang intensitas cahayanya kurang dari 50%. Pada saat tanam, jarak tanam tanaman jagung diatur dengan jarak tanaman pokok. Tanaman sela ini dapat ditanam pada saat peremajaan atau pertanaman awal tanaman perkebunan.
Sedangkan untuk perawatan tanaman jagung dengan melakukan pemangkasan tanaman utama dan mengatur populasi tanaman jagung secara optimal. Sementara, masalah ketersediaan hara rendah dapat dilakukan dengan pemupukan yang berimbang tergantung ketersediaan hara tanah.
Pemanfaatan lahan sela di antara perkebunan ini disamping menambah pendapatan dari tanaman jagung, juga dapat meningkatkan produksi hasil tanaman utama karena adanya pengelolaan tanaman sela berupa penyiangan atau pengemburan, residu pupuk yang diberikan pada tanaman jagung, serta adanya biomassa yang dapat dijadikan pupuk organik ataupun pakan untuk diintegrasikan dengan ternak.(Syafrudin/Uje/RTPH)