Sukun Sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif

Technology-Indonesia.com – Indonesia memiliki keanekaragaman sumber karbohidrat yang melimpah. Salah satunya sukun yang tumbuh hampir di semua pulau di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan Maluku.

Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dwinita Wikan Utami mengatakan bahwa sukun memiliki variasi keragaman nutrisi sehingga sangat berpotensi sebagai pangan alternatif untuk membantu kecukupan pemenuhan nutrisi pangan masyarakat.

“Konservasi keanekaragaman sukun penting dilakukan, demi mempertahankan variasi pertama khusus varietas sangat berpotensi untuk pangan alternatif,” kata Dwinita dalam webinar HortiES Talk #15 bertema “Pengelolaan Sukun sebagai Bahan Pangan Pokok Alternatif dan Substitusi Impor”, pada Rabu (25/10/2023).

Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan ORPP BRIN, Marietje Pesireron memaparkan bahwa sukun merupakan salah satu tanaman buah potensial di Indonesia yang tinggi karbohidrat dan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti beras.

“Selain itu kandungan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat, abu dan lain-lain sangat baik untuk kesehatan. Sukun memiliki keragaman morfologi dan genetik yang luas dan belum tergali dengan baik,” tutur Marietje.

Indonesia merupakan pusat keragaman sukun (breadfruit) di dunia. Pusat asal tanaman ini berada di kepulauan Pasifik. Kelompok spesiesnya diperkirakan tumbuh secara alami di Maluku, Papua Nugini dan Filipina.

Marietje menjelaskan bahwa sukun yang masuk ke pulau Jawa asalnya dari Maluku sekitar tahun 1820 dan telah menyebar tumbuh dengan baik di hampir seluruh daerah tropis di seluruh dunia.

“Jumlah Varietas sukun yang baru dilepas di Indonesia yaitu varietas Sukun Manis dari Cilacap, Sukun Bangsyamlan dari NTB, Sukun Duri dari Pulau Seribu, Sukun Padaidi, Toddopuli dari Bone Sulawesi Selatan, Sukun Iriana dari Papua dan Sukun Tengah-Tengah dari Maluku,” ucapnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa buah sukun dikenal potensinya untuk mengurangi kelaparan. Selain itu ditemukan dalam kulit batang, cabang, daun dan buah positif mengandung senyawa saponin.

Saponin merupakan senyawa bioaktif yang mempunyai peranan sebagai antimikroba, antijamur, sitotoksik, antikanker, ajuvan, vaksin, antiinflamasi, imunostimulan, hipokolesterolemik, antioksidan dan memiliki aktivitas hepatoprotektif.

Menurut Marietje untuk melestarikan plasma nutfah sumber daya genetik dan spesies sukun dengan mengidentifikasi jarak genetik, keragaman intraspesifik dan pengembangan secara insitu maupun eksitu.

Erosi genetik dari tanaman yang diperbanyak secara klonal termasuk sukun merupakan masalah serius di Kepulauan Pasifik. Meskipun merupakan tanaman pokok yang penting, budidaya dan penggunaan sukun terus menurun.

Ada banyak variasi varietas lokal atau ras sukun meliputi warna daging, nilai gizi dan sifat agronomis yang mungkin mengandung alel penting yang mengontrol toleransi terhadap cekaman abiotik tertentu seperti kekeringan.

Selain itu keuntungan pengembangan varietas lokal mudah diadopsi oleh petani dan disukai oleh masyarakat setempat, petani dan konsumen. Karena itu, konservasi keanekaragaman sukun menjadi sangat penting karena secara langsung dimanfaatkan masyarakat untuk pangan, papan, lingkungan dan ekonomi.

Pada kesempatan tersebut, Dosen Universitas Pattimura, Febby Polnaya menjelaskan proses pengolahan sukun yang terdiri dari metode tradisional dan modern. Secara tradisional, pengeringan dilakukan menggunakan sinar matahari untuk mendapatkan sukun kering.

Sukun juga diolah dalam bentuk goreng, rebus atau dengan menghancurkan menjadi tepung. Fermentasi umum dilakukan untuk mendapatkan sukun yang lebih baik.

Menurut Febby, metode yang lebih modern yaitu menggunakan microwave. Waktu yang dibutuhkan relatif singkat 40 detik, tetapi energi radiasi yang digunakan lumayan tinggi 2450 Hz.

Pengolahan dengan metode tradisional ternyata dapat meningkatkan sifat-sifat sensori daging buah sukun dan menurunkan senyawa anti nutrisi buah sukun. Sebelum dikeringkan di bawah sinar matahari, sukun biasanya dipotong berbentuk dadu sehingga pengeringan dapat berlangsung baik atau direbus dulu.

Febby menjelaskan bahwa pengeringan matahari bertujuan menghentikan fermentasi dan pertumbuhan bakteri dan jamur. Proses pengeringan dapat meningkatkan umur simpan selama tiga tahun.

Produk sukun dalam bentuk tepung merupakan produk pangan setengah jadi, lebih tahan disimpan, mudah dicampur ketika diolah. Tepung sukun dapat diperkaya dengan zat-zat gizi tambahan, lebih mudah dibentuk dan dicampur dengan bahan pangan lainnya.

Untuk pengeringan oven, didapatkan tepung sukun dengan sifat kimia, nutrisi dan fungsional yang lebih baik dibandingkan dengan pengeringan matahari. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat hanya beberapa jam dengan suhu yang lebih terkontrol 40°- 60°C.

“Sukun dapat dikeringkan dengan pengering tingkat lanjut seperti pengeringan beku, pengeringan vakum, pengeringan semprot, pengeringan drum, dan microwave. Tetapi teknologi-teknologi ini relatif lebih mahal jika dibandingkan menggunakan cabinet dryer,” sebut Febby. (Sumber brin.go.id, foto: pixabay.com/ignartonosbg)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author