Jakarta, Technology-Indonesia.com – Proses penyulingan sereh wangi menghasilkan limbah dengan volumenya sangat banyak. Penyulingan satu ton bahan sereh segar menghasilkan limbah daun sereh kering dan air sebanyak 99,5%. Limbah ini berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
Permasalahan tersebut juga dialami oleh pelaku UMKM pengolahan sereh wangi di Kelurahan Pagerharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Karena itu perlu teknologi penanganan dan pemanfaatan dari limbah sereh wangi, salah satunya untuk produksi pupuk organik
Melihat permasalahan tersebut, Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi Kementerian/Lembaga, Masyarakat dan UMKM, Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Fasilitasi Usaha Mikro Berbasis Iptek (FUMI) melakukan pendampingan terhadap pelaku UMKM di Kelurahan Pagerharjo.
Sri Hardani, perwakilan BUMDES Kulon Progo mengapresiasi kegiatan pendampingan yang dilakukan BRIN melalui program FUMI. Ia berharap berbagai sumber daya yang ada di Kulon Progo terutama sereh wangi bisa bisa termanfaatkan dan memiliki nilai tambah.
“Kami sebagai lembaga usaha desa bercita-cita bagaimana bisa mendampingi para petani untuk memanfaatkan limbah-limbah sereh wangi menjadi sesuatu yang bernilai guna,” tutur Sri saat menyambut tim FUMI BRIN pada 12 April 2023.
Sri juga berharap Kegiatan dari BRIN akan berkelanjutan tidak hanya pada output namun hingga menghasilkan outcome. Saat ini, harga minyak sereh sedang turun, karena itu harus ada sisi lain yang bisa termanfaatkan.
“Kami berharap pendampingan BRIN tidak hanya pengolahan limbah saja. Pagerharjo merupakan salah satu penyangga otoritas Borobudur, bagaimana kalau sereh ini bisa menjadi spa sehingga menjadi daya tarik tersendiri,” harap Sri.
Juliadri, Analis Pemanfaatan Iptek Muda DPRI BRIN menyampaikan akan menindaklanjuti masukan dari BUMDES Kulon Progo.
“Program FUMI ini Insya Allah akan terus berlanjut. Kami sebagai yang menjalankan program ini akan berusaha semaksimal mungkin dan memiliki target tahun ini harus mencapai 200 mitra UMKM yang kita bina,” tutur Juliadri
Tujuan dari Pelatihan (Coaching Clinic) Pemanfaatan Limbah Sereh Wangi untuk Produksi Pupuk Organik untuk mengakselerasi pemanfaatan dan diseminasi hasil riset dan inovasi pada Usaha Mikro dan Mendorong peningkatan produktivitas, nilai tambah, mutu/kualitas, serta daya saing produk berbasis riset dan inovasi.
Untuk perisetnya mempermudah periset menemukan tema riset yang sesuai dengan kebutuhan riil Usaha Mikro Sarana untuk evaluasi dan penyempurnaan hasil riset.
Pada kesempatan tersebut, Periset Pusat Riset Mikrobiologi Terapan BRIN, Bambang Sukmadi menyampaikan materi berjudul “Pemanfaatan Limbah Sereh Wangi Untuk Produksi Pupuk Organik”. Menurutnya, permasalahan limbah sereh wangi harus ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
“Ada teknologi untuk mengolah limbah sereh wangi, salah satunya sebagai pupuk organik maupun pakan ternak. Kalau bisa diuraikan menjadi pupuk organik, nilai jualnya menjadi lumayan. Petani sereh wangi bisa memanfaatkan pupuk organik tersebut sehingga tidak perlu membeli pupuk urea atau NPK yang harganya mahal,” terangnya.
Bambang menjelaskan, sebelumnya tim FUMI sudah melakukan survei lokasi dan pengambilan sampel limbah sereh wangi di Pagerharjo.
“Sampel yang diambil sudah diisolasi mikrobanya. Selanjutnya dimurnikan menjadi isolat murni dan diuji untuk menguraikan selulosa. Limbah sereh wangi memiliki banyak selulosa. Ternyata ada yang efektif sehingga ditumbuhkan dan diproduksi,” jelasnya.
Pupuk merupakan bahan-bahan yang diberikan pada tanah dan tanaman untuk menyediakan unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Saat ini pupuk yang banyak digunakan adalah pupuk anorganik (kimia).
“Penggunaan pupuk kimia dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Salah satu alternatif penyediaan pupuk adalah dengan memproduksi pupuk organik dan pupuk hayati, dalam bentuk padat atau cair dengan menggunakan bahan baku lokal,” urai Bambang.
Pupuk organik merupakan senyawa organik hasil penguraian dari bahan-bahan organik oleh mikroorganisme, mengandung unsur-unsur hara yang mudah diserap oleh tanaman untuk tumbuh dan berkembang.
Pupuk organik kandungan unsur haranya lengkap baik unsur makro (C organik, N, P, K, Mg, dan Ca) maupun mikro (S, Fe, Mn, Zn, Cu, B, dan lain-lain) namun konsentrasinya relatif kecil. “Karena itu saat pembuatannya harus mencari bahan lain untuk memperkaya unsur N,P,K dan unsur mikronya dengan menambah daun kacang-kacangan, tepung kedelai, dan lain-lain,” imbuh Bambang.
Manfaat pupuk organik diantaranya untuk memperbaiki struktur tanah; meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman; menguraikan sisa-sisa zat organik menjadi nutrisi untuk tanaman; mempercepat pertumbuhan akar, batang dan daun; memperbaiki kondisi tanah; meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit; serta tidak meninggalkan residu yang dapat mencemari lingkungan.
Proses pembuatan pupuk organik cukup sederhana dapat diproduksi sendiri baik pada skala kecil maupun skala industri. Bahan baku lokal yang bisa digunakan untuk produksi pupuk organik diantaranya limbah pertanian, limbah peternakan, limbah perkebunan, limbah pabrik, sampah rumah tangga, sampah pasar, dan lain-lain.
Untuk pembutan pupuk organik padat bahan yang diperlukan antara lain limbah daun sereh wangi, kotoran hewan, abu kayu/ abu sekam, guano fosfat, kapur dolomit, molases, air dan mikroba dekomposer.
Peralatan yang diperlukan yaitu pencacah, cangkul, sekop, gembor, paralon/ cerobong bambu, plastik penutup, dan ayakan. Pembuatan pupuk organik bisa dilakukan di rumah kompos (terdapat bak atau lubang untuk pengomposan) atau dalam komposter.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan pupuk organik diantaranya komposisi bahan baku (kandungan KH, protein, dan ratio C/N), kondisi proses (kadar air, suhu, pH, oksigen), dan mikroorganisme (bakteri, jamur, actinomycetes, dan yeast).
Bambang menyampaikan, untuk mempercepat proses pengomposan, bahan-bahan organik perlu dipotong atau dicacah menjadi ukuran 2 – 10 cm. Proses pengomposan dipercepat dengan penambahan mikroba dekomposer (Decomic). Ciri-ciri kompos yang sudah jadi adalah berwarna coklat kehitaman, tidak berbau busuk, dan suhunya tidak panas lagi.
Secara rinci, Bambang menyampaikan tahapan pembuatan pupuk organik berbahan limbah sereh wangi. Pertama, larutkan molase/gula pasir dalam air, lalu ditambah formulasi mikroba dekomposer (Decomic) dan diaduk hingga rata.
Buat gundukan cacahan daun sereh wangi pada tempat pembuatan kompos dengan ketebalan sekitar 25 cm. Taburkan bahan-bahan kompos yang lain (kotoran hewan, abu sekam dan kapur) secara merata di atas permukaan daun sereh wangi dengan ketebalan kurang lebih 5 cm. Siram tumpukan bahan tersebut dengan larutan gula dan Decomic.
Pasang cerobong bambu atau paralon tegak lurus di tengah tumpukan bahan-bahan tersebut. Buat lagi lapisan di atas gundukan yang telah dibuat hingga terbentuk 5 lapisan dengan tinggi + 1.5 m. Seluruh permukaan tumpukan bahan-bahan tersebut ditutup dengan plastik.
Setiap satu minggu tumpukan bahan dibalik dan jika gundukan terlalu kering semprotkan air secukupnya. Setelah selesai pembalikan tumpukan bahan ditutup lagi dengan plastik. Setelah 4 minggu kompos/pupuk organik telah jadi.
Kompos dikeringkan terlebih dahulu dengan cara diangin-anginkan dalam ruangan yang teduh. Setelah kering kemudian diayak, siap diaplikasikan pada tanaman atau dicetak dalam bentuk granul/pelet.
Bambang menyampaikan bahwa teknologi produksi pupuk organik cukup sederhana, dapat diterapkan di masyarakat/unit usaha/kelompok tani untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam budidaya pertanian.