Wujudkan Ekosistem Bisnis Bahan Pangan di Pedesaan, AIPI Gelar Seminar Nasional SINTHESA IPB

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Masyarakat desa sebagai produsen produk bahan pangan umumnya sangat terpengaruhi oleh cengkeraman tengkulak. Sebagai produsen bahan pangan skala kecil menjadikan mereka tidak berdaulat dalam hampir semua aspek kehidupan. Rata-rata mereka pasrah dengan apa yang diterimanya dan sulit berkembang.

Sebagai upaya untuk mengubah kondisi tersebut, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Sistem Integrasi Horizontal Ekonomi Desa untuk Industri Pangan Bangsa (SINTHESA IPB)” di Jakarta pada Kamis (6/7/2023). Seminar ini digelar AIPI bekerjasama dengan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) IPB, Solidaritas Alumni SPR Indonesia (SASPRI) dan Yayasan Karya Bakti Bumi Indonesia (YKBBI).

Ketua AIPI, Prof. Daniel Murdiyarso dalam sambutannya menyampaikan bahwa AIPI merupakan tempat untuk mendorong budaya ilmiah sehingga tidak ada kesenjangan antara kelompok ilmuwan dengan masyarakat.

“Inilah manfaat atau peran utama yang harus dimainkan oleh AIPI sehingga masyarakat tidak merasa jauh dari dunia ilmu pengetahuan, bahkan akan selalu merindukan adanya campur tangan ilmu pengetahuan di dalam masalah sehari-hari,” tuturnya.

Menurut Prof. Daniel, SINTHESA IPB yang diwarnai dengan pengetahuan dan dasar-dasar ilmiah merupakan langkah tepat yang bisa diambil oleh IPB dan AIPI untuk berbagi dengan masyarakat pedesaan.

Seminar nasiona ini bertujuan menggali pemikiran dari banyak pemangku kepentingan untuk mewujudkan ekosistem bisnis bahan pangan di pedesaan dalam rangka tercapainya kedaulatan pangan bangsa Indonesia yang dimulai dari desa melalui SINTHESA IPB.

“Kita bisa membantu menolong dan mendorong mereka menuju satu aktivitas produktif yang didasari dengan ilmu pengetahuan dan tidak berproses terlalu lama. Aspek percepatan ini kita coba dorong agar kita bisa mengakselerasi ketinggalan-ketinggalan yang telah terjadi selama masa pandemi,” kata Prof. Daniel.

Wakil Rektor 3 IPB, Prof. Dr. Ernan Rustiadi menyampaikan inovasi penting yang dihadirkan Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) IPB adalah Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) yang digagas oleh Prof. Muladno. SPR-1111 IPB diinisisasi sejak 2013 dan telah dilaksanakan di 73 komunitas di berbagai wilayah di Indonesia.

Dengan sistem yang semakin matang, Menurut Prof. Ernan, sampai hari ini ada dua universitas yang mengadopsi konsep SPR-1111 IPB yaitu yaitu Universitas Islam Kadiri dan Universitas Tadulako. Selanjutnya, ada lima perguruan tinggi lain yang tertarik untuk mengadopsi SPR-1111.

Saat ini telah terbentuk 22 perkumpulan Solidaritas Alumni Sekolah Peternakan Rakyat Indonesia (SASPRI-1111) yang tersebar di 11 kabupaten di Indonesia. Melalui model pendekatan yang sama, dibentuklah Sekolah Pertanian Rakyat (SPR-0301) dengan harapan akan terlahir komunitas petani yang terkonsolidasi dalam wadah SASPRI-0301.

“Konsep baru bertajuk SINTHESA IPB merupakan lanjutan dari SPR yang dikenalkan dalam seminar nasional ini. Melalui seminar ini, kami berharap pemikiran dari pemangku kepentingan di bidang peternakan dapat memberikan penyempurnaan sebelum dikembangkan di masyarakat,” tutur Prof. Ernan.

Ketua PSP3-IPB, Prof. Muladno menyampaikan peternak maupun petani dan nelayan di Indonesia umumnya menjual produknya secara individual ke para pengepul yang selanjutnya ke konsumen. Akhirnya yang mendapatkan keuntungan besar adalah para pengepul.

Karena itu, Prof. Muladno ingin mengajak para peternak dan petani untuk berbisnis kolektif berjamaah dengan didukung oleh alumni SPR atau SASPRI. BUMDes juga diharapkan mengalokasikan Dana Desa untuk bisnis produktif. Jadi bisnis kolektif berjamaah dilaksanakan melalui SASPRI-1111, SASPRI-0301 dan BUMDes.

“Tiga organisasi desa itu akan berhasil jika didampingi perguruan tinggi yang punya ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemerintah kabupaten yang memiliki otoritas dan fasilitas,” tuturnya.

Lebih lanjut Prof. Muladno menyampaikan SPR mengajari peternak kecil yang menguasai 90% ternak di Indonesia dengan tingkat pendidikannya mayoritas SMP agar mengerti bisnis, organisasi dan lain-lain. Mereka dididik selama 9 bulan dengan pendekatan hati, bukan pendekatan proyek.

“Para peternak selama 9 bulan 10 hari dikasih ilmu supaya setelah lulus dari SPR bisa kuat dan berpikir menjadi pengusaha kolektif berjamaah,” imbuhnya.

Setelah lulus mereka diberi sertifikat Natalia atau sertifikat baru lahir yang dikelola oleh SASPRI, kumpulan orang-orang yang mengurusi alumni SPR IPB agar bisa berkembang. Setiap dua tahun juga dilaksanakan sertifikasi hingga bisa menjadi mandiri.

Ketua Dewan Pembina Yayasan Karya Bakti Bumi Indonesia (YKBBI), Drs. Sokhiatulo Laoli, M.M. menyampaikan bahwa YKBBI merupakan mitra utama dari Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) yang beranggotakan 233 bupati dan walikota.

Sokhiatulo Laoli mengatakan bahwa YKBBI dan ASPEKSINDO menyambut baik program SPR dan SINTHESA IPB. Ia berharap kemitraan antar lembaga bisa menjadi langkah strategis untuk memajukan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia. Ia juga berharap SPR bisa menjawab masalah pemberdayaan peternak, petani, dan nelayan.

Sokhiatulo Laoli menyampaikan pentingnya kolaborasi dengan pemerintah daerah serta meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para peternak dan petani. “Dengan meningkatkan keterampilan petani dan peternak, mereka dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka dalam menghadapi tantangan yang mungkin muncul di masa depan,” imbuhnya.

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah perlindungan terhadap risiko yang merupakan bagian penting dari kesejahteraan petani dan peternak. Membangun sistem perlindungan yang memadai dapat membantu mengurangi dampak dari risiko-risiko seperti perubahan iklim, bencana alam, fluktuasi harga dan lain-lain.

“Tak kalah pentingnya, ada kebutuhan untuk memastikan adanya pasar yang adil dan berkelanjutan bagi produk-produk petani dan peternak, serta memperkuat pasokan pangan dan mempromosikan hasil-hasil pertanian,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author