TechnologyIndonesia.id – Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai salah satu wilayah dengan potensi peternakan yang besar di Indonesia. Namun, kondisi agroklimat NTT yang cenderung kering dan curah hujan tidak merata menyebabkan kendala ketersediaan pakan hijauan berkualitas untuk hewan ternak.
Peneliti Ahli Utama, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan bahwa rendahnya ketersediaan hijauan menyebabkan tiga masalah utama yaitu kematian pedet lebih dari 30 persen, interval kelahiran panjang, dan bobot harian rendah.
Solusi tersebut bisa diatasi melalui pemanfaatan legum pohon seperti Lamtoro Tarramba yang tahan kekeringan dan menghasilkan hijauan sepanjang tahun. Sistem tanamnya fleksibel, bisa monokultur, tumpangsari dengan rumput atau pangan, maupun alley cropping.
Legum herba seperti Clitoria ternatea dan Centrosema pascuorum juga potensial ditanam bergilir dengan jagung atau padi sekaligus menjaga kesuburan tanah.
Teknologi pemangkasan terbukti efektif meningkatkan produksi. Pemangkasan Lamtoro Tarramba setiap dua hingga tiga bulan di musim hujan, atau tiga hingga empat bulan di musim kemarau, mampu menghasilkan 11–15 ton bahan kering per hektare per tahun.
Kapasitasnya bisa menampung hingga enam ekor sapi, jauh lebih tinggi dibanding padang penggembalaan alami yang hanya cukup untuk dua hingga tiga ekor.
Selain hijauan segar, pengawetan menjadi kunci ketahanan pakan. Jacob memaparkan berbagai bentuk pengawetan mulai dari hay, silase, pellet, cubes, wafer, hingga biskuit pakan dengan kadar protein 16–23 persen.
“Pengawetan menjamin pasokan berkelanjutan sekaligus memudahkan transportasi dan pemberian suplemen bagi ternak,” jelas Prof Jacob dalam Webinar Risnov Ternak Seri #7 bertema “Inovasi Penyediaan Hijauan di Lahan Kering Iklim Kering untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Wilayah Timur Indonesia”, pada Rabu (17/9/2025).
Pakan berbasis legum mampu menekan kematian pedet hingga di bawah 4 persen, memperpendek jarak beranak menjadi sekitar 12 bulan, serta meningkatkan pertambahan bobot harian sapi Bali dari 0,2–0,3 kg per ekor per hari menjadi 0,5–0,8 kg. Bahkan, sapi Sumba Ongole bisa mencapai 1,2 kg per ekor per hari.
Jacob juga mendorong pemanfaatan legum lokal maupun introduksi yang sudah beradaptasi di NTT, sekaligus mengingatkan pentingnya pengendalian invasi Acacia nilotica yang merusak padang penggembalaan.
“Bagi petani kecil, ketersediaan pakan berkualitas, pengelolaan berbasis sumber daya lokal, serta pengawetan pakan untuk musim paceklik adalah fondasi utama peternakan sapi potong berkelanjutan,” tegasnya.
Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN, Yudhistira Nugraha menegaskan bahwa kualitas pakan adalah kunci keberhasilan produksi ternak ruminansia.
“Tantangan utama di NTT adalah kondisi agroklimat yang kering dengan curah hujan tidak merata, serta tanah yang cenderung basa sehingga mikronutrien penting bagi tanaman pakan berkurang,” jelasnya.
Yudhi juga menyebutkan alih fungsi lahan dan invasi spesies tanaman yang mengurangi area pakan ternak menjadi penyebab lain ketersediaan pakan hijau berkualitas. Dampaknya terlihat nyata: tingginya kematian pedet, jarak kelahiran yang panjang, hingga pertambahan bobot badan harian sapi yang rendah.
Karena itu, Yudhistira menekankan perlunya inovasi varietas tanaman pakan yang tahan kekeringan serta teknologi pengawetan pakan. “Budidaya pakan harus efisien menghasilkan biomassa, sementara silase dan teknik pengawetan lain penting menjaga keberlanjutan pasokan,” katanya.
Kepala Pusat Riset Peternakan BRIN, Santoso menyebut keterbatasan hijauan sepanjang tahun sebagai masalah mendasar di daerah kering. Menurutnya, inovasi riset menjadi kunci menghadapi persoalan tersebut.
“Pengembangan tanaman pakan ternak toleran kekeringan, teknologi budidaya efisien sesuai kondisi lokal, serta pengawetan pakan seperti silase, hay, dan fermentasi air adalah langkah penting,” ujarnya.
Santoso menekankan pentingnya integrasi inovasi dengan kearifan lokal agar bisa diterima peternak. Dengan pendekatan berbasis kebutuhan lapangan, riset diharapkan mampu menekan kematian ternak, mempercepat kelahiran, serta meningkatkan kualitas sapi potong di wilayah kering. (Sumber: brin.go.id)
Inovasi Pakan Ternak Berkualitas Dongkrak Produktivitas Sapi Perah di Lahan Kering
