Yumina-Bumina Mendongkrak Ketahanan Pangan

Budidaya Yumina-Bumina merupakan pengembangan dari teknologi akuaponik, yaitu sistem budidaya yang mengusung prinsip hemat lahan dan air dengan memadukan budidaya ikan (akuakultur) dengan budidaya tanaman tanpa tanah (hidroponik). Pemerintah dapat merespon budidaya Yumina-Bumina menjadi program nasional untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.

Teknologi tepat guna Yumina (sayur-mina/ikan) dan Bumina (buah-mina/ikan) mudah diaplikasikan di berbagai kondisi, hemat air, hemat lahan, mudah pemeliharaan, serta memberi nilai tambah yang tinggi. Penamaan Yumina-Bumina diperkenalkan pertama kali oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) pada pertemuan FAO di Roma tahun 2014.

Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Kebijakan Publik, Achmad Poernomo, mengatakan jika program Yumina-Bumina dikembangkan secara masif di seluruh rumah tangga, maka Indonesia akan terbebas dengan krisis pangan. “Teknologi tersebut sangat mudah dalam aplikasinya di lapangan. Pengunaan lahannya sangat efektif, namun hasil panennya memberikan jaminan pemasukan yang sangat besar bagi setiap keluarga di pedesaan,” tegas  Acmad Poernomo pada Technical Workshop Advancing Aquaponics di Bogor, Senin (23/11).

Workshop yang diselenggarakan oleh Balitbang KP bekerjasama dengan Food Agricultural Organization (FAO) ini diikuti oleh peserta dari 15 negara. Workshop bertujuan memberikan pemahaman tentang teknik budidaya YuminaBumina. Setelah mengikuti workshop, diharapkan para peserta dapat mengaplikasikan serta menyebarkan teknologi YuminaBumina di negaranya.

Menurut Achmad Poernomo, Yumina-Bumina dapat dikembangkan dengan potensi lokal setempat. Seperti di wilayah Jawa Barat, potensi tanaman sayur mayurnya bisa berupa tomat, cabai, wortel, serta tanaman sayur lainnya. Budidaya perikanan yang dapat dikembangkan adalah ikan lele, nila, dan ikan mas.

“Keistimewaan konsep teknologi Yumina-Bumina ini, dalam satu lokasi yang sempit sekali pun bisa melakukan budidaya pertanian sayur mayur dan perikanan. Teknologi ini lebih ramah lingkungan, hemat pengunaan air dan energi. Residu hasil pertanian sayur mayur dapat dimanfaatkan atau dialirkan ke kolam ikan dan tidak terbuang ke saluran umum,” ujar Achmad Poernomo.

Achmad Poernomo menegaskan, kerawanan pangan dunia sangat mengkawatirkan. Pada 2013, populasi manusia di dunia mencapai 7,2 milyar. Diperkirakan pada 2050 mencapai 9,6 milyar. Sementara, prakiraan kecukupan pangan hanya bisa memenuhi 7,5 milyar jiwa saja.

Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat, pada 2010 sekitar 800 juta jiwa di dunia mengalami kekurangan pangan. Dari data tersebut, sebanyak 500 juta jiwa hidup di wilayah Asia, termasuk Indonesia. “Oleh sebab itu implementasi Yumina-Bumina harus dapat digencarkan secara masif ke seluruh Indonesia dengan membudidayakan potensi lokal setempat,” lanjut Achmad.

Fishery resources officer (Aquaculture) GFCM-CAQ Technical Secretary Inland Water Resources and Aquaculture, Service fishery Resources Division Fishery Department, Food and Agriculture Organization (FAO), Alessandro Lovatelli mengatakan, program Aquanik di Indonesia berhasil dibandingkan dengan negara lainnya. Program ini bisa dijadikan model usaha jutaan rumah tangga di Indonesia, agar dapat meningkatkan ketahanan pangan lokal dan dunia. “FAO berharap Indonesia menjadi pionir untuk program tersebut. Indonesia bisa memberikan bantuan teknis kepada negara lain yang akan mengembangkan Yumina Bumina ini,” ujar Alessandro.

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, Anang Hari Kristanto mengatakan proyek percontohan yang dilakukan BPPAT tersebar di 15 titik. Salah satunya di desa Palasari, Bogor. Awalnya masyarakat berbudidaya dua kolam pada 2014. Saat ini sudah lebih dari 30 kolam dikembangkan masyarakat.

“Rata-rata penghasilan masyarakat 4.8 juta Rupiah sekali panen selama 2,5 bulan. Ini baru dari hasil ikan saja, belum dari pertanian sayur mayurnya. Rata-rata masyarakat bisa 3 kali panen dalam setahun,” tegas Anang.

Yumina Bumina, lanjut Anang, perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Jika program ini dipandang dapat mendongkrak ketahan pangan nasional, pemerintah perlu menjadikannya sebagai program nasional. “Masyarakat harus didampingi secara teknik bagaimana mengatur pula pola tanam serta pasca panen agar harga hasil panen tidak hancur,” pungkas Anang. Alb

 

 

 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author