Untuk mengantisipasi perubahan iklim, Balitbang Pertanian menyiapkan inovasi teknologi baru. Inovasi itu berupa berupa varietas-varietas unggul jagung dan kedelai yang tahan perubahan iklim. Antara lain toleran kekeringan, toleran rendaman, dan tahan penyakit utama.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tangan Pangan Balitbangtan, Dr Made Jana Mejaya MSc menjelaskan hingga kini pihaknya telah menyiapkan sembilan varites jagung dan 11 varietas kedelai. Untuk jagung, ada varietas Lamuru, Sukmaraga, Bisma, Gumarang, hibrida Bima 19 URI, dan hibrida Bima 20 URI toleran kekeringan, Bima 16, Bima 18, dan Pulut URI 1 tahan penyakit bulai dengan potensi hasil masing-masing 12,4; 13,6; dan 9,4 t/ha.
Selain toleran kekeringan jagung varietas Bima 19 URI dan Bima 20 URI tahan bulai, tahan terhadap penyakit karat dan hawar daun. Dengan budidaya yang tepat dan musim yang mendukung hasil jagung hibrida Bima 19 URI dan Bima 20 URI bisa mencapai lebih dari 12 t/ha.
Sedang untuk kedelai, tambahnya, sudah tersedia, varietas unggul kedelai antara lain Dering 1, Detam 3 Prida, Detam 4 Prida, Gema yang toleran kekeringan, varietas Dena 1 dan Dena 2 toleran naungan, Wilis, Argomulyo, Anjasmoro, Tanggamus, dan Grobogan. Kedelai varietas Dering 1 berpotensi hasil 2,8 t/ha, umur panen 81 hari, tahan terhadap hama penggerek polong dan karat daun.
Made menjelaskan, varietas Gema sangat genjah, hanya 73 hari sudah bisa dipanen, potensi hasil 3,06 t/ha dapat dikembangkan pada lahan sawah dan lahan kering. Kedelai hitam Detam 3 Prida dan Detam 4 prida cocok untuk bahan baku kedelai, selain genjah (75-76 hari) kedelai ini mampu berproduksi masing-masing 2,88 dan 2,54 t/ha.
Perubahan iklim, menurutnya, telah mengancam produksi pangan di berbagai belahan dunia. Kemarau panjang menyebabkan tanaman didera kekeringan dan panjangnya periode hujan yang merendam sebagian area pertanaman adalah dampak langsung dari perubahan iklim.
Pola curah hujan tidak beraturan dan berbagai cekaman kekurangan air meningkatkan intensitas beberapa hama penyakit. Informasi mengenai upaya-upaya pencegahan dan pengurangan, dampak, dan penyebab yang bisa terjadi seperti banjir dan kekeringan yang dapat menyebabkan kerentanan pangan, energi, air bersih bagi komunitas lokal.
Menurut Made, hasil inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) ini juga dipamerkan di stand Kementerian Pertanian pada acara Indonesia Climate Change Education Forum & Expo 2015 beberapa waktu lalu.