Pengembangan perkopian nasional perlu ditingkatkan secara menyeluruh dan komprehensif dari hulu hingga hilir. Perkopian nasional harus didorong untuk memproduksi kopi di dalam negeri.
Menteri Perindustrian, Saleh Husin mengatakan hal tersebut sesuai Undang-Undang nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian mengenai hilirisasi industri dalam negeri. “Kopi yang diekspor ke luar negeri nantinya sudah berupa kopi bubuk dan kemasan. Dengan prosesing di dalam negeri, tentunya akan meningkatkan dan mengembangkan perekonomian masyarakat,” tegas Saleh dalam Rapat Umum Anggota (RUA) ke-9 Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) di Jakarta, Kamis (10/3/2016).
Saleh berharap seluruh pemangku kepentingan dapat bekerjasama meningkatkan perkopian nasional dari hulu hingga hilir. “Jangan sampai investasi asing yang masuk ke dalam mematikan pengusaha dalam negeri, ” tegas Saleh.
Sementara itu, Ketua AEKI, Irfan Anwar berharap perkopian Indonesia tidak dikuasai pihak asing. “Mereka lebih maju dalam investasi, informasi, dan teknologi. Jadi ini harus diantisipasi oleh seluruh stakeholder dan pemerintah,” lanjut Irfan.
Menurut Irfan, hasil kopi Indonesia sebesar 60% dikirim ke luar negeri dan 30% diserap pasar dalam negeri. “Akan tetapi sangat kecil sekali produsen kopi kemasan lokal dalam negeri yang kuat. Sebagian besar pelaku industri kopi dalam negeri dikuasai asing. Jangan sampai nanti para eksportir juga dikuasai asing,” tegas Irfan.
Harus Solid
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR-RI), Oesman Sapta Odang mengatakan AEKI harus solid dalam mengembangkan perkopian Indonesia. Untuk itu, AEKI harus bisa menyatukan seluruh pemangku kopi Indonesia.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara peringkat ketiga penghasil kopi dunia, akan tetapi tidak bisa mengatur harga kopi dunia. “Kita tidak bisa memunculkan brand kopi Indonesia, akan tetapi para pemakai kopi Indonesia seperti Starbuck tidak memunculkan nama Indonesia,” ungkap Oesman Sapta.
Adanya perubahan iklim dan anomali cuaca, seharusnya Indonesia bisa mengatur harga kopi dunia. “Anomali cuaca ini membuat negara-negara penghasil kopi terpukul. Akan tetapi Indonesia tidak terlalu terpengaruh. Namun, Asosiasi AEKI tidak bisa menekan dunia dalam harga kopi,” tegasnya.
Oesman Sapta berharap AEKI bangkit dan merevolusi. Organisasi AEKI harus solid dan jangan terpecah belah. Masih banyak kerja berat yang harus dibenahi organisasi ini, mulai dari produksi yang rendah, mutu bibit tanaman yang buruk, dan lain-lain.
Oesman juga mengkritisi organisasi eksportir dan industri. Harusnya industri melakukan prosesing di dalam negeri. Untuk itu industri dalam negeri harus diperkuat.
“Potensi Indonesia dengan 250 juta penduduk sangat besar. Kenapa harus repot-repot ekspor ke luar, sementara pasar dalam negeri sangat besar. Jadi kita harus kelola pasar dalam negeri, jangan sampai diambil oleh asing,” pungkas Oesman Sapta. Albarsah