TechnologyIndonesia.id – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan komitmennya menjaga keberlanjutan perikanan pelagis kecil melalui penguatan kebijakan berbasis data digital dalam forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).
Ikan pelagis kecil adalah ikan berukuran kecil yang hidup di kolom air laut, dekat permukaan, dan seringkali membentuk kelompok besar untuk melindungi diri dari predator dan mencari makan. Contoh ikan pelagis kecil adalah sarden, kembung, dan tongkol.
Hal itu mengemuka dalam APEC Workshop on Promoting Decision Support System (DSS) Using Digital Data to Support Small Pelagic Fisheries Management.
Kegiatan yang berlangsung di Jakarta pada 23–25 September 2025 ini merupakan inisiatif Indonesia dalam forum APEC Ocean and Fisheries Working Group, dengan dukungan tujuh ekonomi anggota APEC yaitu Kanada, Chile, Selandia Baru, Peru, Chinese Taipei, Amerika Serikat, dan Thailand.
Inisiatif ini dilatarbelakangi kebutuhan akan pengetahuan dan praktik terbaik tentang pengelolaan, analisis dan pemanfaatan data-data perikanan untuk mengimplementasikan kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT).
“Pertemuan ini menjadi wadah penting untuk berbagi pengalaman, menyelaraskan pendekatan, serta memperkuat komitmen bersama dalam membangun kebijakan perikanan yang berkelanjutan, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” ujar Sekretaris Jenderal KKP, Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho dalam siaran resmi di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Workshop ini juga memiliki arti penting dalam menerjemahkan komitmen para pemimpin dan menteri APEC ke dalam langkah nyata, khususnya dalam memperkuat kerja sama regional dan global di sektor kelautan dan perikanan.
Direktur Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan KKP, Mahrus menekankan bahwa ikan pelagis kecil, seperti sarden, kembung, dan tongkol memiliki peran vital bagi ketahanan pangan dan mata pencaharian nelayan di kawasan Asia Pasifik. Khusus di Indonesia, produksi pelagis kecil tahun 2024 mencapai 2,2 juta ton dengan nilai Rp43 triliun
Namun, ia mengingatkan bahwa stok ikan pelagis rentan terhadap penangkapan berlebih (overfishing) dan perubahan lingkungan. Karena itu, pengelolaan berbasis data digital menjadi langkah strategis.
“Sejak 2012, KKP telah mengembangkan Decision Support System (DSS) dan sistem pendataan terintegrasi. Hampir seluruh proses bisnis perikanan tangkap kini telah terdigitalisasi. Interkoneksi data sistem informasi mempercepat akselerasi penerapan kebijakan perikanan tangkap yang sangat dibutuhkan dalam tata kelola perikanan tangkap,” jelas Mahrus.
Workshop APEC ini menjadi wadah berbagi pengetahuan antar-14 ekonomi anggota, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, Peru, dan Indonesia. Kegiatan ini didukung penuh oleh APEC dengan dana proyek senilai USD 150 ribu, serta menghadirkan pakar dari University of Rhode Island, James Cook University, IPB University, dan Universitas Halu Oleo
Selain memperkenalkan DSS, KKP juga mempromosikan penerapan lima kebijakan ekonomi biru, meliputi perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan akuakultur berkelanjutan, perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengentasan sampah plastik di laut.
Melalui forum ini, Indonesia berharap mampu memperkuat peran strategisnya di kawasan Asia Pasifik, sekaligus memastikan perikanan pelagis kecil tetap menjadi sumber pangan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
KKP Dorong Keberlanjutan Perikanan Pelagis Kecil di Forum APEC
