Balitbang KP Berhasil Domestikasi Tiga Ikan Lokal Riau

Balitbang KP melalui Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Puslitbang Perikanan Bogor, berhasil melakukan domestikasi tiga jenis ikan lokal khas Riau, ikan Tapah (Wallago sp.), ikan Lelan (Osteochilus sp), dan ikan Baung (Hemibagrus sp).

Untuk pertama kalinya, tim peneliti dari dari BPPBAT Bogor yaitu Anang Hari Kristanto, Jojo Subagja, Otong Zaenal Arifin, dan Yulianti pada 5-7 November 2015, berhasil melakukan pemijahan buatan tiga ikan potensial tersebut di kolam Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Sei Tibun, Kampar, Riau.

Upaya domestikasi itu merupakan kerjasama penelitian antara UPT Pembenihan Perikanan BBIS Sei Tibun Kampar dengan BPPBAT Bogor, Puslitbang Perikanan Balitbang KP di Bogor sekitar tiga bulan lalu (28/8). ‘’Pemerintah Provinsi Riau, melalui Dinas Perikanan dan Kelautan terus mendorong UPTD Perikanan untuk mengembangkan tiga jenis ikan lokal yang hampir langka di perairan Riau,’’ ungkap Tien Mastina M.Si., Kepala dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, dalam siaran persnya, Senin (16/11)

Kerjasama tersebut bertujuan melaksanakan kegiatan domestikasi tiga jenis ikan lokal potensial tersebut.  Prioritas utama pengembangan adalah domestikasi ikan Tapah dan ikan Lelan, sedangkan penelitian ikan Baung lebih ke arah pengembangan perbenihan dan budidaya di masyarakat.

Ikan Tapah, menurut Anang Hari Kristanto, merupakan ikan asli perairan sungai di Sei Tibun Kampar. Ikan Tapah memiliki postur tubuh: badan  memipih dan memanjang mulai dari bagian belakang sirip punggung hingga sampai ekor, sirip anal menyatu, ekor cagak. Bagian depan badan memiliki moncong mulut melebar dan membulat mulai dari bagian overkulum hingga ke bagian badan pangkal sirip punggung. Secara keseluruhan, ikan Tapah merupakan perpaduan bentuk antara bagian depan menyerupai ikan Baung dan bagian belakang menyerupai ikan Belida atau Lais.

Indukan ikan Tapah dan ikan Lelan yang digunakan pada pemijahan buatan merupakan koleksi UPT Pembenihan ikan Sei Tibun yang telah diadaptasikan dalam kolam selama 3 tahun. Indukan yang dikoleksi telah mencapai kisaran bobot 2-4,5 Kg. Kegiatan pemijahan buatan diawali dengan  memilih induk yang telah matang gonad melalui pengamatan terhadap sampel telur dan sperma. Induk ikan tapah terpilih disuntik hormon gonadotropin. Setelah 17 jam, ikan betina di-striping (mengeluarkan telur dengan jalan mengurutnya), kemudian telur dibuahi dengan sperma dari ikan jantan (pembuahan kering). Dari hasil pemijahan buatan itu,  BBI Sei Tibun kini memiliki anakan (Generasi 1) dengan tingkat kelangsungan hidup benih ikan sekitar  50% dari jumlah telur ovulasi.

Generasi pertama tersebut akan dipelihara terus dengan harapan kelak dapat menjadi   indukan. Melalui proses adaptasi dari generasi ke generasi pada lingkungan budidayanya, dia berharap  ikan Tapah dan ikan Lelan dapat dijadikan sebagai komoditas unggulan budidaya. Untuk diketahui, kedua jenis ikan ini memiliki nilai ekonomis penting dengan potensi pasar yang besar. Di pasar,  harga ikan Tapah mencapai Rp. 120.000 per Kg.

Kadis Perikanan Riau menambahkan, rintisan  budidaya ikan tapah di wilayah kampar sudah dimulai. Beberapa pembudidaya tengah memelihara ikan ini di keramba kayu di sungai. Hanya saja, selama ini  benih untuk pembesaran diperoleh dari hasil  hasil tangkapan  para nelayan di sungai. Ke depan,  UPT Perbenihan di Sei Tibun, melalui kerjasama penelitian dengan BPPBAT Bogor, berupaya mengembangkan produksi benih ikan Tapah dan ikan Lelan. Dengan  cara ini, para pembudidaya ikan lokal dapat memperoleh benih secara lebih mudah dan berkelanjutan.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author