Indonesia Memiliki Cadangan Pangan Terbesar di Dunia Bersumber Sagu.

Jakarta – Indonesia memiliki hutan sagu luas dan memiliki potensi sebagai cadangan pangan terbesar di dunia. Sagu tidak saja sebagai sumber karbohidrat, namun memiliki manfaat kesehatan dibanding beras.

Potensi produksi sagu nasional sebagai bahan makanan untuk  disversifikasi pangan sangat besar, yaitu dari hutan alami sagu sebesar 12,8 juta ton perhektar pertahun. Sedangkan potensi produksi  dari hutan yang ditata sekitar 64,3 juta ton perhektar pertahun.  Total luas hutan sagu di Indonesia capai sekitar 3,2 juta hektar.

“Luasan terbesar di wilayah Papua dan hingga kini masih belum dimanfaatkan maksimal,” ujar Bambang Hariyanto, Sekjen Masyarakat Sagu Indonesia (MASSI) yang juga menjabat Perekayasa Teknologi Agroindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Rabu (6/6/2018).

Menurut Bambang, pembuatan pati sagu yang dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu masih dilakukan secara tradisional. Sebagian melakukan produksi semi mekanis dan mekanis dengan aplikasi teknologi.  “Cara tradisional banyak dijumpai di Maluku, Papua, Sulawesi dan Kalimantan,” ujarnya.

Dalam hal ini, lanjut Bambang, Pusat Teknologi Agroindustri BPPT sudah mengembangkan unit skala 1 ton/hari yang dapat dimanfaatkan kelompok tani di sentra-sentra sagu Indonesia. Salah satu desain BPPT adalah ekstrator yang sudah dimanfaatkan di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.

Sedangkan produksi secara modern terbesar di Kabupaten Meranti, Kepulauan Riau dengan jumlah 63 kilang.  “Produk sagu yang dihasilkan pabrik-pabrik pengolahan ini berupa tepung kering dengan daya simpan lebih lama,” papar Bambang. Proses pengendapn tepung, lanjut dia, menggunakan alat centrifuge atau spinner, kemudian pengeringannya dilakukan dengan alat pengering buatan.

Kendati demikian, kata Bambang, capaian produksi sagu hingga saat ini masih sangat kecil. Disisi lain, pola konsumsi sagu terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Dalam acara bertajuk ”Ketahanan Pangan dengan Rekayasa Teknologi Pangan Non Beras”  tersebut Soni Sulistia, Deputi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT meyoroti pola konsumsi masyarakat yang masih bertumpu pada beras. Tercatat konsumsi beras di Indonesia masih peringkat tinggi yaitu sekitar 124  kg perkapita pertahun, dibanding kosumsi rata-rata beras dunia yang hanya 60 kg/perkapita pertahun. “Diperlukan program untuk sosialisasikan konsumsi pangan non beras secara nasional sehingga bisa mengubah budaya konsumsi beras sebagai pangan pokok,”  ujarnya.

Dari sisi teknologi, kata Soni, dukungan disversifikasi pangan sudah dibuat inovasi teknologi formulasi dan desain alat pengolahan pangan. Produksi  pangan non beras yang sudah dipasarkan pada masyarakat, diantaranya beras dan mie sagu.

You May Also Like

More From Author