Tobarium, Parfum Kemenyan Beraroma Menawan

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Selama ini, hampir semua orang mengenal kemenyan sebagai salah satu pelengkap kegiatan spiritual. Saat dibakar, kemenyan akan mengeluarkan aroma khas dan identik dengan hal berbau mistis. Namun berkat riset para peneliti Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, Sumatera Utara (Sumut), kemenyan bisa diolah menjadi parfum kelas dunia dengan aroma wangi dan lembut.

Peneliti BP2LHK Aek Nauli, Aswandi mengungkapkan, selama berabad-abad wangi kemenyan terasosiasi dengan aroma pembakaran dupa sedangkan pemanfaatan untuk berbagai produk bernilai tinggi dirahasiakan oleh para produsen parfum besar. Akibatnya, formula wangi kemenyan tidak tergali dan resin pohon tersebut dihargai sangat murah. Ribuan ton resin kemenyan mentah dari Indonesia dikirim ke luar negeri, sebaliknya impor produk hilir minyak atsiri dalam bentuk parfum mencapai ratusan juta dolar.

“Sekitar 5.000 ton kemenyan per tahun dihasilkan Indonesia terutama di Danau Toba. Kita tidak pernah tahu produk turunannya apa. Kita kirim kemenyan ke luar negeri dan ternyata dibuat berbagai produk salah satunya bibit parfum. Rahasia bibit parfum ini sudah lama tersimpan bahkan bisa dikatakan terkunci rapat di brankas pabrik-pabrik parfum di luar negeri,” terang Aswandi di Jakarta pada Jumat (5/7/2019).

Parfum kemenyan Tobarium yang dikembangkan BP2LHK Aek Nauli merupakan inovasi anak negeri pertama yang menggunakan minyak kemenyan sebagai base-note yang dipadukan dengan berbagai minyak atsiri dan flora hutan tropis Indonesia. Berbeda dengan pewangi yang banyak beredar di pasaran, parfum kemenyan tidak mengandung alkohol dan konsentrasinya tinggi sehingga tahan lama hingga 16-24 jam.

“Jadi minyak kemenyan digunakan sebagai agen pengikat dari berbagai minyak atsiri yang kita campur. Sehingga jadi lebih tahan lama, menguatkan aroma. Karena kemenyan sering digunakan sebagai sarana peribadatan, parfum ini juga bisa digunakan sebagai aromatherapy dengan efek relaksasi,” terang Aswandi.

Selain itu, parfum kemenyan Tobarium dibuat dengan mempertimbangkan gradasi aroma sesuai dengan lepasnya partikel masing-masing minyak atsiri penyusun, wangi parfum berkelas, tahan lama dengan sensasi aroma yang berbeda sepanjang waktu. Berbeda dengan parfum yang mengandung alkohol, dari awal sampai akhir hanya mengeluarkan satu aroma.

Peneliti BP2LHK Aek Nauli, Aswandi bersama Cut Rizlani Kholibrina

Menurut Aswandi, potensi pasar minyak kemenyan di dunia sangat besar sekali. Harga jual kemenyan dalam bentuk bongkahan antara Rp 100 ribu – Rp 150 ribu per kilogram. Jika ditingkatkan nilai tambahnya menjadi minyak kemenyan, harganya bisa mencapai Rp 7 juta/liter. Sementara, biaya teknologi untuk menjadikan produk mentah menjadi minyak kemenyan hanya sekitar Rp 500 ribu. Hal ini berpotensi meningkatkan nilai perdagangan kemenyan dari Rp 3 triliun pertahun menjadi Rp 30 triliun pertahun dari minyak kemenyan.

Sesama peneliti BP2LHK Aek Nauli, Cut Rizlani Kholibrina menambahkan parfum kemenyan merupakan produk inovasi yang awalnya diarahkan untuk mengisi celah riset serta menjawab permasalahan riil di masyarakat. Selain meningkatkan nilai tambah, produk yang dihasilkan akan mengurangi ketergantungan terhadap impor parfum dan bahan baku parfum. Pengembangan parfum kemenyan ini akan berdampak terhadap peningkatan nilai tambah produk sehingga ekonomi masyarakat meningkat.

Menurutnya, prospek pasar yang ingin disasar dari pengembangan produk-produk berbasis resin kemenyan adalah mengisi ceruk kebutuhan produk parfum yang mencapai US$ 401 juta pada 2008 yang selama ini diisi dari impor. Target pasarnya adalah masyarakat kelas menengah ke atas dan eksekutif muda yang menyukai aroma eksotik dan energik; wisatawan yang berkunjung ke Danau Toba; kolektor minyak aroma terapi; pembeli muslim atau pembeli produk halal/non alkohol; dan industri perhotelan.

Parfum kemenyan Tobarium saat ini telah tersedia dalam tujuh varian aroma yakni Rizla (flora fresh), Riedh@ (floral fruit), Jeumpa (cempaka), Azwa (woody), Aphis (green oceanic), Tiara (oriental), dan Sylva (forest).

Getah Pohon Kemenyan

Kemenyan merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan memiliki kontribusi yang cukup tinggi bagi pendapatan asli daerah pada beberapa wilayah di Tapanuli, Sumut. Kemenyan adalah getah atau resin yang dihasilkan oleh pohon kemenyan (Styrax spp) melalui proses penyadapan. Pemanfaatan dan budidaya kemenyan di wilayah Tapanuli telah berlangsung sejak abad ke-17.

Pohon kemenyan (Styrax spp). foto aeknauli.org

Kemenyan merupakan tumbuhan endemik khas Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Laos, dan Thailand. Luas total hutan/kebun kemenyan rakyat di Sumut pada 2008 mencapai 24.077 hektare (ha). Pohon kemenyan menghasilkan getah yang mengandung senyawa benzoin dan banyak digunakan sebagai bahan baku industri, penambah aroma rokok, obat-obatan, bahan kosmetik, insektisida alami, farmasi, dan lain-lain.

Terdapat tujuh jenis pohon kemenyan yang menghasilkan getah, tetapi hanya dua jenis yang dibudidayakan di Tapanuli yaitu kemenyan toba (S. sumatrana J.J. Sm sinonim S. paralleloneurum) dan kemenyan durame (Syntrax benzoin Dryand). Kemenyan toba lebih disukai karena memiliki kualitas getah yang lebih baik (padat dan jernih) serta harga jualnya lebih tinggi.

Aswandi dan para peneliti dari BP2LHK Aek Nauli memulai riset tentang kemenyan sejak 2010. Hingga 2015, riset terkonsentrasi untuk meningkatkan produktivitas pohon kemenyan. Saat itu, pihaknya belum mengetahui fungsi kemenyan. Setelah melakukan penelusuran, akhirnya selama dua tahun BP2LHK Aek Nauli bisa menghasilkan formula yang stabil untuk pengikat parfum.

“Selama ini penggunaan kemenyan terutama di Nusantara identik dengan urusan mistis. Tapi kalau kita gali, kemenyan mempunyai aroma yang wangi dan lembut seperti vanilla, itu aroma asli minyak kemenyan jika tidak dibakar. Yang dibakar selama ini adalah resinnya, karena pembakaran wangi yang muncul berbeda,” terangnya.

Kemenyan telah lama menjadi mata pencaharian masyarakat Tapanuli. Sayangnya, Pohon-pohon kemenyan di Tapanuli sebagian besar sudah tua dan sebagian besar petani sudah tidak mau menanam lagi. Sebagian hutan dan lahan kemenyan juga sudah banyak dialihfungsikan untuk tanaman atau penggunaan lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumut (BPS) 2013, konvensi dan penebangan mengakibatkan penurunan luas tegakan dari 24.077 ha pada 2007 menjadi 22.005 ha pada 2012.

Kondisi ini menyebabkan produksi getah kemenyan menurun. Penurunan produktivitas terjadi cukup signifikan hingga 1.440 ton/ha selama empat tahun terakhir. Data BPS Sumut 2013 mencatat, produksi getah kemenyan di Sumut menurun dari 6.060 ton pda 2008, menjadi 4.629 ton pada 2012.

Hal ini menjadi trigger bagi BP2LHK Aek Nauli untuk menghasilkan pohon kemenyan yang lebih baik produktivitasnya. Saat ini, produktivitas kemenyan di perkebunan rakyat hanya 0,5 kg – 0,75 kg per pohon per tahun. “Kita mencari klon-klon unggul, dalam tiga tahun terakhir sudah mendapatkan pohon-pohon induk yang produktivitasnya tiga kali lipat dibandingkan pohon lama,” tambahnya.

BP2LHK Aek Nauli juga sudah memperbanyak pohon-pohon kemenyan unggul tersebut dan disebarkan ke masyarakat. Saat ini, masyarakat mau menanam kembali karena harga kemenyan mulai naik. Peluang-peluang untuk meningkatkan nilai tambah sudah mulai terasa.

“Dengan inovasi ini harapannya masyarakat semakin semangat lagi untuk memelihara pohon kemenyan. Masyarakat juga tidak mau lagi menjual kemenyan dengan harga murah. Dengan inovasi ini pasar semakin terbuka, pembeli dari luar sudah mulai masuk sehingga harga mulai jauh bersaing,” terangnya.

Pusat Unggulan Iptek

Parfum kemenyan ini menjadi salah satu produk unggulan yang mengantarkan BP2LHK Aek Nauli menjadi Pusat Unggulan Iptek (PUI) Pengelolaan Hutan Tropis Dataran Tinggi pada 2019. Program yang digelar oleh Direktorat Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ini bertujuan menguatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang yang diarahkan untuk menjawab tantangan Indonesia ke masa depan dan diharapkan memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian nasional.

Parfum Kemenyan Tobarium juga terpilih menjadi salah satu produk yang dipamerkan di ajang Indonesia Innovation Day (Indonesia ID) 2019 pada 26 Juni 2019 di Jerman. Selain parfum kemenyan, hasil riset BP2LHK Aek Nauli yang lolos seleksi Indonesia ID 2019 adalah Propolis Kemenyan Stypro.

Menembus pasar dunia di ajang Indonesia Innovation Day 2019. foto Kemenristekdikti

Direktur Lembaga Penelitian dan Pengembangan, Direktorat Lembaga Litbang Kemenristekdikti, Kemal Prihatman menerangkan Indonesia ID yang menampilkan 37 produk inovasi dari lembaga Litbang ini merupakan kegiatan diseminasi dan penguatan jaringan kerjasama bisnis dan riset tingkat internasional. Indonesia ID dilaksanakan untuk memperkenalkan hasil inovasi lembaga litbang di Indonesia ke masyarakat Eropa melalui gelar produk, business matchmaking, dan presentasi produk.

“Hal yang cukup membanggakan, lanjut Kemal, adalah target capaian Indonesia ID 2019 sebanyak 4 MoU, terlampaui dengan ditandatanganinya 2 Cooperation of Agreement, 1 Letter of Agreement, 4 Memorandum of Understanding, dan 7 Letter of Intent,” terang Kemal.

Menurut Aswandi, dengan bergabung di PUI, pihaknya bisa mempromosikan hasil-hasil inovasi BP2LHK Aek Nauli hingga ke dunia internasional sehingga membuka peluang kerjasama di masa mendatang. Pihaknya juga bisa bertemu dengan banyak orang dan belajar perkembangan teknologi di Jerman.

“Dari dialog dengan pengunjung di Indonesia Innovation Day, mereka sangat tertarik dan sangat kaget dengan apa yang kita hasilkan. Kedua produk yang kita bawa yaitu pafrum styrax tobarium dan styrax propolis belum ada di dunia internasional, kita membuka peluang bagi pengembangan produk di masa depan,” ungkap Aswandi.

Dalam Indonesia ID, lanjutnya, salah satu Science Techno Park di Saarland, Jerman sangat tertarik untuk bekerjasama mengembangkan produk ini. Memang produk ini perlu terus dikembangkan misalnya untuk memperkuat aroma, kekhasannya. Pihaknya juga berkerjasama dengan salah satu perusahaan kemenyan untuk pemasaran produk dan membangun Industri pengolahan kemenyan pertama di Indonesia.

Roadmap Industri Parfum

Bambang Setiadi, Ketua Dewan Riset Nasional (DRN) berharap invensi atau temuan hasil riset seperti parfum kemenyan atau parfum styrax ini bisa diproduksi massal dan dipasarkan secara luas sehingga nilai penjualannya bisa memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara (APBN). Contohnya, bagaimana inovasi mobile Samsung memengaruhi APBN Korea Selatan hampir 27% .

Menurutnya, hal ini sangat memungkinkan jika temuan ini disebarkan dengan cara misalnya ditargetkan 5 tahun ke depan Indonesia akan merebut pasar parfum internasional dengan parfum styrax. Strategi selanjutnya dengan menghentikan atau paling tidak mengurangi impor parfum yang jumlahnya ratusan milyar dan diganti dengan parfum styrax yang harganya lebih murah tetapi mutu lebih bagus.

Untuk keberlanjutan produksi parfum ini, Bambang yang menjadi reviewer dalam Indonesia ID 2019, menekankan pentingnya mengembangkan program lahan 100.000 ha styrax di seluruh indonesia terutama di lokasi-lokasi yang sesuai, membuat roadmap industri parfum dan mengembangkan Pusat Unggulan Iptek Styrax. Para peneliti diharapkan menggali ilmu mengenai parfum dengan bahan aseli Indonesia seperti lada, tembakau, kenanga, dan ratusan yang lain untuk mendukung industri nasional parfum.

“Untuk mengembangkan hasil temuan/inovasi masyarakat harus berani bersikap beralih ke parfum produk alam Indonesia. Kalau tidak, riset ratusan parfum itu hanya menghasilkan tumpukan laporan,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author