Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kebutuhan konsumsi pangan sehari-hari perlu tetap memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Di tengah-tengah pandemi Covid-19, menjaga stamina dan kesehatan tetap perlu dipastikan dengan konsumsi pangan yang aman, sehat, utuh, dan halal.
Praktek penanganan produk pangan segar di masyarakat ditengarai masih belum memadai. Seperti maraknya penggunaan pengawet yang ternyata tidak aman untuk karkas ayam, tahu, ikan, dan lain-lain. Sebagai pangan yang mengandung gizi yang cukup lengkap, karkas ayam, tahu dan ikan merupakan pangan yang juga tidak terlewat dari kemungkinan menjadi tempat pertumbuhan mikroba.
Banyak pedagang yang mengambil jalan pintas dengan menggunakan formalin untuk melakukan pengawetan. Kurangnya wawasan, harga yang murah, serta kemudahan penggunaan menjadi alasan pedagang memilih formalin sebagai pengawet. Padahal itu sangat membahayakan bagi kesehatan manusia karena efeknya terhadap kesehatan, diantaranya memicu perkembangan sel kanker; timbulnya iritasi pada saluran pernapasan; serta reaksi alergi pada kulit (luka bakar) jika terhirup, tertelan, atau mengenai kulit.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Dr. Fadjry Djufry menyampaikan bahwa keamanan pangan merupakan salah satu faktor penting dalam penyelenggaraan sistem pangan. Masyarakat harus diberikan perlindungan terkait pangan yang dikonsumsinya sehingga aman bagi kesehatan dan keselamatan jiwanya.
“Untuk itu, pangan yang tersedia perlu dijamin aman dikonsumsi, mulai dari mulai dari tahap produksi (budi daya), pemanenan, juga pengolahan, sampai dengan penyimpanan, distribusi, peredaran dan ke tangan konsumen,” urainya.
Lebih lanjut Fadjry mengatakan, terkait pengolahan pangan ini Balitbangtan telah mengembangkan teknologi produksi Vinegar Air Kelapa yang dapat digunakan sebagai salah satu alternatif yang aman untuk pengawetan menggantikan formalin. “Vinegar ini merupakan jawaban atas kecemasan masyarakat akan jaminan keamanan pangan terkait penggunaan pengawet yang tidak aman,” ungkapnya.
Dr. Prayudi Syamsuri, Kepala Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) menjelaskan bahwa vinegar dari air kelapa merupakan pengawet alami yang pembuatannya sederhana saja dengan proses fermentasi. Teknologi yang digunakan relatif sederhana, murah dan ramah lingkungan.
“Produk ini bisa menjadi pilihan bagi pedagang selain aman juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen seperti Salmonella thyphimurium, E. coli, S. Aureus dan Listeria monocytogenes,” ujarnya.
Lebih lanjut Prayudi menuturkan, saat ini produk tersebut sedang dalam proses kajian intensif oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Tim Pakar BPOM untuk diusulkan sebagai salah satu Bahan Tambahan Pangan (BTP) asal bahan alam. Hal ini sejalan juga dengan yang dilakukan oleh BPOM sebagai dukungan inovasi terhadap hasil riset di bidang pangan olahan. Sinergi ini diharapkan akan terus terjadi mengingat banyaknya hasil riset pangan olahan yang dihasilkan oleh Balitbangtan.
Selain sudah dipatenkan, vinegar air kelapa sudah dikembangkan juga menjadi bentuk bubuk atau powder sehingga lebih praktis digunakan dan didistribusikan. Salah satu mitra yang sudah mengembangkan teknologi ini adalah UD. Gunungsari Wiar Sadana selaku mitra BB Pascapanen dan cukup terbuka untuk mitra lainnya. Produk ini juga sudah banyak dikenalkan di pasar-pasar tradisional baik di wilayah Kota Bogor maupun Propinsi DKI Jakarta, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), lingkup Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) serta instansi terkait di Indonesia.