Bogor, Technology-Indonesia.com – Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) bekerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB University menggelar The 1st International Conference on Sustainable Plantation di IPB International Convention Center, pada Selasa (20/8/2019). Konferensi ini menghadirkan para pakar yang akan mengungkap secara saintific isu lingkungan untuk tanaman perkebunan.
Wakil Dekan Fakuktas Pertanian IPB yang juga Ketua Panitia, Ahmad Junaedi mengatakan, Indonesia kaya akan komoditas perkebunan yang mendunia. Untuk itu, pihaknya ingin mengangkat potensi keunggulan komoditas strategis yang ada di indonesia seperti, kelapa, kelapa sawit, kakao,teh, sagu, lada. Selama ini, secara international belum ada asosiasi yang berbasis perkebunan.
Konferensi ini, terangnya, akan membahas secara saintific isu negatif terkait lingkungan terhadap komoditas sawit. Konferensi ini salah satunya menghadirkan Prof. Dr. Meine Van Noordwijk, chief Scientist of The World Agroforestry Center (ICRAFT) sebagai narasumber terkait komoditas kelapa sawit, isu lingkungan dan keamanan pangan.
“Kita ungkap secara saintifiknya seperti apa. Kita bangun jejaring secara ilmiahnya melalui konferensi ini. Kita mengundang narasumber kunci di berbagai komoditas perkebunan. Seperti di ketahui kelapa sawit banyak berkontribusi menghijaukan kembali, banyak sekali area terbuka yang tidak dimanfaatkan. Sehingga secara saintific bisa dipertanggungjawabkan,” terangnya.
Rektor IPB, Arif Satria dalam sambutannya menyampaikan pentingnya memahami perspektif pertanian dengan adanya keberadaan teknologi 4.0. Era Industri 4.0 diharapkan dapat meningkatkan kegiatan dan manajemen di pertanian dan di luar pertanian serta dapat memecahkan masalah pada banyak aspek sosial dan ekonomi dalam praktik pertanian.
“Kegiatan di lahan Pertanian dengan teknologi industri 4.0 akan mengarah pada pencapaian kuantitas minimum pemanfaatan air, pupuk dan pestisida dengan menargetkan area yang lebih spesifik melalui bantuan teknologi canggih seperti mesin dan robot, berbagai sensor lingkungan yang ramah lingkungan dan pencitraan iklim. citra udara, teknologi informasi dan GPS,” katanya.
Pada konferensi tersebut, Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry dalam sambutannya mewakili Menteri Pertanian menyampaikan terkait peremajaan untuk pertanian basis perkebunan. “Melalui konferensi ini akan ada umpan balik, masukan masukan dari stakeholder dalam dan luar negeri kaitannya dengan peremajaan tanaman perkebunan,” ucapnya.
Lebih lanjut Fadjry menerangkan bahwa Indonesia punya potensi perkebunan cukup besar seperti kelapa sawit, yang paling dominan dan cukup besar, kakao, karet, sagu, tebu, kelapa, lada. Dengan konferensi ini diharapkan akan ada transfer teknokogi dan pengetahuan sehingga kedepan akan ada kerjasama semua pihak.
Terkait peremajaan tanaman perkebunan, Kementerian Pertanian memiliki Program BUN500 yang menyediakan 500 juta benih unggul komoditas perkebunan selama 2019-2023. Melalui program tersebut tanaman tua bisa diremajakan dan produktivitas tanaman akan meningkat dan jauh lebih baik dari saat ini.
Sementara itu, Dekan Fakultas Pertanian, Suwardi berharap melalui konferensi ini ada solusi pengelolaan perkebunan namun lingkungan tetap terpelihara dengan baik. Konferensi ini mengundang perwakilan dari India yang yang merupakan pengimpor minyak sawit paling besar dari Indonesia serta dari Belanda yang relatif menolak sawit. “Diskusi akan menarik antara pihak Indonesia yang menghasilkan sawit dengan negara pengguna dan negara yang agak menolak,” lanjutnya.
Konferensi ini juga mengundang Jepang terkait produktivitas sagu dan teh. Selain, kelapa sawit, Indonesia juga penghasil kelapa. ”Harapannya akan ada tukar menukar informasi dari berbagai negara. terkait dengan pengelolaan perkebunan,” pungkasnya.
Konferensi ini juga menghadirkan beragam asosiasi terkait komoditas perkebunan dari dalam maupun luar negeri seperti Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI), International Society of Southeast Asia Agricultural Scientist (ISSAAS), Japanese Society of Tropical Agriculture (JSTA), dan The Society of Sago Palm Studies (SSPS).