Tumpang Sisip Jagung + Kedelai Tingkatkan Efisiensi Lahan

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Di lahan kering, jagung merupakan komoditas yang banyak diusahakan oleh petani sebagai sumber bahan pangan pokok dan sumber pendapatan keluarga. Namun, karena bulan basahnya hanya berkisar antara 3-5 bulan/tahun, banyak lahan dibiarkan kosong setelah tanam jagung, karena air sering tidak cukup untuk bertanam komoditas berikutnya. Salah satu solusi agar lahan kering dapat ditanami dua kali setahun adalah dengan menerapkan pola tanam tumpang sisip.

Curah hujan pada lahan kering iklim kering (LKIK) umumnya sangat rendah, yakni kurang dari 2 ribu mm/tahun dengan durasi yang pendek (3-5 bulan). Kondisi tersebut mengakibatkan masa tanam di LKIK sangat pendek. Air yang tersedia harus dapat dimanfaatkan secara optimal agar produktivitas lahan dapat maksimal. Di Indonesia, LKIK sebagian besar tersebar di lima provinsi, yakni di Nusa Tenggara Timur (2,9 juta ha), Jawa Timur (2,2 juta ha), Nusa Tenggara Barat (1,5 juta ha), Sulawesi Selatan (1,2 juta ha), dan Gorontalo (1,0 juta ha).

Pola tanam tumpang sisip merupakan salah satu jenis pola tanam polikultur. Polikultur merupakan metode pola tanam lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan pertanian yang sama dalam jangka waktu tertentu. Contohnya, tumpang sari (Intercropping), tumpang gilir (Multiple Cropping), tanam bersisipan (Relay Cropping), serta tanam campuran (Mixed Cropping).

Pada lahan kering berbasis tanaman jagung, pola tumpang sisip dilakukan dengan cara mengatur waktu tanam sebelum tanaman jagung pertama dipanen. Disebut tumpang sisip karena menggunakan dua tanaman sekaligus secara tumpangsari dengan waktu tanam bersisipan dengan tanaman pertama yang masih berada di lahan. Salah satunya tumpang sisip di lahan jagung menggunakan tumpangsari jagung + kedelai.

Sebelum tanaman jagung pertama dipanen, tanaman kedua sudah mulai ditanam sehingga tidak ada jeda waktu kosong tanaman di lahan. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan air yang bergantung pada curah hujan. Keberhasilan upaya peningkatan produktivitas lahan kering melalui tanam sisip, bergantung pada kesesuaian antara jenis tanaman yang dipilih dengan ketersediaan curah hujan atau lengas tanah yang ada. Pada pertanaman ke dua, sebaiknya dipilih varietas tanaman yang umurnya relatif pendek dan toleran kekeringan.

Penerapan pola tanam tumpang sisip pada lahan jagung di lahan kering daerah Tuban dengan memadukan tanaman jagung dan kedelai yang ditanam bersamaan (tumpangsari), ternyata lebih produktif dan mampu memberikan keuntungan lebih besar dibanding pola tanam sisip dengan jagung secara monokultur. Penerapan pola tanam sisip ini, juga dapat meningkatkan kesuburan tanah karena bahan organik dari guguran daun dan bintil akar kedelai yang teringgal di dalam tanah, mengurangi risiko gagal panen, dan lebih efisien dalam penggunaan sumber daya lahan.

Tumpang Sisip

Budidaya tumpang sisip jagung + kedelai dilakukan tanpa pengolahan tanah. Pada 25-30 hari sebelum jagung pertama dipanen, gulma di bawah tanaman jagung disemprot herbisida kontak, daun-daun jagung di bawah tongkol dibersihkan, dan tanah dibersihkan dari sisa-sisa gulma yang mati dan seresah tanaman lainnya.

Selanjutnya, jagung dan kedelai ditanam secara tumpangsari diantara barisan tanaman jagung pertama secara bersamaan waktunya saat jagung pertama menunggu keringnya tongkol atau pada 20-25 hari sebelum jagung dipanen. Curah hujan selama pertumbuhan tanaman kedua akan lebih baik bila masih berkisar antara 350-450 mm.

Jagung kedua ditanam secara baris ganda dengan jarak tanam (40 x 20) cm x 200 cm, 1 tanaman/lubang, sehingga populasi tanamannya sama dengan jagung monokultur dengan jarak tanam 80 x 20 cm satu tanaman/lubang atau 80 x 40 cm dua tanaman/lubang.

Kedelai ditanam diantara baris ganda jagung dengan jarak tanam 30 cm x 15 cm, 2 tanaman/lubang (antar baris ganda jagung berisi 5 baris kedelai), atau populasi tanaman kedelai mencapai sekitar 62% dari populasi kedelai monokultur dengan jarak tanam 40 x 15 cm dua tanaman/lubang.

Pupuk kandang kering sebanyak 1,0 ton/ha untuk tanaman jagung, dan kedelai 0,6 ton/ha diberikan untuk menutup lubang tanam sekaligus berperan sebagai pupuk organik. Pupuk NPK untuk jagung dosis: 300 kg Urea + 150 kg SP-36 + 50 kg KCl/ha, dan untuk kedelai sesuai populasi tanaman sebanyak 62% populasi setara dengan dosis pupuk 30 kg Urea + 60 kg SP-36 + 30 kg KCl/ha.

Pengendalian gulma dilakukan pada saat tanaman kedelai dan jagung berumur sekitar 20 hari menggunakan herbisida yang berefek minimal pada tanaman atau secara manual jika tenaga kerja tersedia. Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan pestisida yang sesuai dan tersedia di daerah setempat.

Panen kedelai dan jagung dilakukan pada saat masak polong dan tongkol telah masak fisiologi. Untuk kedelai saat polong telah berisi penuh, daun telah banyak yang gugur dan 95% kulit polong berwarna coklat kehitaman. Sementara Jagung panen dilakukan setelah biji berisi penuh dan tongkol mengering.

Tingkatkan Produktivitas

Hasil penelitian cara tanam tumpang sisip di lahan jagung daerah Semanding, Tuban dengan jagung pertama yang ditanam petani (Desember 2018 – Maret 2019) menghasilkan biji jagung 4,5-5,5 ton/ha tergantung pada varietas jagung serta cara budi daya yang diterapkan petani. Hasil jagung kedua (Varietas NK 212) yang ditanam secara tumpang sisip dengan pola tanam monokultur menghasilkan biji jagung 5,5 ton/ha. Apabila dengan pola tumpangsari jagung +kedelai menghasilkan biji jagung 4,8-6,2 ton/ha dan kedelai 0,8-1,4 ton/ha.

Dari perhitungan ekonomi tumpangsari jagung+kedelai varietas Dena 1, memberikan keuntungan lebih tinggi dibanding jika menggunakan kedelai varietas Argomulyo atau Dega1. Dengan tumpang sisip, keuntungan bertanam dengan pola tumpangsari jagung + kedelai dapat mencapai Rp. 16 – 19 juta/ha, dan lebih tinggi dibandingkan dengan jagung monokultur yang hanya menghasilkan keuntungan Rp. 13,9 juta/ha. Apabila diperhitungkan dengan produksi jagung pertama, penerapan tumpang sisip kedelai+jagung akan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan keuntungan lebih dari 100%. (Sumber Balitkabi/ Arief Harsono)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author