Jakarta, Technology-Indonesia.com – Penerapan teknologi ramah lingkungan bisa menghemat pupuk kimia sebesar 70% dan peningkatan hasil 2-2,5 ton/hektare (ha). Hal itu dirasakan Kelompok tani Salam Sari, Desa Cibiuk Kaler, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar) menggelar panen demplot Varietas Unggul Baru (VUB) padi khusus spesifik lokasi berbasis teknologi pertanian ramah lingkungan.
Teknologi pertanian ramah lingkungan diperkenalkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jabar, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Demplot pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan menjadi komitmen Balitbangtan seluas 11 ha tersebut ditanam beberapa varietas unggul, yakni Inpari 32, Inpari 43 GSR, Inpari 47, Inpari 39, Cakrabuana, dan Mantap.
Kepala BPTP Jabar Wiratno menerangkan bahwa penerapan teknologi ramah lingkungan yang telah diaplikasikan oleh kelompok tani salam sari bisa menekan penghematan pupuk kimia sebesar 70% dan ada peningkatan hasil 2-2,5 ton/ha.
“Kami memiliki teknologi dan apabila teknologi ini betul-betul diterapkan sesuai dengan aturanya, kami sama-sama bisa membuktikan dari 6 ton/ha menjadi rata-rata 8,4/ha sehingga ada peningkatan 2,5 ton/ha. Selain itu, terjadi penghematan biaya operasional. Kalo saya hitung-hitung dengan 1 hektare itu bisa menambah pendapatan petani sebesar Rp 11 juta/ha,” terang Wiratno.
Selain penghematan biaya produksi, menurut Wiratno, yang tidak kalah penting adalah teknologi yang dimiliki oleh Balitbangtan Kementan ini bisa menjawab terkait masalah kelangkaan pupuk, teknologi ramah lingkungan dan pangan sehat.
“Kementan ini betul-betul bisa menjawab bagaimana masalah kelangkaan pupuk, swasembada pangan. Tidak kalah pentingnya dalam teknologi yang kita perkenalkan disini kita menggunakan teknologi yang betul-betul ramah lingkungan, kita banyak menggunakan bahan-bahan organik sehingga kedepannya Insya Allah petani kita, masyarakat, konsumen akan menjadi generasi yang sehat,” tambah Wiratno
Anggota DPR RI Haerudin mengamini yang disampaikan Wiratno. Ia menjelaskan bahwa lahan yang sakit jika dipasok bahan kimia terus akan makin sakit.
“Maka perlu dibuat formula baru bagaimana kalo tanah ini digemburkan agar PH dan unsur hara lain dikembalikan. Solusinya adalah tadi, teknologi balai itu udah tepat guna, tepat sasaran, tepat ukuran, hasilnya manakjubkan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Yudi Sastro menyebutkan bahwa dukungan penggunaan varietas unggul spesifik agroekosistem dipadukan dengan teknologi ramah lingkungan yang tepat bisa mendapatkan hasil panen yang menggembirakan. Terkait kendala air yang selama ini selalu menjadi masalah petani di desa Cibiuk, Yudi menganjurkan untuk mengembangkan padi varietas Inpari 39; yang sudah teruji dan terbukti hasilnya dengan sisten tanam jajar legowo 2:1.
“Beberapa varietas yang ditanam pada demplot pengembangan teknologi ramah lingkungan ini, di areal yang cekaman kekeringannya tinggi telah terbukti varietas Inpari 39 hasilnya bisa mencapai 8,4 ton/ha. Hasil panen ini bisa dikembangkan lagi menjadi benih agar kedepan petani bisa memproduksi benih sendiri minimal untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya dan nantinya bisa memenuhi kebutuhan benih luar wilayah Cibiuk,” pungkasnya. (Sumber BB Padi)