Jakarta, Technology-Indonesia.com – Bila membaca maupun mendengar tentang tanah sulfat masam, maka asosiasi kita akan mengarah kepada lahan dengan 1001 masalah terutama kaitannya dengan kegiatan budidaya tanaman pangan. Paradigma ini terpecahkan dengan hadirnya Inovasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) berupa pengelolaan lahan yang tepat sesuai dengan karakteristik tanah sehingga dapat mengubah lahan sulfat menjadi lahan pertanian produktif.
Pengelolaan tanah dan air, ameliorasi serta pemupukan berimbang merupakan kunci utama dalam pengelolaan lahan sulfat masam. Hal ini sejalan dengan dukungan untuk mensukseskan Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) yang disandangkan di pundak Balitbangtan.
Kepala Balitbangtan, Dr. Fadjry Djufry pada pembukaan Temu Lapang Program Serasi (14/10/2019) di Desa Jejangkit, Kecamatan Batola, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan (Kalsel) menyampaikan bahwa teknologi Balitbangtan sudah tidak diragukan lagi, demikian juga pendampingan yang dilakukan oleh peneliti dan penyuluh.
Pada kesempatan yang sama, peneliti senior Balai Penelitian Tanah (Balittanah) Dr Wiwik Hartatik menyampaikan bahwa dengan inovasi teknologi pengelolaan tanah dan air melalui pembuatan jaringan tata air makro dan tata air mikro, dan penataan lahan mampu meningkatkan produktivitas lahan sulfat masam.
Lebih lanjut Wiwik menjelaskan bahwa dalam melakukan penataan lahan perlu memperhatikan hubungan antara tipologi lahan, tipe luapan, dan pola pemanfaatannya. Misalnya untuk tata air pada lahan yang bertipe luapan A dan B perlu diatur dalam sistem aliran satu arah (one way flow system). Sedangkan untuk lahan bertipe luapan C dan D, saluran air perlu ditabat/disekat dengan stoplog untuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran tersebut. Untuk keperluan pengaturan tata air ini perlu dibangun pintu-pintu yang sesuai sebagai pengendali air.
Inovasi teknologi lainnya yang wajib diterapkan dalam pengelolaan lahan sulfat masam adalah ameliorasi dan pemupukan berimbang. Kedua hal ini merupakan upaya dalam mengatasi kendala kesuburan lahan sulfat masam yang dicirikan dengan tingginya tingkat kemasaman tanah, tingginya kelarutan Fe, Al dan Mn serta rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P dan K dan kejenuhan basa yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
Upaya ameliorasi lahan dengan kapur pertanian atau dolomit bertujuan meningkatkan pH tanah dan ketersediaan hara dan aplikasi bahan organik dalam mendukung peningkatan kualitas sifat fisik dan biologi tanah. Balittanah sebagai lembaga riset telah memiliki teknologi perangkat uji cepat untuk tanah rawa atau dikenal dengan sebutan PUTR (Perangkat Uji Tanah Rawa). Perangkat uji ini dapat memberikan informasi terkait status hara tanah serta rekomendasi pemupukannya.
Balittanah juga telah melakukan berbagai kegiatan penelitian terkait lahan sulfat masam, diantaranya yang telah dilaksanakan di Telang, Sumatera Selatan. Hasil penelitian menunjukkan dengan pemberian dolomit 2 ton/ha dan SP-36 200 – 300 kg/ha dapat menghasilkan rata-rata 4,0 ton/ha GKG (Gabah Kering Giling).
“Hasil senada juga diperoleh pada penelitian lainnya di Tanah Anen, Kalimantan Selatan, dengan aplikasi 43 kg P/ha, 52 kg K/ha, kapur 1 ton/ha dan pupuk kandang 5 ton/ha memberikan hasil 3,24 ton/ha GKG,” ujar Wiwik.
Kepala Balittanah, Dr Ladiyani Retno Widowati juga menyampaikan bahwa pengembangan usahatani di lahan sulfat masam memerlukan strategi yang tepat yaitu dengan melakukan penanaman komoditas yang adaptif, baik adaptif dengan tipologi lahan maupun tipe luapan. Selain itu diperlukan juga penyesuaian pola tanam, yaitu dengan mempertimbangkan kondisi air, iklim dan tipe luapan pasang surut. Serta, peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam pengelolaan lahan sulfat masam dengan menerapkan teknologi pengelolaan lahan yang efektif dan efisien guna meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman secara berkelanjutan serta meningkatkan pendapatan usahatani.
Acara Temu Lapang Program Serasi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas kepada stake holder terkait khususnya petani bahwa lahan sulfat masam adalah mutiara yang terpendam yang harus kita angkat agar bisa bermanfaat khususnya di bidang pertanian. Demgan pengelolaan yang tepat beserta kawalan sepenuhnya dari segenap pihak, lahan sulfat masam mampu menjadi penyumbang kebutuhan pangan di Indonesia. (WH, LRW,AFS, KZ, M.Is).