Jakarta, Technology-Indonesia.com – Untuk mendorong peningkatan produksi, pemerintah melalui Kementerian pertanian pada 2016 menetapkan lebih dari 50 Kota/Kabupaten sebagai Lokasi Pengembangan Kawasan Nasional komoditas jeruk.
Selama lima tahun terakhir (2014-2019) menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dirjen Hortikultura, total produksi jeruk nasional (keprok, siam, pamelo) pada tahun 2018 mencapai 2.510.420 ton atau mengalami pertumbuhan sebesar 9,37% dari tahun 2014.
Untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri dan menangkap peluang ekspor, produksi jeruk nasional harus ditingkatkan secara nyata dan berkelanjutan dengan mutu buah yang lebih baik. Gerakan peningkatan produksi dan mutu buah jeruk bukan perkara mudah karena masalah yang dihadapi semakin berat dan kompleks.
Populasi normal tanaman jeruk yang diterapkan di Indonesia antara 400 – 500 pohon/hektare (ha). Populasi tersebut menghasilkan panen antara 20 – 40 ton/ha tergantung pada penerapan teknologi di kebun. Produktivitas ini masih jauh dibandingkan dengan hasil yang dicapai oleh negara-negara eksportir jeruk dunia yang mengembangkan jeruk dengan populasi/kerapatan tinggi hingga 1.800 pohon/ha.
Menghadapi tantangan pertanian ke depan yang semakin berat, Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) sejak tahun 2017 mulai merakit teknologi budidaya jeruk Sistem Tanam Rapat (Sitara) yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.
Kegiatan ini sejalan dengan Program Kementerian Pertanian, khususnya gerakan peningkatkan produktivitas pangan. Teknologi budidaya jeruk Sitara yang dikembangkan dengan populasi tanaman 956 pohon/ha dilengkapi dengan teknologi khusus, antara lain geometri tanaman (arah baris, jarak tanam, dan pola pola penanaman), manajemen pohon pendek dan manajemen kanopi, manajemen nutrisi, dan manajemen OPT.
Dibandingkan dengan budidaya jeruk populasi normal, usahatani jeruk Sitara memiliki beberapa keunggulan antara lain panen awal lebih tinggi, penggunaan saprodi dan tenaga kerja lebih efisien, dan penerimaan lebih tinggi. Teknologi Sitara juga sangat cocok dikembangkan oleh petani yang lahannya sempit maupun pengebun jeruk yang luas.
Dengan penerapan teknologi Sitara, jeruk Siam di Banyuwangi yang biasanya panen pertama saat umur 3 tahun bisa panen pada umur 2 tahun. Hasil panen pertama juga meningkat tiga kali lipat sebesar 12,30 ton/ha dibandingkan dengan kebun jeruk populasi normal (4,2 ton/ha).Â
Secara umum, walaupun populasi tanaman jeruk Sitara lebih banyak, biaya yang dikeluarkan untuk beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman seperti pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit dan irigasi relatif sama dengan populasi normal. Dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan per kilogram buah menjadi lebih efisien. Jika harga jual buah dari hasil jeruk Sitara sama dengan jeruk populasi normal, petani jeruk Sitara bisa memperoleh pendapatan dan keuntungan lebih banyak .Â
Seandainya peremajaan kebun maupun pengembangan baru jeruk menerapkan teknologi Sitara, lima tahun ke depan akan dirasakan dampak positifnya. Dengan jeruk Sitara, berkurangnya pasokan buah jeruk akibat alih fungsi lahan pertanian yang tidak bisa dihindari akan diimbangi oleh peningkatan produktivitas lahan.Â
Selanjutnya, peningkatan pasokan buah jeruk nasional akan memudahkan pelaku pasar untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri yang cenderung bertambah. (Balitjestro/Sutopo,Lily Mufidah)
Sitara, Budidaya Jeruk Sistem Tanam Rapat
