Pupuk Organik Limbah Kotoran Sapi Tingkatkan Pendapatan Petani Bukit Langkap

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Limbah kotoran sapi sebelumnya kurang dimanfaatkan oleh peternak sapi di Desa Bukit Langkap, Kecamatan Lingga Timur, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Berkat teknologi pengolahan pupuk organik, limbah kotoran sapi kini menjadi emas bagi petani-peternak di Desa Bukit Langkap karena bernilai ekonomis tinggi.

Sebagian besar wilayah Kabupaten Lingga berupa perbukitan, terdapat 73.947 hektare (ha) berbukit, dan 11.015 ha daratannya. Berdasarkan fisiografi, Lingga kelerengan > 15% sebanyak 76,92% sedangkan dibawah 15% hanya 23,08%. Jenis tanah dominan PMK, litosol dan organosol, dengan struktur remah sampai gumpal dan liat teguh pada lapisan bawahnya. Batuan induk granit, pluton asam, sehingga pH tanah dominan rendah (4,50-5,50).

Data Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kepri menyebutkan kandungan N, P, K tersedia rendah, bahan organik sangat rendah. Permasalahan bahan organik yang rendah sebagai faktor kunci untuk melakukan perbaikan tanah sifat fisik dan kimia di Lingga. Teknologi tepat guna pengolahan pupuk organik sebagai salah satu jawaban untuk memperbaiki lahannya.

Berkat teknologi pengolahan pupuk organik, limbah kotoran sapi kini menjadi emas bagi peternak-petani kelompok “Sumber Urip” dan bernilai ekonomis tinggi. Petani merangkap peternak tiap bulan dapat memproduksi kurang lebih 5 ton pupuk organik. Pupuk dalam kemasan 50 kg itu dijual Rp 100 ribu atau Rp 2 ribu/kg sehingga total penghasilan tiap bulannya sekitar Rp 10.000.000,-. Untuk pemasarannya, porsi 25 ton dipasarkan kepada perusahaan/umum yang membutuhkan, sementara 5 ton untuk kebutuhan masyarakat petani setempat.

Berkat usaha dan kerja keras peternak desa Bukit Langkap dalam berbisnis pupuk kompos, kondisi ekonominya pun semakin membaik. Kotoran sapi yang dulunya menumpuk dan tak berfaedah bisa diubah menjadi produk bernilai. “Per bulan penghasilan bersih, per orang kurang lebih Rp 1 juta dari kompos,” ujar Marwanto PPL Desa Bukit langkap (22/06/2020).

Kepala Desa Bukit Langkap, Sudarmin menceritakan tahun 2019 Bank Indonesia (BI) turut memberi bantuan berupa kandang sapi dan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) senilai lebih kurang Rp 200 juta dan membiayai pelatihan. BPTP Kepri juga membantu berupa pendampingan teknologinya diantaranya teknologi budidaya padi dan teknologi pengolahan limbah kotoran sapi.

“Kedepan Bumdes juga berkeinginan untuk membranding produk yang sudah dihasilkan ini, untuk itu perlu disertai dengan uji lab mengenai kandungan unsur haranya,” tuturnya.

Kepala BPTP Kepri, Sugeng Widodo mengatakan BPTP Kepri akan terus memberikan pendampingan teknologi kepada petani dan peternak Di Desa Bukit Langkap. Pendampingan teknologi dari BPTP Kepri yang sudah diterapkan adalah budidaya padi dan pengolahan limbah kotoran sapi.

Kedepan akan dilajutkan pendampingan uji laboratorium pupuk kompos sesuai dengan harapan pak Kepala Desa Bukit langkap. Potensi usaha tani dan ternak dapat dikembangkan sebagai peluang usaha bagi masyarakat. Sehingga kedepan usaha tani dan ternak ini harus diintegrasikan menjadi sumber teknologi bioindustri.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan pangan Lingga, Siswadi mengatakan Kelompok ternak Sumber Urip yang ada di Desa Bukit Langkap adalah kelompok ternak paling maju yang ada di Kabupaten Lingga. “Mulai tahun 2020 peternak sudah tidak mengharapkan bantuan dari Pemkab Lingga karena sudah bisa mandiri dari hasil pengolahan pupuk kompos. Untuk itu, beberapa kelompok ternak lainnya yang ada di Lingga agar bisa lebih baik, maju dan mandiri silakan belajar dan sharing dengan Kelompok Sumber Urip,” kata Siswadi.

Teknis Pengolahan

Proses teknis pengolahan kotoran sapi menjadi pupuk kompos dengan teknologi secara sederhana dimulai dengan menyiapkan bahan yang dibutuhkan yaitu kotoran sapi, jerami padi (cacah), EM4, dan terpal atau bahan lain untuk penutup. Perbandingan antara kotoran sapi dengan jerami padi 70 : 30 yaitu 70 kg kotoran sapi dan 30 kg jerami padi.

Penggolahan ini menggunakan EM4 dan larutan gula. Larutkan 3-4 sendok gula dalam 1,5 liter air, kemudian ditambahkan 2-3 sendok EM4, kocok dan dibiarkan semalaman. Campur kotoran sapi dengan jerami cacah dan diaduk sampai merata, kemudian hamparkan campuran tersebut dan disirami secara perlahan dengan larutan EM4.

Setelah itu, ditutup campuran bahan tersebut dengan terpal dan diberi beban di sekitar terpal agar tidak mudah terbuka. Proses pengomposan membutuhkan waktu sekitar 26-30 hari yang ditandai dengan suhu panas di permukaan bakal kompos. Setiap 3-4 hari dilakukan pengadukan membantu proses aerasi. Kompos jadi bila suhu sudah stabil (tidak tinggi). Selanjutnya, pupuk organik padat dari kotoran sapi siap digunakan dan didistribusikan.

Usaha ini mampu menghidupi karyawan yang jumlahnya sekitar 15 orang. Kreativitas usaha kelompok ternak yang diketuai Sariya itu, dalam memproduksi pupuk kandang, selain memanfaatkan limbah ternak anggota kelompok, juga membeli kotoran sapi dari sejumlah kelompok ternak lainnya. Pupuk ramah lingkungan itu pemasarannya kini menjangkau sejumlah wilayah di Kabupaten Lingga yang di gawangi oleh anggota BUMdes Damar Desa Bukit Langkap. (BPTP Kepri/ Lutfi Humaidi & Sugeng Widodo)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author