Jakarta, Technology-Indonesia.com – Ketersediaan benih yang berkualitas, berkesesuaian, berkecukupan dan berkelanjutan memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas tebu. Hal ini akan mendukung program super prioritas dari Kementerian Pertanian (Kementan) yaitu Percepatan Swasembada Gula Konsumsi Tahun 2020-2023.
Direktur Perbenihan Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Saleh Mokhtar mengungkapkan kebutuhan gula konsumsi nasional saat ini sebesar 2,8 juta ton, sementara produksi gula nasional 2,18 juta ton. Karena itu terdapat kekurangan 620 ribu ton yang selama ini dipenuhi melalui impor.
Untuk mengatasi defisit tersebut, Kementan mengeluarkan Program Percepatan Swasembada Gula Konsumsi 2020-2023. Targetnya adalah swasembada gula konsumsi pada 2020-2023 melalui peningkatan produksi gula 676 ribu ton pada tahun 2020-2023.
“Pencapaian target produksi tersebut dilakukan melalui intensifikasi 200 ribu hektare (ha) kebun rakyat di Pulau Jawa dan ekstensifikasi 50 ribu ha di luar Pulau Jawa,” kata Saleh Mokhtar saat menjadi pembicara dalam Seminar Online Seri 3 Tanaman Pemanis pada Selasa (15/9/2020).
Selanjutnya, pada 2021 akan dilakukan identifikasi target area intensifikasi 100 ribu ha dan ektensifikasi 15 ribu hektar dengan target produksi 289,8 ribu ton. Pada 2022 dilaksanakan identifiasi target areal intensifikasi 90 ribu ha dan estensifikasi 35 ribu ha dengan target produksi 395,925 ton. Pencapaian target tersebut, lanjutnya, memerlukan dukungan perbenihan.
“Di dalam menyiapkan benih sumber keterlibatan litbang pemerintah dalam hal ini Puslitbangbun, Balittas dan benih sumber dari litbang non pemerintah, swasta, maupun BUMN diharapkan dapat mensupport penyediaan benih, terutama penyediaan benih siap tanam di pusat-pusat perbenihan atau kebun benih datar di kawasan itu,” kata Saleh Mokhtar.
Pada seminar tersebut Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) yang diwakili oleh peneliti Puslitbangbun Sri Suhesti memaparkan dukungan Puslitbangbun dalam penyediaan benih sumber tebu untuk mendukung target produksi dan swasembada gula konsumsi.
Hesti menerangkan dalam penyediaan benih terdapat lima kelas benih tebu dari Kebun Benih Pokok Utama (KBPU) yang setara dengan benih penjenis (G0), Kebun Benih Pokok (KBP) setara benih penjenis (G), Kebun Benih Nenek (KBN) setara benih dasar (G1), Kebun Benih Induk (KBI) setara benih pokok (G2), dan Kebun Benih Dasar (KBD) untuk produksi benih sebar (G3).
Puslitbangbun, lanjutnya, berperan dalam penyediaan benih sumber atau kelas benih pokok (G0-G2). “Selebihnya untuk menjamin benih sebar yang tersedia di tingkat penangkar benih, Puslitbangbun melakukan pendampingan terhadap para petani penangkar. Untuk kelas benih di level paling bawah yaitu KBI dan KBD membutuhkan lahan sangat luas sehingga diperlukan kerjasama terutama dengan pabrik-pabrik gula agar ketersediaan benih sebar tercukupi,” terangnya.
Untuk mendukung ketersediaan benih sumber, Puslitbangbun dan Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas) menyediakan beberapa teknologi yaitu varietas, teknologi perbanyakan benih, serta sarana dan prasarana.
Puslitbangbun telah melakukan perakitan varietas tebu terutama untuk meningkatkan produksi dan rendemen yang tinggi. Selain itu dikembangkan varietas tebu yang tahan terhadap cekaman biotik seperti hama penggerek, luka api, dan varietas yang toleran cekaman abiotik seperti toleran kekeringan, salinitas, iklim basah, lahan masam, dan lahan rawa.
Varietas toleran cekaman biotik dan abiotik ini diperlukan untuk mendukung program dari pemerintah terutama ekstensifikasi lahan-lahan tebu. “Target ekstensifikasi banyak di luar Pulau Jawa yang lahannya merupakan lahan suboptimal dengan berbagai macam kekurangan atau keterbatasan,” tuturnya.
Dari tahun 2017-2019, Puslitbangbun telah melepas tujuh varietas unggul baru tebu hasil dari pemutihan, persilangan, maupun mutasi. Varietas tersebut adalah POJ 2878 Agribun Kerinci, AAS Agribun, ASA Agribun, AMS Agribun, CMG Agribun, PS MGL-1 Agribun, dan PS MGL-2 Agribun. Varietas tersebut sudah banyak dikembangkan di beberapa provinsi seperti Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur maupun Jambi.
Dalam memproduksi benih tebu, Puslitbangbun melakukan perbanyakan benih melalui kultur jaringan (kuljar) dengan teknik induksi talus dan tunas aksiler. Teknologi lainnya menggunakan benih budchip yang bisa meningkatkan faktor multiplikasi dari 6-8 kali menjadi 15-20 kali.
“Penggunaan benih budchip juga bisa memperpanjang umur benih menjadi 1 tahun sehingga apabila lahan tidak tersedia karena kekeringan dan lain-lain, benih ini masih bisa kita jaga untuk memenuhi kebutuhan benih saat lahan tercukupi pengairannya,” terangnya.
Teknologi perbenihan ini didukung laboratorium kuljar di Bogor dengan kapasitas produksi 160 ribu panlet/tahun dan laboratorium kuljar di Malang berkapasitas 40 ribu panlet/tahun. Untuk produksi benih tebu G1 dan G2 Puslibangbun didukung Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Asem Bagus, Situbondo seluas 10 ha dan IP2TP Muktiharjo, Pati seluas 25 ha.
Kapasitas produksi benih sumber di Puslitbangbun sebesar 200 ribu panlet benih G0/tahun bisa digunakan untuk membangun KBN seluas 8 ha yang menghasilkan 3,2 juta G1. Dari 3,2 juta benih G1 ini bisa membangun KBI seluas 128 ha. “Lahan di Puslitbangbun hanya tersedia 35 hektare untuk KBI. Untuk memaksimalkannya harus bekerjasama dengan pihak lain untuk pembangunan KBI seluas 93 hektare,” tuturnya.
Menurut Hesti, agar benih tebu dapat terserap, produksi benih harus memenuhi lima tepat yaitu waktu, jumlah, varietas, harga dan lokasi. Namun, tidak adanya konsistensi anggaran menyebabkan perencanaan benih berubah-ubah sehingga level di bawahnya kesulitan menyesuaikan.
“Agar benih ini bisa terserap kita perlu mendapatkan kepastian perencanaan minimal dua tahun sebelumnya. Karena untuk benih tebu hingga ke benih sebar paling tidak membutuhkan waktu sekitar 2 tahun,” pungkasnya.
Seminar ini yang dimoderatori oleh Prof. Subiyakto ini juga menghadirkan pembicara Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, Karyadi serta Kepala Balittas, Titik Sundari.