Jakarta, Technology-Indonesia.com – Seraiwangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Dari hasil penyulingan daunnya diperoleh minyak seraiwangi yang dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Citronella Oil. Untuk mendapatkan minyak seraiwangi yang baik ada tiga faktor yang harus dipenuhi yaitu varietas unggul, teknik budidaya, dan proses penyulingan.
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Cheppy Syukur menyampaikan bahwa banyak petani atau penanam seraiwangi yang masih belum mengetahui atau mengenal varietas unggul seraiwangi. Bahan tanaman biasanya didapatkan dari petani setempat atau rekanan yang belum jelas asal-usulnya, sehingga hasilnya tidak sesuai harapan.
“Mengapa kita harus mengutamakan bahan tanaman? Karena bahan tanaman merupakan awal untuk menghasilkan suatu produk yang sesuai dengan harapan kita yaitu minyak dari daun seraiwangi,” terang Cheppy dalam Bimtek Online Pengenalan Varietas, Budidaya, dan Penyulingan Seraiwangi yang digelar Balittro pada Kamis (19/8/2021).
Lebih lanjut Cheppy menerangkan bahwa Balittro telah memiliki varietas unggul seraiwangi sejak 1992 yaitu Seraiwangi 1. Pada 2015 Balittro merakit dua varietas unggul yaitu Sitrona 1 Agribun dan Sitrona 2 Agribun. “Jadi sampai saat ini Balittro memiliki 3 varietas seraiwangi,” lanjutnya.
Varietas Sitrona 1 Agribun produksi daun basahnya 2,597 gram/rumpun dengan produksi minyak 506,93 kg/ha/tahun. Kandungan rendemennya 1,5%, sitronela 54,54%, dan geraniol 85,24%. Warna minyak atsirinya jernih agak kekuningan.
Sementara Varietas Sitrona 2 Agribun produksi daun basahnya 2,932 gram/rumpun dengan produksi minyak 508,94 kg/ha/tahun. Kandungan rendemennya 1,83%, sitronela 55,92%, dan geraniol 89,91%. Warna minyak atsirinya jernih kuning.
Cheppy mengungkapkan bahwa tanaman seraiwangi memiliki dua tipe yaitu Lenabatu dan Mahapengiri. Lenabatu memiliki bentuk rumpun tinggi mencapai 2 meter dengan bentuk pangkal daun ramping. Tekstur daunnya agak kaku dan mudah patah. Sementara tipe Mahapengiri bentuk rumpunnya pendek dan kecil, tinggi rumpun 40-70 cm, dan bentuk pangkal daun membesar. Tekstur daunnya lemas dan agak sulit patah.
Menurut Cheppy, ketiga varietas unggul seraiwangi dari Balittro merupakan tipe Mahapengiri. “Sampai saat ini yang memiliki kandungan rendemen dan minyak atau citronella yang tinggi adalah tipe dari Mahapengiri,” tuturnya.
Tipe seraiwangi yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah Mahapengiri, dengan sentra utama di daerah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Daerah yang sudah mengembangkan seraiwangi diantaranya Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Daerah Sentra produksi si Jawa Barat adalah Purwakarta, Subang, Pandeglang, Bandung, Ciamis, Kuningan, Garut, dan Tasikmalaya. Sedangkan di Jateng adalah Cilacap, Purbalingga, dan Pemalang.
“Banyaknya tanaman seraiwangi yang produksinya rendah karena menggunakan klon yang campur atau tanaman lokal sehingga perlu diperbaiki dengan menanam kembali dengan varietas-varietas unggul sehingga produksinya bisa lebih baik,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Cheppy menerangkan bahwa komponen utama dalam minyak seraiwangi adalah sitonellal, geraniol, dan sitronellol. Sitronellal digunakan dalam parfum, pembuatan flavor, serta bahan baku dalam sintesis bahan-bahan aromatik lain seperti sitronellol, hydroxi-sitronellal, dan mentol.
Geraniol banyak digunakan sebagai pewangi dalam sabun, deterjen, dan kosmetik. Geraniol yang diisolasi dari minyak seraiwangi biasanya masih tercampur dengan sedikit sitronellol. Sementara, sitronellol atau disebut juga Rhodinol banyak digunakan dalam pembuatan parfum dan kosmetik. Sitronellol dibuat dari proses hidrogenasi geraniol yang diperoleh dari minyak seraiwangi.
Adapun persyaratan mutu ekspor minyak seraiwangi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah geraniol minimal 85% dan sitronellal minimal 35%. Sementara menurut Essential Oil Association of USA (EOA) adalah geraniol 85-97% dan sitronellal 30-45%.
Untuk mendapatkan hasil yang baik dari budidaya seraiwangi harus diperhatikan kesesuaian lahan dan iklim. Cheppy menerangkan bahwa tanaman seraiwangi cocok tumbuh pada lahan yang subur, gembur dan mengandung bahan organik, dengan pH optimum antara 6,0-7,5. Seraiwangi cocok tumbuh di berbagai kontur tanah, suka limpahan cahaya matahari yang besar dengan curah hujan tidak terlalu berlimpah.
“Cuaca yang panas dan sinar matahari akan merangsang pertumbuhan minyak dalam tanaman. Di daerah yang curah hujannya melimpah dapat dipanen lebih sering dibandingkan dengan daerah kering, namun minyak yang dihasilkan lebih rendah,” terang Cheppy.
Bimtek Online tersebut juga menghadirkan peneliti Balittro yaitu Octivia Trisilawati yang memaparkan Teknik Budidaya Seraiwangi, serta Hikmat Mulyana yang manyampaikan materi Proses Penyulingan Minyak Seraiwangi.
Penggunaan Varietas Unggul Tingkatkan Produksi Minyak Seraiwangi
