Technology-Indonesia.com – Kebutuhan pupuk dunia terus meningkat seiring peningkatan permintaan produk pertanian. Pemupukan, terutama pupuk yang mengandung nitrogen (N) memberikan respon yang tinggi terhadap pertumbuhan tanaman. Sebagian petani menggunakan pupuk N secara berlebihan, namun sebagian lagi tidak menggunakan pupuk secara berimbang dan efisien.
Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk yang memenuhi unsur sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sedangkan pemupukan efisien adalah pemberian pupuk yang tepat waktu, tepat cara, tepat dosis, dan tepat jumlah.
Jika pupuk N seperti urea, ZA, dan NPK, diberikan secara berlebihan maka terjadi pemborosan. Tanaman yang kelebihan N akan mudah diserang hama dan penyakit dan proses pematangan biji akan lebih lama.
Selain itu, kelebihan N berkaitan dengan emisi N2O, salah gas rumah kaca (GRK) yang memiliki masa aktif 110 tahun di atmosfer dan daya memanas global (global warming potential) 298 kali lebih tinggi dibandingkan gas CO2. Sekitar 1% dari N yang digunakan dalam bentuk pupuk akan berubah menjadi gas N2O. Bila pupuk N diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman, selain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman, juga dapat mengurangi emisi N2O.
Dampak lainnya dari pemupukan yang berlebihan adalah eutrofikasi, yaitu pencemaran badan air oleh hara yang menyebabkan menciutnya kandungan oksigen di dalam tubuh air. Sebagai negara agraris yang berambisi untuk mempertahankan ketahanan pangan, Indonesia sangat berkepentingan dengan pupuk.
“Dengan meningkatkan efisiensi pupuk, dan menerapkan pemupukan berimbang, sektor pertanian Indonesia akan lebih mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, karena tanaman yang dipupuk lebih sehat. Pemupukan yang efisien dan berimbang juga memberikan keuntungan tambahan berupa pengurangan emisi GRK,” kata Prof. Dr. Fahmuddin Agus, dalam presentasinya pada Koronivia Joint Work on Agriculture (KJWA) Mandated Workshop di depan delegasi negara-negara anggota PBB pada Conference of Parties (COP) ke-25 tentang perubahan iklim, di Madrid, Spanyol.
Selain meningkatkan efisiensi pupuk dan menyeimbangkan hara, perlu digalakkan penggunaan sumber hara alternatif seperti pupuk kandang, sisa tanaman, dan tanaman penutup tanah. Pupuk kandang sangat diperlukan karena memiliki manfaat untuk memperbaiki struktur, kelembaban tanah, aerasi, dan kapasitas tukar kation dalam tanah. “Selain menyediakan unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg, pupuk kandang juga mengandung hara mikro seperti Zn, B, Mo” lanjutnya.
Pertemuan di Madrid ini merupakan rangkaian dari pertemuan perubahan iklim di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa. Untuk Sektor Pertanian kesepakatan pertama dihasilkan pada COP ke-23 pada tahun 2017 di Bonn, Jerman. Kesepakatan tersebut dikenal dengan Koronivia Joint Work on Agriculture (Decision 4/CP.23). Intinya menekankan bahwa, karena sektor pertanian sangat rentan terhadap perubahan iklim, maka diperlukan berbagai aksi adaptasi.
Aksi tersebut antara lain memperbaiki kandungan karbon tanah, kesehatan tanah, kesuburan tanah, serta pengelolaan air, memperbaiki pengelolaan hara dan pengelolaan kotoran ternak, memperbaiki pengelolaan ternak, serta memperhatikan aspek sosial ekonomi pertanian menghadapi perubahan iklim.
Topik perbaikan karbon tanah telah dibahas pada bulan Juni 2019, topik perbaikan pengelolaan hara dan kotoran ternak dibahas pada COP 25 pada bulan Desember 2019 ini. Pada bulan Juni 2020 akan dibahas topik perbaikan pengelolaan ternak topik sosial ekonomi pertanian menghadapi perubahan iklim.
Indonesia telah menerapkan berbagai aksi adaptasi, namun ke depan Indonesia perlu memperbaiki cara pengelolaan pertanian dan perlu memperluas adopsi teknologi adaptasi, agar pertanian Indonesia tangguh terhadap cekaman perubahan iklim.