Pengelolaan Air Kunci Sukses Budidaya Padi Lahan Rawa

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Rawa identik dengan air dan tanah yang cepat berubah, karena itu pengelolaan air pada lahan rawa merupakan hal yang penting. Pengelolaan yang baik mampu meminimalkan penurunan kualitas tanah sekaligus meningkatkan produktivitas dan indeks pertanaman (IP) padi, sehingga mampu mendukung program pemerintah dalam pengembangan lahan rawa yang berkelanjutan.

Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Khairil Anwar menyampaikan hal tersebut pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan Air di Lahan Rawa Pasang Surut untuk Budidaya Padi pada Rabu (18/8/2021). Bimtek ini digelar secara daring oleh oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan (BBSDLP) Balitbangtan.

Khairil menjelaskan, penerapan semua komponen teknologi dalam budidaya padi membutuhkan pengaturan tinggi muka air petak sawah. Untuk bisa mengendalikan tinggi muka air membutuhkan dukungan infrastruktur/sarana tata air mikro.

Khairil menjelaskan pentingnya tanggul untuk mengendalikan tinggi air serta pintu air untuk memperlancar aliran air untuk mencegah keracunan besi dan aluminium. Tanggul dibuat mengelilingi petak sawah agar air tidak bisa bebas keluar masuk dengan tinggi tanggul harus lebih tinggi dari genangan tertinggi di sawah, yang bisa terjadi pada puncak musim hujan. Kemudian lebar tanggul dibuat agar mampu menahan rembesan (1-1,5m).

Selanjutnya, tanggul dibuat dari tanah liat untuk meminimalkan rembesan. Saluran hasil galian berfungsi sebagai saluran irigasi/drainase/penyangga. Menurut Khairil, tanggul juga berfungsi sebagai jalan usahatani dan untuk tanam sayur-sayuran.

Khairil juga mengenai saluran air (keluar dan masuk) untuk memperlancar gerakan air di petak sawah. Di antaranya, saluran keliling pada bagian dalam tanggul keliling sawah untuk menampung air dan mengalirkan air ke/dari sawah. Lebarnya 25-40 cm dengan kedalaman 20-25 cm.

Selanjutnya, saluran kemalir/parit cacing di tengah sawah untuk memperlancar gerakan air di tengah sawah. Jarak antar parit cacing 3 – 12 meter dengan kedalaman sebatas mata cangkul. Khairil juga memberikan alternatif menerapkan sistem tanam jajar legowo untuk memperlancar gerakan air.

Dalam mengendalikan tinggi muka air dan kualitas air di petak sawah, terangnya, dibutuhkan dukungan pintu pengendali tinggi muka air di saluran tersier/ sekunder yang berada di depan hamparan sawah.

“Pintu air dapat dibuat dari bahan kayu, semen atau pipa paralon di petak sawah. Pipa paralon lebih praktis dan lebih mampu menekan rembesan. Selain itu, dibutuhkan elbow/knee dan pipa penutup, penutup bisa dimodifikasi,” ujar Khairil yang merupakan peneliti bidang lahan, air dan iklim.

Lebih lanjut Khairil menjelaskan bahwa pipa penutup elbow harus lebih tinggi dari puncak genangan musim hujan di saluran luar hamparan sawah (saluran sekunder/tersier/kuartier). Penutup elbow juga dapat dimodifikasi agar lebih praktis dengan memasukkan bahan semen cor pada pipa penutup elbow (agak pendek, 20-25 cm) dan diberi tangkai untuk memudahkan mengangkat.

Selanjutnya, dalam mengendalikan tinggi muka air dan kualitas air di petak sawah membutuhkan dukungan pintu pengendali tinggi muka air di saluran tersier/ sekunder yang berada di depan hamparan sawah. Pintu dimaksud Khairil yakni pintu ayun/klep satu arah, pintu dam/tabat limpas, pintu stoplog/pintu ulir, pintu system elbow permanen.

Pada Bimtek tersebut, Khairil memaparkan cara mencegah tanaman padi dari air asam, keracunan besi, aluminium dan air asin melalui pengaturan air. (Sumber Balitbangtan)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author