Bogor, Technology-Indonesia.com – Indonesia memiliki Luas Baku Sawah (LBS) sekitar 7,46 juta hektare dengan berbagai tipologi sawah dan provitas yang beragam. Informasi provitas padi sangat penting dalam estimasi produksi padi yang berkaitan dengan kecukupan bahan pangan seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) merilis Sistem Informasi Standing Crop versi 2.0 (SISCrop 2.0) yang menyediakan informasi fase tumbuhan dan produktivitas padi.
Kepala Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Balitbangtan, Husnain menyampaikan bahwa SISCrop 2.0 merupakan terobosan teknologi Balitbangtan yang menyediakan informasi fase tumbuhan dan produktivitas padi dari citra satelit Synthetic Aperture Radar (SAR) Sentinel-1. SISCrop 2.0 merupakan penyempurnaan dari SISCrop 1.0 yang hanya menyediakan informasi fase tumbuhan padi atau standing crop.
Informasi dalam SISCrop 2.0 akan sangat membantu dalam menetapkan luas tanam, luas panen, provitas, dan estimasi produksi padi nasional. Informasi tersebut, terang Husnain, sangat dibutuhkan Kementerian Pertanian (Kementan) dan kementerian/lembaga lainnya dalam perencanaan nasional, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan strategis terutama bagi Kementan seperti alokasi berbagai bantuan benih, pupuk, pestisida, dan perencanaan irigasi.
“Balitbangtan bertekad untuk mendukung pengambil kebijakan dalam menyediakan informasi berbasis spasial dengan citra satelit Sentinel-1 berbasis radar yang bebas hambatan awan dengan resolusi 10 x 10 meter,” kata Husnain dalam Rilis SISCrop 2.0, Senin (18/10/2021).
Metode pengumpulan data provitas padi saat ini memerlukan waktu lama dan melibatkan banyak sumber daya manusia (SDM), sehingga biaya yang diperlukan menjadi mahal. Karena itu, perlu digunakan alternatif teknologi yang lebih efektif dan efisien, yaitu remote sensing atau penginderaan jauh.
Balitbangtan telah melakukan penelitian teknologi satelit remote sensing sejak tahun 1997/98. Sejak 2014, Balitbangtan telah memanfaatkan teknologi ini untuk mendukung program di Kementan. Bekerjasama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Balitbangtan telah menghasilkan model standing crop menggunakan data satelit SAR Sentinel-1 yang disebut Sistem Informasi Standing Crop (SISCrop).
Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry mengatakan pada 7 Desember 2020, Balitbangtan merilis SISCrop 1.0. Saat itu, SISCrop 1.0 hanya menyediakan informasi fase tumbuh tanaman padi. SISCrop 2.0 selain menyajikan fase tumbuh tanaman padi (terupdate), juga dilengkapi dengan provitas padi Sawah di seluruh Indonesia.
Menurut Fadjry, penggunaan sistem satelit berbasis radar memungkinkan pemantauan atau monitoring kondisi pertanaman secara baik meskipun dalam kondisi perawanan di seluruh Indonesia. “Dengan citra satelit berbasis optik biasa kalau kondisi perawanan akurasinya kurang maksimal karena tidak tembus awan. Dengan citra satelit berbasis radar, kita bisa memonitor dengan baik meskipun dalam kondisi berawan,” terangnya.
Informasi pada SISCrop 2.0 divisualisasikan melalui peta interaktif secara spasial, data numerik berbentuk tabular dan grafik, yang diupdate setiap 15 hari. SISCrop2.0 kini pun dapat diakses melalui web browser di di http://scs1.litbang.pertanian.go.id/home dan ke depan akan dapat diakses melalui mobile app.
Informasi provitas yang dianalisis dari beberapa model spesifik lokasi memiliki simpangan Root Square Mean Error (RSME) sebesar 0,17 – 0,27 ton/hektare dengan akurasi mendekati 80%. Pengembangan model fase tumbuh dan provitas tanaman padi ini akan terus diperbaiki untuk meningkatkan akurasinya. Ke depan, Fadjry berharap SISCrop tidak hanya menyediakan informasi terkait tanaman padi, tetapi juga jagung dan kedelai.
“Sistem informasi ini akan membantu penentu kebijakan, baik pemerintah, Badan Pusat Statistik, dan semua pemangku kepentingan yang berkaitan dengan kebutuhan data. Terkait informasi padi sangat sensitif, kita harus bisa menjelaskan dengan baik seperti apa produktivitas nasional kita maupun stok nasional terkait beras dan gabah,” pungkasnya.