Bogor, Technology-Indonesia.com – Kementerian Pertanian (Kementan) tengah menyiapkan pemanfaatan lahan kering dan lahan rawa yang tidak produktif untuk perluasan lahan pertanian. Ketersediaan lahan dan dukungan inovasi teknologi akan meningkatkan produksi pertanian untuk mewujudkan Indonesia sebagai Lumbung Pangan Dunia pada 2045.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman mengatakan potensi lahan kering di Indonesia 10 juta hektar sementara potensi lahan rawa dan lebak sekitar 10 juta hektar. Total keseluruhan ada 20 juta hektar.
“Ini bisa memberi makan 500 juta penduduk Indonesia bahkan sampai satu miliar penduduk masih aman,” kata Amran seusai rapat koordinasi litbang terkait pengembangan lahan kering dan rawa di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Balitbangtan, Bogor, pada Senin (16/04/2018).
Amran mengungkapkan, pemanfaatan lahan kering dan rawa ini bisa dilakukan melalui pengelolaan sumberdaya air. Pada lahan kering bisa diterapkan rainwater harvesting technology melalui pembangunan embung, sumur dangkal dan sumur dalam, dam kecil, dam parit, dan seterusnya. Untuk lahan rawa melalui pembangunan long storage.
Dalam kesempatan tersebut, Amran menginstruksikan Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) untuk segera membuat peta dan program pemanfaatan lahan kering dan rawa untuk 10-20 tahun ke depan. “Saya minta peta dan programnya, jadi satu minggu ke depan,” tegasnya.
Lahan rawa sebagian besar berada di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah. Sementara lahan lahan kering paling banyak di Lampung. Amran menargetkan program pemanfaatan lahan tersebut bisa direalisasikan secara bertahap mulai tahun ini.
Pemanfaatan lahan bisa dimulai dari lahan dengan status Areal Penggunaan Lain (APL) milik Kementerian Pertanian yang totalnya 8 juta hektar. Rinciannya, APL lahan kering seluas 5 juta hektar dan APL lahan rawa sekitar 3,1 juta hektar. Amran akan berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk lahan yang dikelola atau dimiliki kementerian lain.
Sementara itu Kepala BBSDLP, Dedi Nursyamsi mengatakan Indonesia sampai tahun 2045 memerlukan tambahan lahan kurang lebih 14 juta hektar. Luas penambahan lahan tersebut sudah mempertimbangkan pertambahan penduduk 1,3%, alih fungsi lahan rata-rata sekitar 60-90 ribu hektar pertahun, serta asumsi produktivitas sekitar 5,3 ton/hektar.
Pihaknya sudah mengidentifikasi potensi lahan kering dan lahan rawa. Dari luasan potensi lahan kering, ada sekitar 4 juta hektar lahan kering yang berada dekat dengan air permukaan sehingga lebih mudah dan murah untuk pengelolaan air. Sementara potensi lahan rawa sekitar 10 juta hektar, baik lahan rawa pasang surut maupun lebak.
Menurut Dedi, untuk mendukung pemanfaatan lahan tersebut, Balitbangtan telah menghasilkan banyak teknologi budidaya padi di lahan kering dan rawa. Balitbangtan memiliki berbagai padi varietas unggul seperti Inpara 1-8 untuk lahan rawa, varietas Inpago untuk lahan kering, padi amfibi yang tahan di musim hujan dan kemarau, serta varietas lainnya.
Untuk pengelolaan lahan kering, ada teknologi Largo Super, larikan padi gogo yang dikombinasikan dengan pemupukan berimbang menggunakan kompos, pupuk hayati, dekomposer, dan lain-lain. Tak kalah pentingnya adalah teknologi pengelolaan air melalui pembuatan dam parit, embung, maupun teknologi sadap air.
Selain itu, ada teknologi irigasi hemat air yang bisa menggurangi penggunaan air. Penggunaan air untuk jagung normalnya 0,6 liter/detik, dengan teknologi ini bisa menjadi 0,2 liter/detik dengan efektivitas yang sama.
Jika semua potensi tersebut dipadukan, Dedi optimis, akan mampu meningkatkan produktivitas pertanian untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia 2045.