Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam berbagai kesempatan menyampaikan tiga arah utama pembentukan BRIN yaitu konsolidasi sumber daya untuk meningkatkan critical mass, menciptakan ekosistem riset sesuai standar global yang terbuka (inklusif) dan kolaboratif bagi semua pihak, dan menciptakan pondasi ekonomi berbasis riset dan inovasi yang kuat serta berkesinambungan.
Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset Kementerian Pertanian (Kementan), Tahlim Sudaryanto mengarisbawahi arah kedua yaitu menciptakan ekosistem riset standar global terbuka (inklusif) dan kolaboratif bagi semua pihak yaitu akademisi, industri, komunitas, dan pemerintah.
“Ini saya pikir merupakan sesuatu yang sangat fundamental dalam rangka meningkatkan iptek di tanah air di berbagai bidang termasuk pertanian,” kata Tahlim dalam Webinar Dampak Peleburan LPNK Iptek dan Litbang K/L ke BRIN yang digelar Alinea.id pada Kamis (19/8/2021).
Dalam arah ini ada dua target yaitu refokusing pada riset untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi berbasis sumber daya alam dan keanekaragaman (hayati, geografi, seni dan budaya) lokal, selain mengejar ketertinggalan iptek. Target selanjutnya, menjadikan Indonesia sebagai pusat dan platform riset global berbasis sumber daya alam dan keanekaragaman lokal. Menurutnya, Balitbangtan Kementerian Pertanian dapat menjadi bagian penting dalam pencapaian dari arah dan target ini.
“Bagi peneliti yang memang passion-nya kental di penelitian, perbaikan atau peningkatan ekosistem riset ini menjadi suatu yang fundamental dan harus kita apresiasi, terlepas dari beberapa permasalahan dan pelemahan yang kita hadapi,” kata Tahlim.
Pembangunan Pertanian
Tahlim menekankan bahwa pembangunan pertanian terutama terkait teknologi bersifat terbuka, sehingga hasil penelitian bisa bersumber dari dalam negeri dan luar negeri (Open source technology for agricultural development).
Berkaitan dengan pembangunan pertanian, lanjutnya, pada akhirnya inovasi ujung-ujungnya harus bisa dimanfaatkan oleh para pengguna terutama bagi petani kecil yang membutuhkan pendampingan lebih detail di lapangan. Karena itu, menurutnya, Kementan masih perlu memiliki atau melaksanakan sebagian fungsi penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (Litbangjirap).
Lebih lanjut Tahlim menjelaskan bahwa sesuai Undang-Undang No. 11 tahun 2019 dan Perpres No. 33 tahun 2021, Balitbangtan tetap memposisikan kelembagaannya sebagai bagian integral sistem riset dan inovasi nasional.
“Untuk itu, Kementerian Pertanian membutuhkan inovasi maju untuk pembangunan pertanian yang bersifat unik sehingga dalam proses penerapan teknologi oleh petani diperlukan pendampingan agar hasil penerapan teknologi dapat mendekati hasil penelitian,” terangnya.
Selain itu, petani membutuhkan respon cepat dalam menghadapi kejadian luar biasa. Contohnya pada outbreak hama, zoonosis, banjir dan kekeringan.
“Melihat keragaman sumber daya dan budaya kita maka teknologi pertanian harus spesifik lokasi, temporal dan berbeda perlakuan penerapan di seluruh Indonesia sehingga diperlukan lembaga litbangjirap pertanian yang langsung berinteraksi dengan petani,” tutur Tahlim.
Tahlim memandang bahwa BRIN bisa menjadi salah satu sumber atau sumber utama teknologi bagi Kementan dan kementerian lain. Sumber teknologi lainnya bisa dari lembaga penelitian lain, perguruan tinggi, swasta, lembaga internasional, dan kearifan lokal yang dikembangkan petani.
“Sangat penting sekali ada sinergi antara BRIN dengan kementerian dalam membangun sistem inovasi nasional,” kata Tahlim.
Menurutnya, kementerian masih perlu melaksanakan sebagian tugas dan fungsi (tusi) litbangjirap sesuai kebutuhannya dalam penyusunan dan penerapan kebijakan teknologi. Tusi yang masih diperlukan fokus pada adaptasi, standardisasi, pemanfaatan dan diseminasi teknologi merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyusunan dan penerapan kebijakan teknologi.
“Aspek daptasi, standardisasi, pemanfaatan dan diseminasi teknologi merupakan titik temu dalam membangun sinergi antara BRIN dan Kementerian,” kata Tahlim.
Pihaknya berpendapat, pelaksanaan dari tusi tersebut masih sebagian tugas dari jabatan fungsional peneliti. Karena itu jabatan fungsional peneliti di kementerian khususnya Kementan masih diperlukan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Kementan Masih Perlu Melaksanakan Litbangjirap Pertanian
