Kelompok Tani Jejangkit: Balitbangtan Jangan Tinggalkan Kami

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Syahrianur (50), Ketua Kelompok Tani Karya Membangun Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala (Batola) meminta Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) terus melanjutkan program Serasi di desanya. Di desa ini, Balitbangtan mengelola 100 hektare (ha) lahan rawa, bagian dari Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi), sebuah upaya Kementerian Pertanian (Kementan) membangun lumbung baru pangan nasional.

Syahri berharap Balitbangtan terus membina petani di daerahnya, terutama petani-petani muda. Ia juga berharap pemerintah daerah sering turun ke desanya memotivasi anak-anak muda agar mau bertani. “Jangan tinggalkan kami. Teruslah bimbing petani. Tahun lalu, tanpa bimbingan intensif banyak anggota kami gagal panen. Kami ingin sawah-sawah di seluruh Jejangkit hasil panennya seperti kepunyaan Balitbangtan,” kata Syahri.

Beberapa persiapan pun dilakukan anggota Poktan Karya Membangun. Dengan bimbingan penyuluh dan peneliti Balittra, mereka berharap kegagalan panen sebelumnya tidak kembali terulang. Salah satunya melakukan perbaikan drainase lahan dengan menggali saluran di sekeliling lahan.

Saluran di sekeliling lahan digali dan diperbaiki dengan menggunakan alat berat termasuk alsin bantuan Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Selatan. Kanalisasi ini berfungsi sebagai saluran pembuang dan penahan air. Syahrian mengaku tidak berani menghitung berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengolah ribuan hektare lahan gambut di Desa Jejangkit. Biaya eskavator sudah pasti memerlukan modal besar.

Menurutnya pengolahan lahan gambut harus dilakukan dengan hati-hati. Menggali tanah terlalu dalam, lebih dari 30 cm, membuat tanah tidak bisa ditanami. Kalaupun dipaksakan, hasilnya berujung pada kegagalan panen.

Untuk ukuran petani seperti dirinya, mengolah dengan cara manual akan jauh lebih baik. “Masalahnya sulit sekali mencari tenaga kerja yang mau terjun ke sawah di daerah kami. Prosesnya juga lebih lama dan mahal ongkosnya,” katanya.

Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSSLP), Yiyi Sulaiman membenarkan jika tanah rawa tidak boleh digali lebih dari 30 cm. Menurut Yiyi, kedalaman lebih dari 30 cm akan membalikkan pirit ke permukaan dan mengikat pupuk. Sehingga, tanaman tidak memperoleh nutrient, yang berakibat gagal panen.

“Kadar asam bisa naik lebih tinggi jika menggali terlalu dalam. Ini bisa dipastikan tanaman tidak akan tumbuh. Dan Itu yang kerap terjadi kalau pakai alat berat,” jelasnya.

Harapan yang sama diungkapkan Aman, anggota kelompok Tani Jiwa. Menurut Aman, sebelum memperoleh bimbingan, ia hanya bisa memanen 2,5 ton padi per ha. Kini tanaman padi Inpara 8 miliknya tumbuh bagus. “Penyuluh bilang, jika dilihat dari tampilannya, hasil kami Insya Allah tidak kurang dari 6 ton per ha,” bebernya.

Permintaan agar Balitbangtan bisa lebih lama berkiprah di Jejangkit juga dungkapkan Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman. Ke depan kawasan Jejangkit dan sekitarnya diharapkan menjadi lumbung pangan yang baru. “Bahkan kami ingin, daerah ini berkembang menjadi kota wisata berbasis sumber daya nantinya,” pungkas Syahrin.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author