Jakarta, Technology-Indonesia.com – Porang merupakan tanaman asli Indonesia dan tumbuh secara alami di bawah naungan. Sebagai pangan fungsional, permintaan porang di pasar internasional sangat tinggi, sehingga penting untuk memperhatikan pembudidayaannya.
Peneliti Ahli Utama bidang Ekofisiologi dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), Muchdar Soedarjo menyampaikan hal tersebut dalam Webinar Balitkabi Seri II yang mengangkat tema porang pada Jumat (28/5/2021). Webinar ini diselenggarakan dalam rangka Gelar Inovasi dan Teknologi Aneka Kacang dan Umbi (GITA) 2021.
Menurut Muchdar, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya porang antara lain: persiapan lahan meliputi pengolahan tanah, penambahan pupuk kandang/organik, pembersihan gulma, pemeliharaan (pupuk kandang sebelum tanam, NPK, KNO3, pengairan), serta gangguan hama dan penyakit. Selain itu, sumber benih yaitu katak atau umbi harus bernas, tidak kisut, bebas hama dan penyakit.
Pada webinar tersebut, peneliti Ahli Pertama bidang Sosial Ekonomi Balitkabi, Siti Mutmaidah memaparkan hasil kajian analisis ekonomi budidaya porang. Analisis usaha tani porang baik di lahan naungan maupun lahan terbuka memberi keuntungan dengan B/C rasio > 1 terutama pada tahun ke-2.
Input produksi di lahan naungan lebih sedikit, sehingga modal lebih rendah namun hasil yang diperoleh relatif lebih rendah dibanding pada lahan terbuka. Rata-rata biaya yang dibutuhkan untuk usahatani porang di lahan naungan pada luasan 1 hektare (ha) adalah Rp 31.889.000/tahun dan di lahan terbuka Rp 66.512.500/tahun.
Mutmaidah menambahkan bahwa pengolahan umbi porang segar menjadi chip mampu meningkatkan nilai tambah porang sebesar Rp 1.075.000/ 1.000 kg umbi porang.
Kepala Balitkabi, Titik Sundari saat membuka webinar menyampaikan bahwa porang merupakan komoditas prioritas nomor dua di bidang pertanian saat ini. “Karena itu, sebagai peneliti di bidang pertanian, kita sangat perlu mempelajari komoditas ini. Momen ini adalah momen yang baik yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui tentang tanaman porang, sehingga dapat menjadi bekal ilmu di lapang,” tuturnya.
Hilirisasi Produk Riset
Hilirisasi produk riset menjadi salah satu kunci dan tolok ukur keberhasilan riset. Karena itu, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balitkabi menyiapkan hilirisasi produk riset melalui Gelar Inovasi Aneka Kacang dan Umbi (GITA 2021) di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Muneng, Probolinggo, Jawa Timur. Acara puncak GITA 2021 adalah tanggal 24 Juni 2021.
Konsep hilirisasi pada GITA 2021 adalah gelar inovasi akabi hulu-hilir. Hal ini sesuai dengan yang selalu ditekankan oleh Menteri Pertanian bahwa komoditas pertanian harus memiliki nilai ekonomi, harus mampu memberikan peningkatan pendapatan kepada petani.
Peragaan gelar lapang mengedepankan hulu – hilir dari beberapa varietas yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan. Diantaranya kedelai hitam Detam 1 yang telah dimanfaatkan oleh industri kecap; varietas kacang tanah Litbang Garuda 5 yang telah menjadi bahan baku industri kacang tanah; dan varietas kacang hijau Vima 5 telah dilisensi oleh produsen benih.
Varietas lainnya, ubijalar Beta 1 yang tidak hanya menjadi bahan baku industri, namun juga telah diekspor ke beberapa negara. Demikian juga produk kecap dan kacang tanah, telah memasuki ranah ekspor ke beberapa negara di kawasan Asia, Eropa, dan Australia.
Persiapan peragaan tanaman di lapang menyongsong GITA 2021 telah dilakukan oleh Balitkabi melalui jajaran IP2TP Muneng. Agroekologi IP2TP Muneng adalah lahan kering beriklim kering (LKIK). Keragaan varietas akabi adalah sangat bagus, sekaligus menjawab tantangan peluang pengembangan komoditas akabi pada LKIK.
Selain beberapa varietas akabi tersebut, juga digelar beberapa varietas akabi unggulan Balitbangtan, bahkan juga digelar beberapa kacang potensial seperti koro pedang dan kacang tunggak. Penyelengaraan GITA 2021 diharapkan mampu menjadi media hilirisasi inovasi Balitbangtan. (Sumber Balitkabi)