Handil, Tabat dan Polder: Tiga Jurus Pengelolaan Air Di Lahan Rawa

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sejak dulu para petani di lahan rawa sudah mengetahui bahwa kunci keberhasilan bercocok tanam, khususnya padi di lahan rawa sangat ditentukan oleh kondisi air. Saat bulan purnama air pasang besar, demikian juga saat bulan mati terjadi pasang tinggi. Namun saat bulan sabit atau antara hari ke 7 menuju ke 14 atau hari ke 21 menuju 29 terjadi penurunan air atau surut.

Kepala Balai Penelitian Lahan Rawa (Balittra), Badan Litbang Pertanian, Hendri Sosiawan mengungkapkan pengalaman dari generasi ke generasi dengan pengamatan yang berulang-ulang akhirnya menghasilkan kearifan lokal (indegenous knowledge) cara pemanfaatan air untuk bercocok tanam, khusus untuk di lahan rawa.

“Ada cara-cara praktis untuk menyiasati keadaan tata air di lahan rawa yaitu dengan membuat saluran yang disebut handil,” kata Hendri.

Lebih lanjut Hendri menerangkan, handil adalah saluran yang dibuat menjorok masuk dari badan sungai sejauh 1-2 km dengan lebar antar 1-2 m dan kedalaman 0,5-1,0 m. Pada saat pasang, air bisa masuk melalui handil dan saat surut, air bisa keluar. Model ini juga sekaligus membuang hasil cucian (leached) ke sungai. Ratusan bahkan mungkin ribuan handil telah dibangun oleh masyarakat sepanjang sungai-sungai besar seperti Barito, Mahakam, Kapuas, Kahayan, dan lainnya.

Dari pengalaman selama bertahun-tahun juga, saat petani membutuhkan air yang cukup besar dan memerlukan durasi yang relatif lama, maka muncul cara-cara praktis dan sederhana untuk menahan air yang mengalir di saluran. “Caranya dengan menyusun kayu gelam atau tanah hingga berupa dam atau tameng sehingga air bisa tertampung atau tersimpan di saluran dan tidak hilang menjadi air limpasan (run off). Cara-cara ini disebut dengan tabat,” ungkap Hendri.

Tabat adalah dam limpas (dam overflow) yang terbuat dari tanah, kayu atau sejenisnya yang tingginya disesuaikan dengan tinggi muka air yang diharapkan. Dari sinilah munculnya istilah pintu air, flapgates, stoplog, atau sekat.

Schophyus, ahli pengairan berkebangsaan Belanda bersama H. Idak, seorang Manteri Tani yang bekerja sebagai aparat daerah di Kalimantan pada masa pemerintah Belanda tahun 1950an merancang model yang menggabungkan antara sistem handil, tabat, dan tanggul keliling yang kemudian dikenal dengan sistem polder. Polder merupakan bangunan air berupa tanggul keliling yang dilengkapi saluran utama masuk, keluar, dan saluran pembagi. Polder dilengkapi pompa besar untuk memasukan air pada saat kekeringan dan mengeluarkan pada saat kelebihan.

Implementasi sistem polder ini pernah dilakukan di rawa lebak Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yang dikenal dengan Polder Alabio dengan luasan 6.000 hektar, tetapi belum berhasil dengan baik.

“Karenanya, saat ini dengan penyempurnaan sistem polder dan mengoptimalkan pertanian di lahan rawa, telah dikembangkan sistem polder mini yang pada prinsipnya menerapkan apa yang disebut handil, tabat atau tanggul dan aliran satu arah,” jelas Herman Subagio Peneliti Balittra.

Jika pengembangan Polder Alabio mencapai luas 6.000 hektar, sistem polder mini hanya mencapai luas antara 100-300 hektar. Ada tiga jurus pengelolaan air yang diaplikasikan sistem polder mini yaitu adanya tanggul keliling yang kokoh; adanya jaringan tata air berupa adanya saluran masuk, saluran keluar, dan saluran pembagi, dan tersedianya pompa besar di pintu masuk maupun pintu keluar. Pompa air ini berfungsi mengatur tinggi muka air dengan cara memompa air masuk apabila kekurangan air dan memompa air keluar dari dalam apabila kelebihan air.

Sistem polder mini merupakan model pengelolaan air di lahan rawa yang diterapkan pada lokasi peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Desa Jejangkit Muara, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan sebagai duplikasi dari polder mini yang dikembangkan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

Tiga jurus pengelolaan air diimplimentasikan pada sistem polder mini Jejangkit Muara yang unit pengembangannya seluas 240 ha dengan dibangunnya tanggul keliling, saluran sekunder dan tersier masuk dan keluar, dan tersedianya pompa masuk dan pompa keluar.

Dengan dibangunnya polder mini ini, indeks pertanaman dapat ditingkatkan dari IP 100 menjadi IP 180 dan/atau IP 200. Hasil panen juga meningkat karena efisiensi pencucian zat-zat beracun (leaching) dan meningkatkan pH tanah dan ketersediaan hara tanaman.

“Melalui sistem polder mini, hasil pertanaman padi varietas Inpara 2, 3, 8 dan 9 menunjukkan pertumbuhan yang optimal, tampak menguning dengan bulir-bulirnya yang panjang dan berisi,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author