Budidaya Ubi Kayu Di Bawah Tegakan Jati Muda

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kebutuhan ubi kayu akan semakin meningkat di masa mendatang seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri berbahan baku ubi kayu. Kampanye makanan sehat non beras memberi harapan ubi kayu akan menjadi bahan pangan sumber karbohidrat penting di masa depan. Ubi kayu merupakan sumber pati yang sangat baik untuk bahan baku pangan, energi, dan industri.

Penggunaan ubi kayu dalam industri non-pangan seperti kosmetik, bio-farmaka, bio-plastik juga semakin meningkat. Pada proses budi daya dan pengolahan ubi kayu dihasilkan beragam produk samping dalam jumlah besar, seluruh bagian komoditas ini dapat dimanfaatkan. Ubi kayu layak dikembangkan menjadi pusat pengembangan inovasi teknologi dan hilirisasi agribisnis komoditas nasional.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyebutkan bahwa produksi ubi kayu mengalami penurunan sebesar 3 juta ton dan pengurangan luas panen sekitar 200 ribu hektare (ha). Permasalahan ini secepatnya perlu diatasi dengan usaha peningkatan produksi melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi.

Usaha intensifikasi dapat dilakukan dengan perakitan varietas unggul baru maupun perakitan teknologi produksi yang lebih unggul dari yang sudah ada di sentra produksi. Ekstensifikasi untuk memperluas lahan pertanian ke arah areal baru, diantaranya ke kawasan hutan atau perkebunan.

Salah satu kawasan hutan yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan ubi kayu adalah kawasan hutan jati yang dikelola oleh Perum Perhutani karena telah diatur tata ruangnya dengan intensif. Pemanfaatan areal di bawah tegakan tanaman jati untuk budi daya diharapkan meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani di sekitar hutan. Apabila lahan hutan di seluruh Indonesia digarap 20% saja, maka akan menghasilkan 378 juta ton ubi kayu per musim tanam.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi) beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa lahan tegakan jati muda bisa dijadikan kawasan pengembangan tanaman ubi kayu atau singkong.  Kawasan yang dijadikan lokasi penelitian bekerjasama dengan Perum Perhutani KPH Blora, di Desa Bogem, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Peneliti Balitkabi, Sri Wahyuningsih melaporkan, lahan yang digunakan adalah petak yang ditanami pohon jati varietas JPP (Jati Plus Perhutani) berumur dua tahun seluas dua hektare. Kondisi lahan pada percobaan cukup beragam, di beberapa tempat solum tanah cukup dangkal dan berbatu, kemiringan lahan berkisar antara 10 – 15%.

Lima varietas ubi kayu yaitu Adira 4, Malang 4, Litbang UK 2, Cecek Ijo (lokal), dan UJ 5 ditanam di bawah tegakan tanaman jati umur dua tahun menggunakan tiga dosis pemberian input pupuk. Input pupuk rendah yaitu 100 kg Urea + 125 kg SP-36 + 75 KCl. Input sedang terdiri dari 125 kg Urea + 150 kg SP-36 + 100 KCl. Sementara input tinggi berupa 200 kg Urea + 200 kg SP-36 + 125 kg KCl + 5 ton pupuk kandang. Semua pupuk (Urea, SP-36 dan KCl) diberikan pada saat tanam, kecuali pupuk Urea diberikan dua kali yaitu 1/3 dosis pada saat tanam. Sisanya, diberikan pada saat tanaman berumur tiga bulan.

Jarak tanam tegakan jati adalah 3 m x 3 m. Setiap lorong di antara tegakan pohon jati dibuat dua guludan dengan jarak antar guludan 100 cm. Ukuran petak 3 m x 4 m untuk 10 tanaman. Tanaman ubi kayu ditanam pada guludan dengan jarak 100 cm x 80 cm. Populasi tanaman 7.500 ubi kayu per hektare sekitar 60% dari populasi normal.

Hasil umbi yang diperoleh hanya dipengaruhi oleh perbedaan varietas ubi kayu. Varietas Malang 4 menghasilkan 32 ton/ha dan Adira 4 menghasilkan 28 ton/ha. Hasil tersebut lebih banyak dibandingkan tiga varietas lainnya yaitu Litbang UK 2 (21to/ha), UJ 5 (23 ton/ha), dan Cecek Ijo (25 ton/ha).

Perbedaan input pupuk yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil umbi. Penggunaan input pupuk sedang memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi yaitu 27,29 ton/ha. Pada input pupuk tinggi, tanaman banyak yang roboh karena terlalu subur dan tinggi. Karena itu, pilihan input pupuk yang dapat dianjurkan adalah penggunaan input pupuk sedang.

Hasil umbi yang dicapai oleh varietas Malang 4 dan Adira 4 dinilai sudah cukup tinggi karena di bawah tegakan pohon jati populasinya hanya mencapai 60% dari pertanaman monokultur. Di samping itu, terdapat pengaruh naungan dari pohon Jati yang mencapai 40-60%.

Varietas Litbang UK 2 mempunyai kadar pati yang terendah, 18,60%. Sedangkan kadar pati tertinggi diperoleh varietas Adira 4 (22,87%). Kadar pati tidak dipengaruhi oleh perbedaan input pemupukan. Hal ini menunjukkan bahwa kadar pati lebih dipengaruhi oleh fisiologi, biokimia, dan ekspresi gen tanaman (Li et al. 2016).

Teknologi budidaya ubi kayu di bawah tegakan jati yang dapat disarankan adalah di antara tegakan pohon jati jarak tanam 3 m x 3 m. Berdasarkan ketentuan Perum Perhutani dapat ditanami ubi kayu dua baris, sehingga populasi tanaman 60% dari populasi monokultur.

Pada kondisi yang demikian Varietas Malang 4 mampu tumbuh lebih baik dan memberikan hasil umbi lebih tinggi yaitu 32,01 ton/ha dari varietas Adira 4, Cecek Ijo, UJ 5, dan Litbang UK 2. Secara teknis, dosis pupuk yang dianjurkan adalah input sedang.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author