Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tanaman kelor (Moringa oleifera) dikenal sebagai the miracle tree karena memiliki banyak manfaat dan khasiat. Kelor terbukti mempunyai nilai gizi yang tinggi sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga. Tanaman kelor juga mudah dikembangkan dan dibudidayakan di sekitar pekarangan rumah.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, Fadjry Djufry melalui sambungan telepon menyampaikan bahwa tanaman kelor banyak dijumpai di beberapa negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Tanaman kelor yang telah lama dipercaya memiliki manfaat bagi kesehatan. Pada masa pandemi Covid-19, tanaman kelor menanjak kepopulerannya karena memiliki nutrisi yang tinggi dan dipercaya memberikan manfaat untuk meningkatkan imunitas tubuh.
Fadjry menyampaikan bahwa pihaknya telah lama melakukan penelitian terkait kandungan nutrisi pada daun kelor. Salah satunya adalah penelitian terkait kandungan besi pada daun kelor yang menunjukkan hasil cukup baik, yaitu bahwa dari satu kg simplisia (daun kelor) diperoleh 54,92 mg kandungan Fe. Kandungan besi ini memberikan manfaat untuk mengatasi anemia pada anak-anak dan ibu hamil.
Tanaman Kelor, tambahnya, dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di ketinggian 1.000 m dpl, dan banyak digunakan sebagai pembatas lahan atau pagar di halaman rumah, ladang atau bahkan untuk program penghijauan.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta, Arivin Rivaie mengatakan tanaman kelor kaya kandungan vitamin dan mineral. Daun kelor memiliki mengandung vitamin C lebih tinggi tujuh kali dibandingkan buah jeruk, kandungan vitamin A empat kali dari wortel, dan kandungan kalium tiga kali dari pisang dan proteinnya dua kali lebih tinggi dari yogurt atau sebutir telur.
“Pemanfaatan kelor sebagai sumber pangan dan gizi keluarga merupakan salah satu cara untuk menanggulangi masalah stunting atau memperbaiki gizi keluarga. Di daerah Jakarta khususnya di Kepulauan Seribu, kegiatan-kegiatan pengembangan kelor ini dapat kita fokuskan untuk pencegahan stunting,” kata Arivin dalam webinar terkait budidaya dan pengolahan kelor untuk pangan dan pakan pada Selasa (8/9/2020).
Arivin berharap webinar ini dapat mendorong pengembangan daun kelor sebagai salah satu sumber pangan alternatif karena tanaman kelor mudah dikembangkan dan dibudidayakan dalam pot atau di sekitar pekarangan rumah.
Peneliti BPTP Jakarta, Nofi Anisatun Rokhmah mengungkapkan bahwa kelor merupakan tanaman introduksi dari Pegunungan Himalaya. Kelor dikenal sebagai the miracle tree karena bagian tanaman yaitu daun, buah dan biji dapat dimanfaatkan untuk konsumsi manusia dan hewan.
Kelor merupakan tanaman yang mudah ditanam di mana-mana, berumur panjang (perenial) dan dapat tumbuh di ketinggian 0-2000 m dpl. Tanaman kelor dapat dipanen pada kurang lebih 40 hari dengan biomassa berat panen 4,3-8,3 ton/hektare bahan kering.
Tanaman kelor, terangnya, mempunyai adaptasi yang baik pada suhu 25-350C dengan curah hujan minim. Kelor tumbuh pada kondisi ektrem seperti tanah berpasir atau lempung dan bertahan di musim kering. Untuk wilayah perkotaan seperti Jakarta, tanaman kelor bisa dibudidayakan dalam pot.
“Daerah perkotaan biasanya memiliki lahan yang terbatas. Menanam kelor di pot lebih murah dan mudah karena tidak memerlukan pengolahan dan persiapan lahan, serta lebih efektif waktu pemeliharaannya,” terang Nofi.
Tahapan budidaya kelor dalam pot diantaranya persiapan bibit, media tanam, wadah dan pemeliharaan. Bibit bisa berasal dari biji kelor atau stek batang. Sementara media tanam bisa berupa tanah atau sekam, tanah/sekam ditambah pupuk kandang (sapi, kambing, ayam dan kelinci), atau tanah/sekam ditambah kompos. Sementara pemeliharaannya dengan penyiraman dan pemupukan
Untuk pembibitan dari biji, Nofi menyarankan untuk memilih biji dari buah yang masak sempurna. Biji yang sehat cirinya tidak keriput, tidak cacat atau rusak, dan berwarna coklat tua. “Karena biji kelor memiliki kulit yang tebal maka perlu perlakuan dengan cara merendam biji di air hangat,” terangnya.
Selanjutnya dilakukan penyemaian sebanyak 2-3 benih ke media semai di polibag atau wadah lainnya. Setelah cukup umurnya sekitar 2-3 bulan maka bisa dilakukan pindah tanam. Untuk pemeliharaan, tempatkan tanaman pada daerah yang teduh/menggunakan sungkup. Penyiraman minimal dua kali sehari dan menggunakan pupuk organik.
Penggunaan media tanam, terangnya, sangat berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah tunas. Waktu panen juga berpengaruh terhadap biomassa yang dihasilkan. Menurut Nofi, pemanenan dua pekan sekali menghasilkan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan panen sebulan sekali.
Selain itu, pemanenan yang salah akan menghambat perkembangan tanaman. Panen manual tunas dan daun dengan cara memangkas batang atau tunas menggunakan gunting stek atau pisau tajam. Sementara pemanenan biji dilakukan saat polong sudah matang dan berwarna coklat. Selanjutnya, biji dikeluarkan dari polong dan disimpan di tempat kering.
Hama tanaman kelor dalam pot biasanya berupa serangga seperti kutu putih, belalang, jangkrik, ulat, dan rayap. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan memotong bagian tanaman serta menggunakan pestisida atau insektisida nabati seperti ekstrak daun atau biji nimba dan ektrak daun jarak pagar.
Sementara, penyakit yang meyerang adalah jamur Cercospora spp dan Septoria lycopersici yang bisa menyebabkan tanaman kelor menjadi kering, kuning dan rontok daunnya. Pengendaliannya dengan cara membuang gulma dan menggunakan ekstrak daun atau biji nimba.
Selain budidaya kelor di dalam pot, saat ini ada yang mengembangkan tanaman kelor sebagai bonsai. Bonsai kelor memiliki tiga fungsi yaitu seni untuk hiasan dalam rumah, estetika dan fungsional karena daunnya bisa dimanfaatkan untuk sayuran.
Dalam webinar tersebut, peneliti BPTP Jakarta, Yossi Handayani memaparkan materi penanganan bahan kelor dan pengolahannya untuk produk pangan. Sementara Syamsu Bahar menyampaikan materi terkait pemanfaatan tepug kelor dalam formula pakan pellet kelinci.